Lakukan sendiri? Biarpun hatinya tengah membara, punggung Janice refleks menegang. Dia mendongak dan menatap mata Jason. Di bahwa cahaya redup, sorot mata pria itu bak jurang tak berdasar.Jason bertopang dagu, menatapnya dengan penuh minat. Senyuman samar tersungging di wajahnya.Janice teringat akan hubungan asmaranya yang tidak berjalan menyenangkan. Dia sontak memalingkan wajahnya dengan hati pahit.Janice menggigit bibirnya dengan kuat, membuat darah memenuhi mulutnya. Namun, panas tubuhnya masih sangat menyiksa. Dia pun terpaksa menggigit bibirnya dengan lebih kuat.Tiba-tiba, rahang Janice terasa sakit. Darah menetes dari sudut bibirnya yang sedikit terbuka.Jason menyipitkan matanya yang berapi-api. Dia berucap dengan marah, "Sebenci itu, kah? Kalau begitu, kenapa kamu memprovokasiku?"Janice tidak menyahut dan tidak ingin memandangnya. Tiba-tiba, dagunya dicengkeram dengan kuat.Janice kesakitan dan mendongakkan matanya yang berkaca-kaca. Bulu matanya yang lentik basah dan ber
Kurang lebih setelah Janice turun dari ranjang, pintu langsung dibuka dari luar. Sekelompok orang segera masuk. Selain Vania dan Malia, masih ada Herisa, kepala pelayan, bahkan beberapa pria lain.Vania langsung maju dan memandang ke setiap sudut ruangan."Apa yang kalian lakukan? Apa ini cara kalian memperlakukan tamu di vila ini? Gimana kalau aku lagi nggak pakai baju?" ujar Janice sambil menatap kepala pelayan dengan marah.Kepala pelayan itu tertegun, lalu refleks memandang Vania. Gadis itu adalah tunangan Jason. Ketika Vania bersikeras mendesaknya untuk membuka pintu, bagaimana dia berani menolak?Kepala pelayan mengalihkan pandangannya dan menyahut, "Maaf, Nona Janice. Nona Vania bilang kalau kamu nggak menanggapinya. Dia khawatir kamu kenapa-kenapa, makanya dia menyuruhku membuka pintu."Janice memandang ke arah jam dinding, lalu berkata, "Ini baru jam 7 lewat. Kalau aku nggak merespons, apa lagi yang bisa kulakukan selain tidur? Kalaupun dia cemas, dia bisa meneleponku, 'kan?"
Saat berkata begitu, tatapan Sera sengaja ditujukan ke arah Vania. Dia berucap lagi, "Kamu nggak keberatan, 'kan?"Sorot mata Vania terlihat tidak nyaman. Dia membalas, "Bu Sera, kesalahpahaman sudah diluruskan. Lebih baik biarkan masalah ini sampai di sini. Aku nggak ingin membuang waktumu dan Jason."Sera terkekeh-kekeh dan berkata, "Vania, kamu terlalu pengertian. Tapi, itu sama sekali nggak membuang waktu, kok. Kalian yang di sana, kenapa berdiri saja? Cepat geledah kamar Vania.""Baik!"Ketika kepala pelayan dan yang lainnya hendak pergi, Vania segera mengadang mereka dan mengingatkan, "Bu Sera, bagaimanapun ini kamarku dan Jason. Sepertinya ini kurang pantas.""Vania, kamu nggak boleh punya standar ganda. Janice yang wanita lajang tidur sendiri, lalu kamu menerobos masuk dengan membawa begitu banyak pria. Dia bahkan nggak bilang apa-apa. Apa yang kamu takutkan? Kamu nggak mungkin menyembunyikan sesuatu, 'kan?" balas Sera penuh arti."Nggak, nggak ada!" sahut Vania sambil menggele
