Tracy dan Yoshua berdiri dengan kepala tertunduk di depan Anwar. Tidak ada lagi ekspresi puas seperti sebelumnya.Di sisi lain, berdiri Zachary dan Ivy dengan ekspresi agak masam. Ivy memberi isyarat mata kepada Janice dengan hati-hati.Janice segera menyerahkan kotak hadiah dan menyapa dengan sopan, "Kakek, maaf mengganggu hari ini. Ini hadiah yang kubeli, semoga kamu suka.""Hm, terima kasih." Anwar hanya melirik kotak hadiah itu tanpa terlalu peduli. Namun, dia cukup puas dengan sikap Janice yang tahu bagaimana seharusnya bersikap sebagai tamu.Anwar melambaikan tangannya ke kepala pelayan. Kepala pelayan pun menyerahkan hadiah itu kepada pelayan untuk disimpan. Dia bahkan malas untuk menanyakan isinya.Janice sudah memprediksi bahwa Anwar akan mengabaikannya seperti ini, jadi dia tidak merasa terkejut. Dia menunduk dan berdiri di samping Ivy, berperan sebagai orang yang tidak terlihat.Ruangan sunyi, suasana semakin tegang. Tiba-tiba, Tracy maju dan berlutut di depan Anwar. Sambil
Janice sama sekali tidak menyangka Tracy akan tiba-tiba menyerbu ke arahnya. Dia pun kehilangan keseimbangan dan jatuh ke lantai.Tangannya secara naluriah menahan tubuhnya, jadi telapak tangannya langsung menekan pecahan cangkir yang dipecahkan oleh Anwar tadi.Rasa sakit langsung menyebar ke seluruh tubuhnya, membuat Janice kehilangan kemampuan untuk melawan. Dia hanya bisa membiarkan Tracy menyeretnya.Ivy sontak tersadarkan. Dia langsung berlari untuk menarik Tracy. "Lepaskan putriku!"Namun, Tracy yang sekarang hanya berpikir untuk membela Yoshua. Dia punya kekuatan yang luar biasa!Tracy menarik syal Janice dengan kuat, lalu berteriak dengan tajam, "Ayah, lihat! Aku punya bukti! Aku akan buktikan kalau dia selalu menggoda Jason selama ini!"Syal yang mengencang itu membuat Janice sulit bernapas. Ketika dia merasa tercekik, Zachary akhirnya berhasil menarik Tracy yang gila itu. Pada saat yang sama, syal itu juga terlepas darinya.Ivy buru-buru melindungi Janice dan bertanya dengan
Saat ini, Tracy sudah mencari ke seluruh permukaan syal, tetapi tidak menemukan inisial J yang disulam dengan benang emas."Ini nggak mungkin! Pasti ada di sisi lainnya!"Tracy memeriksa kembali, menyusuri kain itu sebanyak tiga kali. Namun, tetap tidak menemukan bukti yang diinginkannya.Anwar mulai kehilangan kesabarannya. "Sudah ketemu?"Tracy tampak panik. Dia terus memeriksa, "Aku pasti bisa menemukannya! Pasti ada di syal ini!""Kak Tracy, apa ini yang kamu cari?"Jason mengeluarkan sebuah syal dari bawah mantel. Di atasnya terlihat jelas inisial J yang disulam."Gimana bisa begini? Ini nggak mungkin!" Tracy menatap Jason dengan tidak percaya.Jason meletakkan syal itu di sandaran kursi, lalu berucap dengan dingin, "Semua orang tahu syal ini sangat penting bagiku. Mana mungkin aku memberikannya kepada orang lain secara sembarangan?"Janice merasa seperti ada yang mengamatinya. Namun, ketika dia mendongak sedikit, tidak ada apa-apa di depannya.Tracy merasa dirinya telah dipermalu
