เข้าสู่ระบบJanice berjalan ke belakang Jason, lalu membungkuk dan melingkarkan kedua tangannya di lehernya. "Kamu lagi mikirin apa?"Jason menoleh sedikit. "Coba tebak."Janice menebak. "Hubungan Yosep dan Anwar dalam masalah ini."Jason melengkungkan bibir. "Belajarnya bagus. Coba jelaskan.""Yosep ingin mendepak begitu banyak orang dari Keluarga Karim, itu terlalu sulit. Kecuali Pak Anwar mengizinkannya atau ...."Janice tidak melanjutkan. Dia yakin Jason pasti sudah memahaminya. Sebenarnya dia lebih berharap kemungkinan kedua itu benar.Jason berkata, "Aku menyuruh orang menanyakannya pada keluarga kepala pelayan. Katanya dia sudah lama nggak pulang."Janice mengingat. "Kepala pelayan itu biasanya pulang satu hari setiap minggu. Aku sudah bertahun-tahun di Keluarga Karim, nggak pernah dengar dia nggak pulang."Bagaimanapun, dia juga punya keluarga sendiri.Jason berkata dengan nada datar, "Kecuali dia punya urusan yang lebih penting sehingga nggak bisa pulang.""Di seluruh Keluarga Karim, sela
Chelsea tidak menyangka dirinya juga dikelabui."Tapi Janice juga bilang kalian melihat sendiri Pak Anwar dan mereka berdua ngobrol sambil tertawa. Itu nggak mungkin salah, 'kan? Lalu, apa gunanya Yosep menyuruh mereka berdua menyebarkan kabar itu?"Ini juga bagian yang Janice dan Jason tidak bisa pahami. Kalau ingin tahu alasannya yang sebenarnya, sepertinya hanya bisa tanya langsung pada orangnya.Janice menoleh pada Jason. "Jason, hari ini 'kan ada rapat besar perusahaan. Pak Anwar seharusnya hadir juga. Kalian bertemu nggak?""Ya. Setelah rapat selesai, dia langsung pergi. Sisanya semua diserahkan pada Yosep," jawab Jason."Dia sekarang memihak Yosep terang-terangan seperti ini?" Janice terkejut.Jason tidak berbicara, wajahnya tenang.Chelsea mencibir. "Berarti omongan dua wanita itu sama sekali nggak bisa dipercaya?"Janice menggeleng. "Belum tentu. Kamu juga bilang mereka berdua sangat sombong sekarang. Ada beberapa informasi yang pasti akan mereka bocorkan tanpa sadar.""Golf!
Saat terus bercerita, Chelsea tiba-tiba mengeluarkan suara bingung. Dia meletakkan teh susu dan balik bertanya, "Janice, bukannya kamu bilang kondisi tubuh Pak Anwar sebelumnya kurang baik? Kenapa tiba-tiba jadi begitu ... penuh energi?""Aku nggak tahu. Hari itu, waktu kami bertemu Pak Anwar di rumah Keluarga Karim, kami juga merasa napasnya kuat sekali, sama sekali nggak seperti orang yang sedang sakit," jawab Janice."Pantas saja, dua orang itu sampai mengeluh kalau Anwar terlalu berenergi.""Mereka masih bilang apa lagi?""Mereka bilang Yosep sangat berbakti pada Anwar. Sampai mengawasi Anwar minum obat. Telat sedikit saja nggak boleh," jawab Chelsea.Dalam benak Janice, kembali muncul gambaran dari kehidupan sebelumnya. Saat itu, Yosep mendesak Anwar makan obat.Obat itu pasti bermasalah. Namun, Janice tetap tidak mengerti apa sebenarnya tujuan Yosep.Dia memiliki kekuasaan di Keluarga Karim karena Anwar mendukungnya. Tanpa Anwar, dia paling-paling hanya dianggap anak haram.Saat
Leah mendekat ke Yosep dan berbisik satu kalimat di telinganya.Mata Yosep langsung berbinar. Dia menatap Leah dengan serius. "Benarkah?""Tentu saja, ini buktinya." Leah mengeluarkan selembar dokumen dari tas dan menyerahkannya kepada Yosep.Setelah membaca, wajah Yosep tampak semakin gembira.Senia tidak mengerti. "Ada apa?"Yosep menyerahkan dokumen itu kepada Senia.Setelah melihat, Senia segera mendongak sambil tersenyum. "Leah, ini benar-benar kabar besar."Perubahan panggilan itu langsung membuat hubungan mereka tampak lebih dekat.Verica menyesap teh, mengangkat alis. "Kita semua sekarang ada di kapal yang sama. Entah demi Keluarga Azhara atau demi Yosep, aku akan mengerahkan seluruh kemampuanku."Yosep tertawa. "Bu, jangan bicara seformal itu. Mana mungkin kami meragukanmu? Kita bisa di situasi sekarang pun semua berkat Ibu.""Bagus kalau kamu mengerti. Aku sudah menghubungi kenalan lama di luar negeri. Asal barang diserahkan tepat waktu, nanti bukan hanya uang, tapi kekuasaan
Di ruang permainan, Anwar mengambil sepotong buah yang disodorkan ke bibirnya, lalu lanjut mengeluarkan kartu."Menang.""Semangat Pak Anwar bagus, peruntungannya juga bagus," kata seorang aktris.Anwar langsung mengeluarkan setumpuk uang tunai dan menaruhnya di depan mereka. "Sudah, sudah, jangan memuji terus. Kalian pergi buat teh.""Baik." Dua aktris itu segera berdiri dan berebut pergi membuat teh.Anwar melihat ke arah sahabatnya, masih ingin main dua putaran lagi. Namun, sahabatnya itu bersandar di kursi sambil tertawa."Stamina kami nggak sebanding denganmu. Kami sudah tua. Lihat kartu terlalu lama saja sudah pusing.""Maaf membuat kalian tertawa," ujar Anwar sambil tersenyum.Saat itu, Yosep menyerahkan obat. "Ayah, minum obat dulu.""Taruh saja, aku mau minum teh dulu." Anwar mengernyit.Aktris itu langsung menimpali, "Tehnya sebentar lagi siap. Tunggu sebentar ya."Mendengar itu, Yosep meliriknya dengan tidak senang.Aktris itu segera menunduk. "Pak Anwar, airnya sepertinya d
Anwar adalah orang yang otoriter. Dia tidak mungkin menyerahkan tempat yang sangat penting seperti kediaman Keluarga Karim ini untuk dikelola orang lain. Meskipun orang itu adalah anak kandungnya sendiri.Janice teringat dengan ekspresi kepala pelayan itu yang sepertinya ingin mengatakan sesuatu, tetapi akhirnya menahan diri. "Mungkin kepala pelayan itu tahu apa yang sebenarnya telah terjadi. Bagaimana kalau kita cari kesempatan untuk diam-diam bertanya padanya?"Jason malah berkata, "Di belakang kepala pelayan itu juga ada wajah-wajah baru."Janice langsung tertegun. Yang berarti, rumah ini sekarang sudah berada di bawah kendali Yosep sepenuhnya.Ivy berdiri dengan cemas, "Jangan-jangan Anwar ingin lebih awal menyerahkan keluarga Karim ini pada Yosep? Aku dengar dari Zachary, belakangan ini kondisi Anwar memang kurang baik sejak keluar rumah sakit. Selama itu, Yosep yang selalu menemaninya. Anwar memang menyukai Yosep, jangan-jangan ...."Jason tidak mengatakan apa-apa, hanya memutar






