"Kak, kenapa kamu kemari?" tanya Janice sambil maju dan menyeka tangannya."Aku ingin mengantarmu ke studio pagi ini. Soalnya kamu terluka. Lebih baik jangan naik MRT." Yoshua menatap celemek yang dipakai Janice, lalu bertanya dengan ragu, "Kamu ngapain?"Janice mengangkat tangannya yang masih terdapat noda tepung dengan malu. "Sebenarnya aku mau buat panekuk untukmu dan Bibi Tracy. Kamu malah melihatku di dapur.""Kalau begitu, aku pergi dulu?" tanya Yoshua dengan bercanda.Janice pun tertawa. "Kak, duduk saja sebentar. Sebentar lagi siap kok."Yoshua mengiakan. Janice menyiapkan sarapan dengan cepat. Ketika melihat Yoshua sesekali memeriksa jam tangannya, dia bergegas memasukkan makanan ke kotak makan yang baru dibelinya.Kemudian, Janice berpesan kepada pelayan, "Punya Bibi Tracy lebih lembut dan mudah dicerna. Suruh dia makan selagi panas.""Baik."Janice menyerahkan tas bekal kotak-kotak berwarna biru kepada Yoshua. "Kak, ini kotak makan baru. Aku awalnya berniat masak sendiri set
Sekretaris Yoshua merasa ada sesuatu yang memukul kakinya. Seketika, dia kehilangan keseimbangannya. Teh tidak sengaja mengenai tubuh dan kotak makan Yoshua.Yoshua pun mengernyit. Sekretaris buru-buru berkata, "Maafkan aku, Pak. Aku nggak sengaja."Sementara itu, Jason mematikan rokoknya dan berujar, "Aku kemari karena mau menyuruhmu dinas ke Kota Heco. Ini dokumennya. Jangan lupa dibaca."Yoshua melirik dokumen itu. "Oke.""Dah!" Jason pergi tanpa menoleh sedetik pun.Di dalam ruangan, Yoshua menerima saputangan pemberian sekretarisnya. Wajahnya tetap tenang seperti biasa."Urus keperluan untuk dinas.""Baik."Sekretaris bangkit dan buru-buru meninggalkan ruang kantor. Yoshua menatap kotak makan di atas meja dengan tatapan suram.Di dalam lift, Norman memainkan batu kecil di tangannya. "Pak Jason, kamu menyuruhku kemari ....""Hm?""Oh, nggak apa-apa."....Berkat Yoshua, Janice tidak terlambat hari ini. Setelah check-in dan sebelum sempat merasa senang, terdengar suara yang merusak
Setelah merenung sejenak, Amanda berkata dengan hati-hati, "Kalau begitu, kalian para pekerja magang masing-masing buat desain sendiri. Nanti kalian ikut aku bertemu Bu Sera.""Baik," sahut Janice dan Herisa secara serempak.Hanya Vania yang dipenuhi kepercayaan diri. "Bu Amanda, nggak perlu repot-repot begini. Aku bisa buat janji sendiri dengan Bu Sera. Nanti aku bawa Janice dan Herisa bersamaku."Amanda memang sibuk, jadi dia menyetujui perkataan Vania.Rapat berakhir. Banyak orang yang mengelilingi Vania. "Vania, kamu hebat sekali. Nggak sia-sia kamu pacaran sama Jason. Koneksimu jadi luas.""Nggak kok." Vania mendongak menatap Janice sambil tersenyum.Janice tidak meladeninya. Setelah mengambil barangnya, dia meninggalkan ruang rapat bersama Herisa.Herisa berbisik, "Janice, kalau kamu punya koneksi sehebat Vania, prestasimu pasti jauh lebih baik dari dia.""Herisa, jangan bicara begitu," sela Janice. Kadang, dia merasa nada bicara Herisa agak aneh.Setelah kembali ke tempatnya, Ja