Janice merasa sesak. Saat dia menyadari tatapan aneh dari Yoshua, semua sudah terlambat. Yoshua telah memberi isyarat mata kepada Tracy.Saat Janice menarik syalnya, Tracy sontak menariknya, membuat Janice kehilangan keseimbangan dan terjatuh.Meskipun akhirnya Janice bisa menstabilkan tubuhnya, bekas gigitan di lehernya terpampang jelas di depan Anwar.Tracy menahan tangan Janice, lalu menunjuk bekas gigitan itu dan berkata, "Ayah, lihat! Aku nggak bohong! Ini adalah bukti dia punya hubungan dengan Jason! Ini jelas bekas gigitan pria!"Janice langsung menutup lehernya dengan tangan dan membantah, "Bukan! Ini nggak ada hubungannya dengan Paman!""Kamu terus bilang nggak ada hubungannya. Kalau begitu, kenapa kamu tidur dengan Jason hari itu? Jangan bilang itu cuma kecelakaan. Kami tahu isi hatimu dengan jelas! Kamu dan ibumu sama saja! Sama-sama mengincar pria kaya!"Tracy semakin emosional sehingga menyeret Ivy ke dalam masalah ini. Saat melihat Zachary hendak berdiri, Janice segera be
Anwar duduk dengan ekspresi tenang tanpa mengatakan apa pun. Namun, tatapannya yang tajam tertuju pada Jason. Dia menunggu Jason memberi tanggapan.Janice menunduk, melihat telapak tangannya yang berdarah. Namun, dia tidak merasakan sakit. Ini karena dia sudah cukup menderita dan cukup terpojok.Meskipun demikian, serangan mematikan tetap datang. Jason melirik Janice dengan tatapan yang dalam. Ekspresinya datar tanpa kelembutan sedikit pun. "Itu bukan urusanku."Luka di telapak tangan terus menggosok jaket wol. Serpihan kecil yang tertinggal semakin masuk ke dalam daging, tetapi Janice sudah mati rasa.Yoshua merangkul Janice yang kaku, lalu tersenyum sambil berucap, "Terima kasih atas restunya, Paman."Jika ada orang luar yang melihat, mereka mungkin berpikir bahwa Yoshua memiliki perasaan yang mendalam terhadap Janice. Namun, hanya Janice yang tahu bahwa kata-katanya itu hanya untuk mengalahkan seseorang. Sayangnya, Yoshua salah besar. Jason sama sekali tidak peduli padanya.Pandanga
Pisau buah itu diambil Janice dari nampan buah di meja ruang tamu. Dia punya firasat bahwa Jason akan datang. Sesuai dugaannya, Jason datang. Namun, pisau Janice berhasil ditahannya.Jason menjepit mata pisau dengan mudah. Tidak peduli sekuat apa Janice mendorong, usahanya tetap sia-sia.Mata Janice memerah. Terlihat kebencian yang membara di matanya. Namun, wajahnya pucat pasi. Hanya bibirnya yang merah karena digigit dengan kuat.Jason menatapnya dengan tatapan suram. Ketika Janice hendak menyerah, pisau buah itu malah menggores telapak tangan Jason. Darah seketika mengucur.Janice tertegun. Jason hanya bertanya dengan tenang, "Gimana rasanya?""Dasar gila! Kamu memang gila!" Janice melemparkan pisau buah itu dan berbalik untuk pergi. Namun, pria di belakangnya sontak meraih leher belakangnya dan membalikkan tubuhnya.Jason mendekapkan Janice ke pelukannya, lalu menciumnya dengan ganas. Janice terbelalak sambil memukul Jason. Namun, Jason sama sekali tidak peduli, bahkan ciumannya me
Lukanya terlihat cukup mengerikan.Janice masih mencoba untuk melawan, tetapi Jason menarik paksa tangannya. Lengan kekar Jason melingkar di belakang tubuhnya untuk membatasi gerakannya."Jangan gerak. Kamu nggak mau tanganmu lagi?" Suara berat yang disertai napas panas itu mengenai telinga Janice. Jason sama sekali tidak memberinya ruang untuk melawan.Demi tangannya, Janice akhirnya diam. Sejak meninggalkan rumah Keluarga Karim, lukanya terasa sangat sakit. Bahkan, dia tidak mendengar apa yang dikatakan Ivy kepadanya lagi.Jason mengambil cairan salin dari kotak P3K. Dengan suara rendah, dia berucap, "Tahan sedikit."Sebelum Janice sempat bereaksi, Jason sudah mulai membersihkan lukanya. Rasa sakit itu membuat bulu kuduknya meremang. Jari tangannya sampai bergetar.Rasanya seperti ada sesuatu yang merayap-rayap di dalam dagingnya. Janice tidak tahan dan ingin menarik tangannya, tetapi Jason menggenggamnya dengan semakin kuat.Saat berikutnya, Janice merasakan sensasi aneh di sekitar