Vania berusaha menyelamatkan harga dirinya dengan berucap, "Aku dan Jason mesra banget semalam. Dia bahkan nggak bisa sabar sebelum kami sampai di ranjang. Video di ponsel itu hanya untuk menambah suasana. Orang sepertimu yang butuh obat untuk menggoda pria nggak akan mengerti."Janice membalas dengan nada sinis, "Kalau ada waktu, mendingan kamu buatkan jamu kuat untuk Paman.""Kamu ...," geram Vania.Janice malas meladeni Vania. Dia menarik tangannya, lalu kembali ke kamarnya.Senjata makan tuan. Vania ingin menangkap basah Janice, tetapi rencananya malah berbalik menyakiti diri sendiri. Namun, dari mana Sera tahu bahwa Vania memiliki video seperti ini di ponselnya?....Sera berjalan dengan anggun di koridor dan bertanya sambil tersenyum, "Jason apa kamu puas dengan aksiku tadi? Tapi, apa kamu nggak marah karena aku mempermalukan tunanganmu?"Setelah menelepon kemarin, Sera bermaksud untuk membahas detail kontrak dengan Jason. Namun, begitu sampai di depan pintu, dia mendengar suara-
Anwar memanggil kepala pelayan dan menyuruhnya mengosongkan tempat sampah. "Buang sampah-sampah ini, menganggu saja," ucapnya."Baik, Tuan," sahut si kepala pelayan. Di depan Jason, dia merobek kertas bertuliskan "konsep artistik" tadi dan meremasnya menjadi bola. Setelah itu, dia memasukkannya ke dalam kantong sampah hitam dan pergi dari ruang kerja.Anwar mengangkat cangkir teh dan meniupnya sejenak sebelum mengingatkan dengan suara berat, "Kerja sama ini sangat penting, jangan sampai ada kesalahan. Vania adalah tunanganmu, reputasinya memengaruhi reputasimu. Jangan biarkan orang lain melihat keburukannya.""Ya, aku pergi dulu," sahut Jason sambil berdiri. Dia pun berbalik dan melangkah pergi.....Sejak kembali, Janice tidur hingga sore. Setelah bangun dan makan malam, dia mulai mengerjakan rancangan desainnya.Saat ini, Ivy datang dengan membawa sepiring buah. Dia mengangkat garpu buah ke depan bibir Janice, memamerkan cincin rubi besar di jarinya.Janice menggigit buah yang disodo
Ivy mengomel, "Sebenarnya apa bagusnya Vania? Jelas-jelas kamu dan Jason ....""Bu, jangan mengada-ada. Aku lagi sibuk, Ibu istirahat saja dulu," potong Janice sambil menatap ibunya dengan penuh peringatan.Ivy menggigit bibirnya. Akhirnya, dia menghela napas dan terpaksa meninggalkan ruangan.Janice kembali mengerjakan rancangan desain, tetapi dia tidak bisa berkonsentrasi. Setelah beberapa lama, akhirnya dia bangun dan memandang langit di luar jendela.....Tiga hari kemudian, Janice akhirnya berhasil membuat desain perhiasan yang membuatnya puas. Hari ini Sera juga akan datang ke studio untuk menetapkan drafnya.Janice gugup sekaligus antusias saat memikirkan klien pertama dalam hidupnya. Begitu memasuki studio, seseorang bergegas mengikutinya ke kantor. Dia adalah Malia."Janice, kamu keliharan lagi senang banget. Sepertinya kamu percaya diri banget sama desainmu buat Bu Sera," ujar Malia dengan suara lantang, sengaja ingin menarik perhatian para rekan di sana. Sambil berkata begit
Amanda datang. Ketika melihat kekacauan di lantai beserta sketsa desain Vania dan Janice yang kotor, dia mengernyit.Sebelum ada yang berkomentar, Malia maju untuk menyalahkan Herisa dengan ekspresi kecewa. Dia mengadu, "Bu Amanda, Herisa menumpahkan kopi ke gambar Vania dan Janice!"Raut wajah Amanda menjadi muram. Dia menoleh dan melihat Herisa yang ketakutan.Herisa menjelaskan dengan wajah merah, "Bu Amanda, aku benar-benar nggak sengaja. Aku melakukan hal ini setiap hari dan nggak pernah terjadi kesalahan. Semua orang di sini bisa bersaksi untukku."Para rekan yang pernah mendapatkan bantuan dari Herisa segera membelanya."Bu Amanda, Herisa memang membantu menyiapkan kopi untuk semua orang setiap hari. Dia sangat hati-hati, nggak pernah melakukan kesalahan. Kejadian kali ini pasti nggak disengaja.""Herisa biasanya yang paling rajin bekerja dan nggak pernah mengeluh. Dia juga nggak punya niat buruk."Semua orang memberikan pembelaan untuk melindungi Herisa. Hal ini membuat Malia y