Vania mengira Jason akan membenci Janice setelah melihat sifatnya yang begitu murahan. Tanpa diduga, Jason hanya menopang dagunya sambil membalikkan dokumen di pangkuannya dengan ekspresi datar."Kamu menyuruhku kemari cuma untuk melihat ini?" Terdengar suara dingin dan rendah Jason, seolah-olah yang berada di hadapannya bukan calon istrinya, melainkan hanya bawahan yang kinerjanya buruk.Vania mengepalkan tangannya. Dia menggigit bibirnya dan tidak berani membantah. Saat ini, melalui kaca spion tengah, Vania melirik ke arah Janice. Dia terkejut. Ternyata Janice ....Saat Jason hendak mengangkat kepala, Vania buru-buru menjulurkan tangan untuk menahannya. "Jason, aku mencarimu untuk membahas tentang Bu Sera dari Vila Krisan. Aku tahu kamu sedang bernegosiasi dengannya. Kebetulan, studio kami juga.""Kalau kamu membawaku menemuinya, aku pasti bisa memberikan hasil desain yang memuaskan untuknya. Kujamin kerja sama ini akan sukses. Bu Sera sangat susah dihadapi. Bu Amanda sudah menemuin
Atas dasar apa Janice bisa menarik perhatian Jason?Malia mengangkat kepalanya sedikit. Dengan mata yang berkaca-kaca, dia menatap pria di sampingnya dan berpura-pura tidak sengaja membentur dada pria itu. "Maaf, kepalaku bisa pusing kalau duduk di belakang."Pria itu tidak menolak Malia yang berinisiatif memeluknya. Dia justru tersenyum sambil merangkul Malia. "Nggak apa-apa, kamu boleh bersandar di bahuku.""Terima kasih. Kamu baik sekali." Malia menahan rasa jijiknya. Semua ini untuk merusak citra Janice di hati Jason.....Di taksi, Janice merasa lega. "Terima kasih, Herisa."Herisa menepuk dadanya dan menjelaskan, "Sama-sama. Tapi, kamu harus hati-hati sama temanmu itu. Begitu dia datang pagi tadi, dia terus menekankan kalau kalian ini sahabat. Banyak staf pria yang ingin mendekatimu melalui dia.""Aku tahu." Ekspresi Janice terlihat datar. Dia sama sekali tidak terkejut dengan tindakan Malia."Oh ya, waktu Malia bicara dengan staf pria, aku lihat Vania juga ada di sana. Setelah i
Yoshua segera membantah, "Jangan dibahas lagi, Janice. Paman Jason punya alasan tersendiri. Selama aku pergi, jaga dirimu baik-baik."Ucapan Yoshua jelas menunjukkan bahwa spekulasi Janice benar. Tangan Janice yang menggenggam ponsel sontak terkepal erat. Kebencian membara di hatinya. Demi Vania, Jason bahkan tidak mengampuni orang-orang yang membantunya.Karena terus menerus dinas, Yoshua makin jauh dengan pusat kekuasaan Grup Karim. Pada akhirnya, dia bahkan dikirim ke luar negeri. Jason memang kejam.Janice menunduk dan berucap, "Kak, aku minta maaf. Aku yang mencelakaimu.""Dasar bodoh. Jangan berpikir sembarangan. Mungkin Paman Jason sedang sibuk bernegosiasi dengan Bu Sera dari Vila Krisan, makanya aku yang diutus," sahut Yoshua.Janice tidak menyangka Yoshua masih membela Jason di saat seperti ini. Namun, dia mendengar nama yang familier. "Bu Sera dari Vila Krisan?"Yoshua ragu-ragu sejenak sebelum menyahut, "Ya, kamu kenal?""Studio kami sedang membuat desain untuk Bu Sera.""B
Orang yang mengejar Janice jatuh begitu saja. Dia sangat terkejut sehingga langsung mendongak. Kini, dia mendapati seorang pria mendekat perlahan sambil menatapnya dengan penuh makna. Aura dingin pria itu seolah-olah menekan seluruh napasnya."Kamu ternyata cukup laku." Suara berat pria itu samar-samar mengandung ejekan yang tidak mudah disadari. Orang yang menolong Janice adalah Jason.Janice coba menggerakkan pergelangan tangannya, tetapi dia tahu bahwa dirinya tidak akan mampu melawan. Kali ini, dia sudah belajar dari pengalaman. Daripada menggunakan tangan, dia memutuskan untuk menggunakan kakinya.Janice langsung menendang ke arah Jason. Tidak disangka, pria itu seolah sudah membaca niatnya. Dengan mudah, dia menangkap kaki Janice dan menarik tubuhnya lebih dekat ke arahnya.Tubuh Janice yang mengenakan pakaian tipis langsung bergesekan dengan ikat pinggang Jason. Itu membuatnya malu sekaligus marah."Lepaskan aku!" seru Janice."Dasar nggak tahu terima kasih," balas Jason dengan