Sebelum Jason menyelesaikan ucapannya, Janice sontak melawan dengan sekuat tenaga. Seluruh kekesalan dan kebenciannya seolah-olah meledak. Dia tidak peduli pada apa yang ingin dikatakan Jason. Dia hanya ingin pergi dari sini."Paman, nggak usah bahas soal ini denganku. Aku nggak peduli! Aku nggak peduli pada Yoshua, apalagi kamu! Aku sudah muak!" pekik Janice yang sama sekali tidak menyadari aura berbahaya yang dipancarkan oleh Jason. Tatapan Jason benar-benar suram. Dia menahan dagu Janice, lalu mengangkatnya dengan kuat. "Nggak peduli?"Di bawah tatapan Jason, Janice tetap bergetar ketakutan. Setelah menggertakkan giginya, dia baru mengangguk. "Ya! Aku ... um!"Tanpa memberi Janice kesempatan untuk berpikir ataupun menyelesaikan ucapannya, Jason sontak menekan dagunya dan menciumnya.Janice mengangkat tangan untuk melawan, tetapi Jason malah menahan tangannya di jendela mobil. Semakin digenggam semakin erat. Telapak tangan Janice terasa sakit kembali. Jason sengaja, dia memang ingin
"Wanita apa? Panggil aku Wanita Ganas Pengayun Golok Tengah Malam," kata Louise yang berdiri di depan Janice dan melihat pria di depannya dengan tatapan ganas.Pria itu bertanya sambil mendesis, "Kamu penulis komik itu, 'kan?"Louise merapikan rambutnya, lalu berkata dengan suara yang menjadi manis, "Kamu ini penggemar fanatik, 'kan?""Aku bukan penggemar fanatik, aku adalah dewa," kata pria itu dengan kesal, lalu melempar sapunya dan menepuk debu di pakaiannya. Setelah itu, dia berjalan melewati Louise dan mendekati Janice.Melihat pria itu sudah mengejar sampai sini, Janice merasa tidak perlu bersembunyi lagi. Lagi pula, pria ini sudah melihatnya mengantar anak. Dia menepuk bahu Louise dan berkata dengan tak berdaya, "Aku kenal dia."Louise terkejut, lalu mulai menebak-nebak. "Jangan-jangan dia ini ... ayahnya Vega?""Jangan sembarang berbicara. Kalau ada yang mendengar, aku akan mati," kata pria itu dengan marah.Mendengar perkataan itu, Janice tersenyum dan menggelengkan kepala kar
Zion segera maju dan memapah Landon. Saat melihat luka Landon dari dekat, dia langsung mengernyitkan alis. "Pukulan Pak Jason terlalu keras."Landon mengambil handuk dan menyeka sudut bibirnya. "Sudahlah, anggap itu pelampiasan saja. Kalau dia sudah menemukan tempat ini, kita sepertinya nggak bisa menipunya dengan bilang hanya kebetulan saja. Lebih baik beri Janice sedikit waktu lagi.""Tuan Landon, kamu sebenarnya punya niat pribadi juga, 'kan? Kamu ingin lebih dulu menemukan Nona Rachel daripada Pak Jason, 'kan?" kata Zion.Landon sama sekali tidak membantah. Dia sering berpikir apakah semuanya akan berbeda jika dia yang bertemu dengan Janice terlebih dahulu. Oleh karena itu, kali ini dia juga ingin mengambil risiko. "Zion, terus selidiki jejak Janice. Harus lebih cepat dari Pak Jason.""Baik," jawab Zion.....Setelah kembali ke kamar, Jason mengambil handuk dan menyeka tangannya yang terluka dengan tatapan dingin dan ekspresi cuek.Norman baru saja ingin mendekat dan menenangkan, t