Vania memegang flashdisk dengan erat. Lagi pula, tujuannya sudah tercapai. Proses sudah tidak penting.Vania memperingatkan, "Lain kali, lakukan sesuatu dengan hati-hati. Aku membawamu masuk, tapi kamu malah nggak sebaik Herisa. Setidaknya ada rekan kerja yang membelanya. Dia juga mendapatkan keuntungan tanpa usaha, sedangkan kamu ....""Maaf," ucap Malia sambil menunduk dengan bersalah.Vania malas bicara omong kosong dengan Malia. Dia berjalan melewatinya dan masuk ke ruang kantor.Beberapa saat kemudian, Malia mengangkat kepalanya dengan perlahan. Tatapannya sangat tajam. Ketika berbalik, dia hampir bertabrakan dengan Herisa.Herisa tidak mengatakan apa-apa dan langsung pergi. Setelah berjalan beberapa langkah, dia tiba-tiba berbalik dan tersenyum pada Malia.Malia seketika tersentak. Ketika dia hendak memastikan sesuatu, Herisa sudah pergi. Apakah ini ilusi?Satu jam kemudian, di ruang rapat. Sera dan Amanda saling menyapa sebelum duduk."Silakan mulai. Aku masih ada urusan lain na
Jason tersenyum. "Baiklah, aku akan menunggu."Saat Jason menerima Vega yang agak memberontak, Hady langsung tertegun saat menatap mereka. "Pantas saja aku merasa kamu begitu familier, kalian berdua ....""Keluarga pasien! Keluarga pasien!" teriak perawat."Aku segera ke sana," jawab Hady.Setelah Hady pergi, Vega mengangkat kepala dan menatap wajah Jason. Namun, dia tidak menangis ataupun marah.Meskipun anak itu ada di depan mata, Jason masih merasa semuanya tidak nyata. Dia memeluk Vega dengan lebih erat dan menarik Vega agar lebih dekat dengan hati-hati. Saat dia bisa mencium aroma khas tubuh Vega dan bahkan ada sedikit bau Janice yang samar-samar, dia baru berani yakin anak ini adalah Vega di mimpinya. Hanya saja, wajah anak ini lebih bulat daripada wajah Vega di mimpinya.Mulut Jason bergerak, seolah-olah ada banyak hal yang ingin ditanyanya. Namun, saat dia hendak membuka mulut, Vega yang berada dalam pelukannya bergerak beberapa kali dan menunjuk mesin penjual otomatis di loron
Saat pria itu hendak memakaikan kalung itu pada istrinya, Jason tiba-tiba menggenggam pergelangan tangan pria itu. "Kalung ini dari mana?"Nada bicara Jason yang dingin membuat pria itu terkejut dan menjawab, "Dari ... Vega Jewelry. Bosnya adalah orang dari desa kami. Dia menjual perhiasan, sangat hebat."Wanita yang baru saja melewati kontraksinya pun meninju suaminya. "Apanya yang penjual perhiasan? Ini namanya desainer perhiasan.""Ya, aku memang mudah lupa," kata pria itu.Jason menatap desain pita yang pita yang istimewa itu. Dari lekukan hingga ukiran yang kecil-kecil di atasnya, semuanya itu adalah gaya khas Janice. Tenggorokannya terasa kering dan bertanya dengan suara serak, "Siapa?""Ja .... Ah! Sakit sekali!" teriak wanita itu tiba-tiba sebelum selesai menjawab pertanyaan Jason, lalu mencengkeram suaminya dan Jason dengan erat.Begitu pintu lift terbuka, kebetulan ada seorang perawat yang melihat kejadian itu dan segera memanggil orang untuk membantu. Saat dokter bertanya te