Setelah berhasil melarikan diri, Janice tidak berani menginap di hotel dekat kampus. Dia memutuskan langsung pergi ke hotel yang dekat dengan studionya. Sebelum naik ke mobil, dia sempat berbalik dan melihat ke arah ujung jalan.Sebuah mobil mewah berhenti di sana. Dari sisi jalan, Jason muncul dengan pakaian serba hitam dan segera masuk ke dalam mobil.Tak lama kemudian, jendela mobil sedikit terbuka dan menampakkan sepasang mata gelap yang menatap Janice tajam. Di tengah kegelapan malam, tatapan itu terlihat berbahaya dan penuh ancaman, seolah-olah mengatakan bahwa dia tidak akan bisa melarikan diri.Janice merasakan punggungnya dingin karena ketakutan. Tanpa berani menoleh lagi, dia langsung naik ke mobil dan pergi.Di sisi lain, Norman juga masuk ke dalam mobil. Dia segera melaporkan, "Pak Jason, Nona Janice melaporkan orang-orang itu karena mengemudi dalam keadaan mabuk. Dia juga mengaku sebagai Malia."Jason duduk tegak di kursi belakang. Jari-jarinya perlahan memutar cincin yang
Hanya dari perbandingan desain, Zion langsung tahu bahwa kalung itu adalah karya Janice. Dia memang ada di sini.Zion melanjutkan, "Aku menemukan kalung milik ibu hamil itu dipesan secara custom oleh suaminya di toko perhiasan daring bernama Vega Jewelry. Lokasinya juga ada di Moonsea Bay. Penulis komik itu juga tinggal di Moonsea Bay."Landon mengangguk. "Masih ingat waktu Rachel ngotot ingin punya anak? Aku ingat dia bilang sudah menyiapkan nama anaknya, namanya ....""Vega. Dia belum hamil, tapi dia sudah yakin banget kalau itu anak perempuan," ucap Zion.Landon menatap nama toko perhiasan itu, seakan-akan semakin yakin. "Sepertinya nama ini Rachel dengar langsung dari mulut Jason."Begitu kalimat itu selesai dilontarkan, ponsel Zion berbunyi."Pak, dia baru saja pulang dari rumah sakit. Jangan-jangan dia sudah tahu Bu Janice dan anaknya di Moonsea Bay? Setahuku di Moonsea Bay cuma punya satu TK, hari ini baru saja ada kejadian."Kening Landon berkerut. "Berarti semua omonganku wakt
Janice kembali menggendong Vega, lalu menurunkannya dan mulai berkemas lagi. Saat hendak pergi, dia teringat pada kecelakaan di taman kanak-kanak.Dia mengenal sebagian besar anak-anak di sana. Jadi, dia segera membuka ponsel dan mentransfer 100 juta kepada guru, dengan catatan untuk anak-anak yang terluka.Tak lama kemudian, guru mengembalikan uang itu dan mengirimkan sebuah pesan.[ Mama Vega, Pak Jason sudah menanggung seluruh biaya pengobatan anak-anak yang terluka. ]Kenapa Jason bisa ada di rumah sakit? Jangan-jangan dia memang datang untuk menyumbang?Saat sedang berpikir, guru mengirim pesan lagi.[ Kata Kepala Sekolah, Pak Jason memang sudah lama ada di grup donor darah. Tapi karena nggak bisa donor darah, dia cuma menyumbang. Ternyata masih banyak orang baik di dunia ini. Terima kasih, Mama Vega. Bagaimana kondisi Vega sekarang? ][ Baik. Oh ya, aku ingin mengajukan cuti seminggu untuk Vega. ][ Boleh. Mohon tetap perhatikan kondisi Vega ya. Kalau ada masalah, beri tahu kami