"Biar aku saja," kata Dipo."Nggak perlu. Kamu ini baru pulang seminggu sekali, cepat pergi lihat orang tuamu," kata Janice sambil tersenyum dan menggendong Vega, lalu berbalik dan masuk ke penginapan.Dipo terbata-bata sejenak, lalu akhirnya memutuskan untuk pergi.Louise mengikuti Janice dan berkata, "Dokter Dipo sepertinya tertarik padamu dan sangat baik dengan Vega juga. Kenapa kamu malah menolaknya?""Sekarang kehidupanku cukup baik, aku hanya butuh Vega saja," jawab Janice sambil memeluk Vega dengan erat. Dia berpikir orang tidak boleh terlalu serakah.Louise mengangkat bahunya dan bertanya dengan penasaran, "Jangan-jangan kamu masih memikirkan ayahnya Vega? Dia itu pria berengsek."Janice langsung menutup telinga Vega. "Jangan sampai anak kecil mendengarnya.""Baiklah. Oh ya. Tadi ada pria yang super tampan datang ke sini, penampilannya itu seperti model," kata Louise sambil terus menggerakkan tangannya.Janice hanya menganggukkan kepala dengan cuek, sama sekali tidak memedulika
Saat Janice dan Dipo sedang membicarakan beberapa hal, Louise pergi keluar sambil memegang lolipop. Namun, Vega ternyata tidak berada di sana, dia pun terkejut sampai berkeringat dingin. Dia segera menarik salah satu karyawan dan bertanya, "Mana Vega?"Karyawan itu menunjuk ke toko hadiah di sebelah dan berkata, "Dia ke sana untuk cari makan dan minum lagi."Tetangga serta orang-orang di sekitar sana sudah sangat akrab dan Vega juga anak kecil satu-satunya di jalan itu, sehingga semua orang sangat menyayanginya.Louise baru saja hendak menghela napas lega, tetapi tatapannya tiba-tiba tertuju ke seberang jalan. "Wah .... Pria super tampan!"Karyawan itu pun terkekeh-kekeh. "Mulutmu jangan terbuka begitu .... Memang tampan, tapi kenapa rasanya agak familier?""Kamu jangan bodoh begitu, lihat aku saja," kata Louise sambil merapikan rambutnya dan hendak berjalan ke arah pria itu.Namun, karyawan itu menghentikan Louise. "Kamu yakin mau pakai piama ke sana?"Mendengar perkataan itu, Louise
Karakter dalam komik itu fiktif dan gambar anak kecil itu juga hanya mirip dengan Vega sekitar 70% sampai 80% saja. Oleh karena itu, tidak bisa dibilang identik dan tidak termasuk dengan pelanggaran privasi juga. Namun, Louise sangat menyukai Vega, tentu saja tidak ingin mempersulit Janice. "Kalau begitu, nanti aku akan klarifikasi dan ubah penampilan bayi itu.""Baiklah," jawab Janice.Begitu percakapan keduanya selesai, televisi di dinding ruang tamu penginapan tiba-tiba menayangkan berita yang sedang viral. Berita itu berisi gambaran Jason yang memapah Rachel masuk ke dalam rumah sakit, sedangkan Rachel terlihat bergerak dengan sangat pelan. Reporter berspekulasi program kehamilan mereka sudah berhasil.Saat melihat gambaran di layar televisi, Janice langsung tercekat. Setelah dia pergi, Anwar selalu mencari kesempatan di berbagai acara untuk mengumumkan pasangan suami istri itu sedang berusaha memiliki anak. Belakangan ini, Rachel juga ikut mengiakan kabar itu. Dia berpikir seperti
Di Moonsea Bay.Janice baru saja menyerahkan kalung yang didesainnya untuk istri Hady si kurir itu.Hady tersenyum dan berkata, "Apa Vega sebentar lagi akan jadi seleb ya?"Janice yang kebingungan pun bertanya, "Apa maksudmu?""Istriku lihat gambar Vega saat sedang melihat-lihat video. Dia bilang sekarang banyak orang yang bilang dia mirip seseorang yang sangat terkenal ... namanya aku sudah lupa."Setelah mengatakan itu, perhatian Hady langsung tertuju pada kalung di dalam kotak. "Wah. Nona Janice, kamu benar-benar hebat. Aku nggak menyangka hanya dengan empat jutaan saja sudah bisa membeli kalung yang begitu bagus. Istriku pasti suka."Hady menutup kotaknya dengan hati-hati, lalu menyimpannya ke dalam saku di dalam jaketnya.Namun, Janice masih memikirkan perkataan Hady tadi. "Hady, gambar Vega apa yang tadi kamu maksud?""Itu komik yang digambar Nona Tukang Jerit di penginapanmu. Istriku bilang ceritanya sangat lucu dan karakter bayi yang baru muncul itu yang begitu mirip dengan Veg