Nama yang tertera di sepatu itu adalah Vega.Saat itu, seorang guru yang sedang menjaga ketertiban di lokasi itu segera berlari mendekat. "Mama Vega, Vega nggak ada di sini. Anak-anak yang terluka parah sudah segera dibawa ke rumah sakit kota.""Terluka parah?" tanya Janice dengan suara bergetar.Guru itu menggigit bibirnya, lalu berkata, "Kepala sekolah sudah pergi ke sana, kamu juga segera pergi ke sana saja."Janice baru saja hendak berbalik, tetapi tubuhnya langsung ambruk.Arya segera memapah Janice. "Aku antar kamu ke rumah sakit."Janice hanya bisa menahan air matanya dan menganggukkan kepala. Setelah berlari ke rumah sakit dan diberi petunjuk oleh perawat, dia pun menemukan lantai tempat para korban kecelakaan TK dirawat. Di tengah kerumunan, dia langsung menemukan gurunya Vega. "Guru, mana Vega? Dia baik-baik saja, 'kan?""Vega baik-baik saja. Saat aku membawanya untuk menghindar, aku terpaksa membawanya bersamaku ke rumah sakit karena aku harus buru-buru mengantar para korban
Begitu mendengar terjadi kecelakaan di TK, Janice tanpa ragu langsung berlari keluar. Arya dan Louise segera mengikuti dari belakang."Kenapa bisa terjadi kecelakaan mobil di TK?" tanya Arya."TK ini dibangun di lereng. Saat bus pariwisata turun dari bukit, sopirnya juga nggak tahu kenapa nggak menginjak rem dan langsung menerobos masuk ke TK. Saat itu banyak anak-anak yang sedang bermain .... Aduh, tunggu aku!" jelas Louise.Hanya mendengar penjelasan singkat dari Louise, naluri menyelamatkan sebagai seorang dokter membuat Arya langsung tahu kecelakaan ini sangat parah.Saat ini, sebuah bus besar terjepit di tembok TK. Bagian depan bus sudah menerobos masuk ke lapangan bermain sepenuhnya, sedangkan bagian belakangnya tergantung. Banyak orang di sekitar yang sedang membantu dan banyak anak yang diangkut keluar dengan menangis terisak-isak.Janice segera berlari mendekat dan menarik seorang anak yang sedang memegang lengannya. Anak itu adalah teman sekelas Vega. "Mana Vega?"Anak itu me
"Wanita apa? Panggil aku Wanita Ganas Pengayun Golok Tengah Malam," kata Louise yang berdiri di depan Janice dan melihat pria di depannya dengan tatapan ganas.Pria itu bertanya sambil mendesis, "Kamu penulis komik itu, 'kan?"Louise merapikan rambutnya, lalu berkata dengan suara yang menjadi manis, "Kamu ini penggemar fanatik, 'kan?""Aku bukan penggemar fanatik, aku adalah dewa," kata pria itu dengan kesal, lalu melempar sapunya dan menepuk debu di pakaiannya. Setelah itu, dia berjalan melewati Louise dan mendekati Janice.Melihat pria itu sudah mengejar sampai sini, Janice merasa tidak perlu bersembunyi lagi. Lagi pula, pria ini sudah melihatnya mengantar anak. Dia menepuk bahu Louise dan berkata dengan tak berdaya, "Aku kenal dia."Louise terkejut, lalu mulai menebak-nebak. "Jangan-jangan dia ini ... ayahnya Vega?""Jangan sembarang berbicara. Kalau ada yang mendengar, aku akan mati," kata pria itu dengan marah.Mendengar perkataan itu, Janice tersenyum dan menggelengkan kepala kar
Zion segera maju dan memapah Landon. Saat melihat luka Landon dari dekat, dia langsung mengernyitkan alis. "Pukulan Pak Jason terlalu keras."Landon mengambil handuk dan menyeka sudut bibirnya. "Sudahlah, anggap itu pelampiasan saja. Kalau dia sudah menemukan tempat ini, kita sepertinya nggak bisa menipunya dengan bilang hanya kebetulan saja. Lebih baik beri Janice sedikit waktu lagi.""Tuan Landon, kamu sebenarnya punya niat pribadi juga, 'kan? Kamu ingin lebih dulu menemukan Nona Rachel daripada Pak Jason, 'kan?" kata Zion.Landon sama sekali tidak membantah. Dia sering berpikir apakah semuanya akan berbeda jika dia yang bertemu dengan Janice terlebih dahulu. Oleh karena itu, kali ini dia juga ingin mengambil risiko. "Zion, terus selidiki jejak Janice. Harus lebih cepat dari Pak Jason.""Baik," jawab Zion.....Setelah kembali ke kamar, Jason mengambil handuk dan menyeka tangannya yang terluka dengan tatapan dingin dan ekspresi cuek.Norman baru saja ingin mendekat dan menenangkan, t