Jason menggigit bibirnya. "Bagaimana kalau kami nggak setuju?"Jason menjawab dengan tenang, "Aku akan membuatmu setuju."Namun, kalimat ini terdengar seperti ancaman bagi Janice. Dia menatap Jason dengan tajam, lalu memasukkan tangannya yang sudah diobati ke dalam sakunya. Saat Jason sedang mengobati luka di tangan lainnya, dia mengeluarkan tongkat listrik mini anti pemerkosa.Setelah disetrum, tubuh Jason langsung menjadi kaku. Dia menatap Janice dan bertanya dengan nada bicara yang biasanya dingin dan sombong menjadi serak, "Apa kamu begitu membenciku?""Benci! Aku benci kamu!" teriak Janice sambil memalingkan wajahnya.Jason langsung terjatuh ke tanah dengan kuat.Setelah mematikan tongkat listrik itu, Janice segera menggendong Vega dan berlari keluar.Beberapa detik kemudian, Jason membuka matanya. Setelah perlahan-lahan bangkit dan menepuk debu dari pakaiannya, dia menatap ke arah perginya Janice sambil menghela napas. Saat seorang perawat masuk, dia langsung melirik dan memperin
Teringat dengan putrinya, Janice akhirnya berhenti melangkah dan memberi isyarat pada putrinya untuk segera ke sampingnya. Namun, Vega yang sedang memegang susunya pun langsung menarik keluar kakinya dari dalam jaket Jason sebagai isyarat dia tidak memakai sepatu. Dia hanya bisa berjalan mendekat, lalu mengulurkan tangan dan berusaha untuk tetap tenang. "Pak Jason, ini bukan anakmu.""Apa aku sudah tanya?" kata Jason sambil menarik pakaiannya dan membungkus kaki Vega, lalu perlahan-lahan berdiri di depan Janice.Saat Jason menatapnya, Janice merasa punggungnya sudah penuh dengan keringat dingin. Tatapan Jason terlihat dominan dan obsesif, tetapi terasa ada sebuah perasaan yang berbeda saat mendekatinya sampai dia tidak bisa bergerak sedikit pun. Dia menggigit bibirnya karena menyadari Jason pasti sudah menyelidiki segalanya baru bisa muncul di sini.Namun, saat Janice ingin menghindar, tatapannya malah bertemu dengan tatapan Jason. Begitu keduanya saling memandang, waktu terasa berhent
Jason tersenyum. "Baiklah, aku akan menunggu."Saat Jason menerima Vega yang agak memberontak, Hady langsung tertegun saat menatap mereka. "Pantas saja aku merasa kamu begitu familier, kalian berdua ....""Keluarga pasien! Keluarga pasien!" teriak perawat."Aku segera ke sana," jawab Hady.Setelah Hady pergi, Vega mengangkat kepala dan menatap wajah Jason. Namun, dia tidak menangis ataupun marah.Meskipun anak itu ada di depan mata, Jason masih merasa semuanya tidak nyata. Dia memeluk Vega dengan lebih erat dan menarik Vega agar lebih dekat dengan hati-hati. Saat dia bisa mencium aroma khas tubuh Vega dan bahkan ada sedikit bau Janice yang samar-samar, dia baru berani yakin anak ini adalah Vega di mimpinya. Hanya saja, wajah anak ini lebih bulat daripada wajah Vega di mimpinya.Mulut Jason bergerak, seolah-olah ada banyak hal yang ingin ditanyanya. Namun, saat dia hendak membuka mulut, Vega yang berada dalam pelukannya bergerak beberapa kali dan menunjuk mesin penjual otomatis di loron
Saat pria itu hendak memakaikan kalung itu pada istrinya, Jason tiba-tiba menggenggam pergelangan tangan pria itu. "Kalung ini dari mana?"Nada bicara Jason yang dingin membuat pria itu terkejut dan menjawab, "Dari ... Vega Jewelry. Bosnya adalah orang dari desa kami. Dia menjual perhiasan, sangat hebat."Wanita yang baru saja melewati kontraksinya pun meninju suaminya. "Apanya yang penjual perhiasan? Ini namanya desainer perhiasan.""Ya, aku memang mudah lupa," kata pria itu.Jason menatap desain pita yang pita yang istimewa itu. Dari lekukan hingga ukiran yang kecil-kecil di atasnya, semuanya itu adalah gaya khas Janice. Tenggorokannya terasa kering dan bertanya dengan suara serak, "Siapa?""Ja .... Ah! Sakit sekali!" teriak wanita itu tiba-tiba sebelum selesai menjawab pertanyaan Jason, lalu mencengkeram suaminya dan Jason dengan erat.Begitu pintu lift terbuka, kebetulan ada seorang perawat yang melihat kejadian itu dan segera memanggil orang untuk membantu. Saat dokter bertanya te