Tanpa perlu dijelaskan, Norman tahu Arya pasti mengerti orang yang dimaksudnya adalah Janice. Dia meminta Arya melakukan itu karena merasa foto itu mungkin bisa membantu Jason di saat krusial.Saat terpikir Jason, Arya tersenyum pahit. Dia adalah orang yang paling mengerti kondisi Jason selama tiga tahun ini. Hanya saja, rencana seperti ini sering tiba-tiba berubah.Setelah mengajukan cuti dan hendak memesan tiket pesawat ke Kota Genggi, ponsel Arya tiba-tiba menerima pesan dari Zion.[ Aku menemani tuan mudaku dinas ke Kota Genggi. Bagaimana kalau aku terbang ke Kota Pakisa untuk bertemu denganmu? Tenang saja, aku nggak membawa anak. ]Arya langsung menyadari Zion juga sudah tahu dan merasa ada firasat buruk.Firasat buruk Arya memang benar. Pada detik berikutnya, Norman pun menerima perintah dari Jason. "Pak Jason sudah tahu Pak Landon pergi ke Kota Genggi. Dia suruh aku mengatur perjalanannya ke sana juga.""Habis sudah ...." Arya langsung merasa kesulitan.Keduanya pun akhirnya sep
Lima menit kemudian, Arya sudah terikat di kursi kantornya. Dia menatap Norman dan berkata sambil tersenyum, "Jangan main-main lagi, sebentar lagi aku harus keliling kamar pasien."Norman bersandar di meja dan berkata dengan ekspresi serius, "Minggu ini giliranmu jaga klinik, jadi kamu nggak perlu keliling kamar pasien. Jangan harap bisa menghindar. Cepat katakan, itu anak siapa?""Punya Zion," jawab Arya dengan sangat serius dan tegas.Sudut bibir Norman berkedut, lalu mengernyitkan alisnya dan berkata, "Kamu tahu maksudku."Arya mengalihkan pandangannya. "Hanya komik, kebetulan saja.""Kalau hanya kita bertiga yang mirip dengan karakter di komik itu, masih bisa dibilang kebetulan. Tapi, penampilan anak kecil itu hanya kamu, aku, dan Pak Jason saja yang tahu, siapa yang bisa gambar sampai begitu detail? Kecuali dia benar-benar ada. Perlu aku teruskan lagi?" jelas Norman."Bisakah kamu nggak seperti Pak Jason? Aku benar-benar nggak tahu," kata Arya sambil memalingkan wajahnya dengan gu
Saat Janice mengatakan itu, Louise merasa makin bersemangat. "Aku tiba-tiba dapat inspirasi, aku naik ke atas dulu."Melihat Louise berlari dengan cepat, Janice juga tidak terlalu memikirkannya karena kebetulan jam di dinding menunjukkan sudah waktunya untuk menjemput anak. Dia berjalan kaki menuju TK di kota. Pukul setengah empat, kelas penitipan anak pun pulang terlebih dahulu. Seorang anak kecil memakai topi kuning dan rambutnya dikepang dua berlari terhuyung-huyung ke arahnya."Mama, aku rindu kamu," kata Vega.Janice menggendong Vega, lalu mengeluarkan sebuah permen dari sakunya. "Guru bilang hari ini kamu paling baik, jadi ini hadiah untukmu.""Wah. Mama, terima kasih," kata Vega dengan sepasang mata yang terlihat bersinar, bahkan sempat mengecup pipi Janice.Setiap kali Vega mengecupnya seperti ini, Janice selalu merasa sangat bersyukur telah pergi dari kehidupan sebelumnya karena sekarang Vega akhirnya kembali lagi ke sisinya. Tanpa kehidupan yang mewah sekaligus menyesakkan se