"Biar aku saja," kata Dipo."Nggak perlu. Kamu ini baru pulang seminggu sekali, cepat pergi lihat orang tuamu," kata Janice sambil tersenyum dan menggendong Vega, lalu berbalik dan masuk ke penginapan.Dipo terbata-bata sejenak, lalu akhirnya memutuskan untuk pergi.Louise mengikuti Janice dan berkata, "Dokter Dipo sepertinya tertarik padamu dan sangat baik dengan Vega juga. Kenapa kamu malah menolaknya?""Sekarang kehidupanku cukup baik, aku hanya butuh Vega saja," jawab Janice sambil memeluk Vega dengan erat. Dia berpikir orang tidak boleh terlalu serakah.Louise mengangkat bahunya dan bertanya dengan penasaran, "Jangan-jangan kamu masih memikirkan ayahnya Vega? Dia itu pria berengsek."Janice langsung menutup telinga Vega. "Jangan sampai anak kecil mendengarnya.""Baiklah. Oh ya. Tadi ada pria yang super tampan datang ke sini, penampilannya itu seperti model," kata Louise sambil terus menggerakkan tangannya.Janice hanya menganggukkan kepala dengan cuek, sama sekali tidak memedulika
Saat Janice dan Dipo sedang membicarakan beberapa hal, Louise pergi keluar sambil memegang lolipop. Namun, Vega ternyata tidak berada di sana, dia pun terkejut sampai berkeringat dingin. Dia segera menarik salah satu karyawan dan bertanya, "Mana Vega?"Karyawan itu menunjuk ke toko hadiah di sebelah dan berkata, "Dia ke sana untuk cari makan dan minum lagi."Tetangga serta orang-orang di sekitar sana sudah sangat akrab dan Vega juga anak kecil satu-satunya di jalan itu, sehingga semua orang sangat menyayanginya.Louise baru saja hendak menghela napas lega, tetapi tatapannya tiba-tiba tertuju ke seberang jalan. "Wah .... Pria super tampan!"Karyawan itu pun terkekeh-kekeh. "Mulutmu jangan terbuka begitu .... Memang tampan, tapi kenapa rasanya agak familier?""Kamu jangan bodoh begitu, lihat aku saja," kata Louise sambil merapikan rambutnya dan hendak berjalan ke arah pria itu.Namun, karyawan itu menghentikan Louise. "Kamu yakin mau pakai piama ke sana?"Mendengar perkataan itu, Louise
Karakter dalam komik itu fiktif dan gambar anak kecil itu juga hanya mirip dengan Vega sekitar 70% sampai 80% saja. Oleh karena itu, tidak bisa dibilang identik dan tidak termasuk dengan pelanggaran privasi juga. Namun, Louise sangat menyukai Vega, tentu saja tidak ingin mempersulit Janice. "Kalau begitu, nanti aku akan klarifikasi dan ubah penampilan bayi itu.""Baiklah," jawab Janice.Begitu percakapan keduanya selesai, televisi di dinding ruang tamu penginapan tiba-tiba menayangkan berita yang sedang viral. Berita itu berisi gambaran Jason yang memapah Rachel masuk ke dalam rumah sakit, sedangkan Rachel terlihat bergerak dengan sangat pelan. Reporter berspekulasi program kehamilan mereka sudah berhasil.Saat melihat gambaran di layar televisi, Janice langsung tercekat. Setelah dia pergi, Anwar selalu mencari kesempatan di berbagai acara untuk mengumumkan pasangan suami istri itu sedang berusaha memiliki anak. Belakangan ini, Rachel juga ikut mengiakan kabar itu. Dia berpikir seperti