Nama yang tertera di sepatu itu adalah Vega.Saat itu, seorang guru yang sedang menjaga ketertiban di lokasi itu segera berlari mendekat. "Mama Vega, Vega nggak ada di sini. Anak-anak yang terluka parah sudah segera dibawa ke rumah sakit kota.""Terluka parah?" tanya Janice dengan suara bergetar.Guru itu menggigit bibirnya, lalu berkata, "Kepala sekolah sudah pergi ke sana, kamu juga segera pergi ke sana saja."Janice baru saja hendak berbalik, tetapi tubuhnya langsung ambruk.Arya segera memapah Janice. "Aku antar kamu ke rumah sakit."Janice hanya bisa menahan air matanya dan menganggukkan kepala. Setelah berlari ke rumah sakit dan diberi petunjuk oleh perawat, dia pun menemukan lantai tempat para korban kecelakaan TK dirawat. Di tengah kerumunan, dia langsung menemukan gurunya Vega. "Guru, mana Vega? Dia baik-baik saja, 'kan?""Vega baik-baik saja. Saat aku membawanya untuk menghindar, aku terpaksa membawanya bersamaku ke rumah sakit karena aku harus buru-buru mengantar para korban
Begitu mendengar terjadi kecelakaan di TK, Janice tanpa ragu langsung berlari keluar. Arya dan Louise segera mengikuti dari belakang."Kenapa bisa terjadi kecelakaan mobil di TK?" tanya Arya."TK ini dibangun di lereng. Saat bus pariwisata turun dari bukit, sopirnya juga nggak tahu kenapa nggak menginjak rem dan langsung menerobos masuk ke TK. Saat itu banyak anak-anak yang sedang bermain .... Aduh, tunggu aku!" jelas Louise.Hanya mendengar penjelasan singkat dari Louise, naluri menyelamatkan sebagai seorang dokter membuat Arya langsung tahu kecelakaan ini sangat parah.Saat ini, sebuah bus besar terjepit di tembok TK. Bagian depan bus sudah menerobos masuk ke lapangan bermain sepenuhnya, sedangkan bagian belakangnya tergantung. Banyak orang di sekitar yang sedang membantu dan banyak anak yang diangkut keluar dengan menangis terisak-isak.Janice segera berlari mendekat dan menarik seorang anak yang sedang memegang lengannya. Anak itu adalah teman sekelas Vega. "Mana Vega?"Anak itu me
"Wanita apa? Panggil aku Wanita Ganas Pengayun Golok Tengah Malam," kata Louise yang berdiri di depan Janice dan melihat pria di depannya dengan tatapan ganas.Pria itu bertanya sambil mendesis, "Kamu penulis komik itu, 'kan?"Louise merapikan rambutnya, lalu berkata dengan suara yang menjadi manis, "Kamu ini penggemar fanatik, 'kan?""Aku bukan penggemar fanatik, aku adalah dewa," kata pria itu dengan kesal, lalu melempar sapunya dan menepuk debu di pakaiannya. Setelah itu, dia berjalan melewati Louise dan mendekati Janice.Melihat pria itu sudah mengejar sampai sini, Janice merasa tidak perlu bersembunyi lagi. Lagi pula, pria ini sudah melihatnya mengantar anak. Dia menepuk bahu Louise dan berkata dengan tak berdaya, "Aku kenal dia."Louise terkejut, lalu mulai menebak-nebak. "Jangan-jangan dia ini ... ayahnya Vega?""Jangan sembarang berbicara. Kalau ada yang mendengar, aku akan mati," kata pria itu dengan marah.Mendengar perkataan itu, Janice tersenyum dan menggelengkan kepala kar