Rachel menggenggam pergelangan tangan Janice, tidak terlalu erat, tetapi tetap memberikan tekanan.Janice mengangkat kepala, menatap mata penuh harapan milik Rachel. Saat itu juga, dia mengerti makna di balik kata-kata Rachel."Iya." Janice mengangguk, menyembunyikan jejak ejekan dan ironi di matanya.Sebenarnya, kekhawatiran Rachel tidak berdasar. Semua orang tahu betapa baiknya Jason padanya. Namun, semua ini karena Rachel terlalu mencintai Jason.Mendengar jawaban itu, Rachel mengeluarkan sebuah kotak kecil dari dalam tas dan menyerahkannya kepada Janice. Dia tersenyum. "Janice, terima kasih."Janice memegang kotak itu dengan canggung, tidak tahu harus berbuat apa.Kebetulan, Jason dan Landon yang sedang berada di ruang makan menyadari kedua wanita itu tak kunjung keluar dari dapur. Jadi, mereka menghampiri untuk melihat."Ada apa?" Jason mengernyit menatap Janice.Rachel segera berdiri dan menarik lengan Jason. "Ini bukan salah Janice. Mungkin aku berdiri terlalu lama. Tasku jatuh
Wanita mana pun yang mendengar ucapan Landon pasti akan merasa terharu. Namun, Janice tidak ingin terpengaruh begitu saja.Dia tersenyum dan menggeleng pelan. "Pak Landon, kamu nggak perlu seperti ini. Dengan segala yang kamu miliki, kamu pasti bisa menemukan seseorang yang lebih cocok.""Bukankah seharusnya aku yang menentukan cocok atau nggak?" tanya Landon dengan serius.Sambil menatap matanya, Janice seketika kehilangan kata-kata."Sudahlah, aku nggak akan memaksamu. Hari ini pasti melelahkan sekali, istirahatlah yang baik." Landon menunjuk salah satu dokumen di tangannya. "Universitas ini cukup bagus."Janice menunduk melihatnya dan tertawa. "Aku tahu Keluarga Luthan memiliki cabang bisnis di negara ini.""Kamu lihat itu? Ternyata kamu cukup mengenalku." Landon tidak pernah menutupi niatnya.Kejujuran seperti ini adalah sesuatu yang belum pernah Janice rasakan sebelumnya. Sejak kecil, karena tidak memiliki ayah, banyak orang berspekulasi bahwa dia adalah anak haram. Namun, dia tid
Janice menunduk. Kedua tangannya gemetar hingga terpaksa mencengkeram gagang pintu erat-erat, begitu kuat hingga terasa sakit di persendiannya.Dengan linglung, dia kembali ke sofa. Entah sudah berapa lama dia duduk di sana, tiba-tiba bel pintu kembali berbunyi.Janice langsung berdiri, hampir membuka pintu tanpa berpikir. Namun, saat tangannya terangkat, dia ragu sejenak, lalu menurunkannya kembali.Bel berbunyi semakin cepat dan mendesak, hingga akhirnya orang di luar langsung membuka pintu dan masuk.Janice membuka mulut, terdiam ketika melihat siapa yang masuk. "Kak Naura?""Kenapa kamu nggak jawab? Aku sampai kira terjadi sesuatu padamu," ucap Naura dengan cemas."Aku baik-baik saja.""Kalau memang baik-baik saja, kenapa ada begitu banyak obat tergantung di pintu?" Naura lantas menyerahkan kantong obat kepada Janice.Janice merasakan kantong itu cukup berat. Saat menunduk melihat isinya, semua obat di dalamnya adalah salep luka bakar. Dia tahu pasti ini dari Jason.Naura melongok
Di lantai bawah, Norman tidak menyangka Jason akan turun secepat itu. Dia buru-buru keluar dari mobil dan mendekat, lalu segera melihat bahwa bosnya masih memegang berkas yang sebelumnya dibawa ke atas."Pak Jason, Bu Janice nggak mau menerimanya? Bukankah ini universitas yang paling dia inginkan? Begitu kamu tahu dia ingin melanjutkan studi, kamu langsung menghubungi universitas dan susah payah mengatur kesempatan wawancara ini."Jason meletakkan dokumen itu ke dada Norman. "Cari cara untuk memberitahunya, tapi jangan sampai dia tahu kalau aku yang mengatur ini.""Pak Jason ...."Jason tidak menanggapi, langsung naik ke mobil. Norman hanya bisa menghela napas sebelum akhirnya menyetir pergi.....Keesokan harinya, Janice kembali menerima kiriman bunga dari Landon. Namun, kali ini dia jauh lebih berani. Jika sebelumnya hanya memberi sinyal, kali ini dia langsung mengirim sebuket besar mawar.Warna merah muda yang lembut seketika mencerahkan seluruh kantor. Janice merapikan buket itu, l
[ Sebenarnya aku ingin tanya, lusa kamu ada waktu nggak? Aku ingin kamu menemaniku ke sebuah acara. ]Setelah membaca pesan itu, Janice langsung membalas.[ Acara apa? ][ Ayahku datang. Aku ingin memperkenalkanmu padanya. ]Janice terkejut. Jemarinya melayang-layang di atas layar ponsel, lalu akhirnya menghapus kata-kata yang semula diketik.Ucapan Fiona tadi ada benarnya. Orang kaya mana yang tidak ingin mencari pasangan yang sepadan? Sekalipun ayah Landon adalah orang yang berpikiran terbuka, dia tidak mungkin bersedia menerima seseorang dengan latar belakang seperti dirinya.Akhirnya, Janice hanya membalas singkat.[ Lupakan saja, aku cukup sibuk belakangan ini. ][ Sebenarnya, ayahku yang ingin bertemu denganmu. Bagaimanapun, adikku akan segera menikah, sedangkan aku sebagai kakak sudah lajang bertahun-tahun. ]Janice terdiam setelah membaca pesan itu. Dia sudah membayangkan banyak hal, tetapi tidak pernah membayangkan bahwa Landon ingin menikahinya, bahkan dengan begitu mendesak.
Rachel merasa bingung. Ketika dia hendak bertanya lagi kepada ayahnya, tiba-tiba terdengar suara dari arah pintu.Semua orang menoleh. Terlihat Elaine dan Fiona berjalan masuk, satu di depan dan satu di belakang.Yang satu adalah bibinya, sementara yang satu lagi adalah sahabat sekaligus pengiring pengantinnya. Sudah pasti mereka tidak akan absen dalam acara makan hari ini.Keduanya melangkah maju untuk memberi salam. Pihak keluarga Karim pun menunjukkan sikap yang sopan dengan mengangguk sebagai balasan.Fiona melirik ke sekeliling ruangan. Dengan begitu banyak orang di tempat ini, dia merasa kurang nyaman untuk bertanya secara langsung. Sebagai gantinya, dia diam-diam melirik Elaine.Elaine memberi anggukan kecil sebelum maju dan bertanya, "Rachel, kenapa kakakmu belum datang?"Rachel mengangkat bahu sedikit dan tersenyum. "Aku juga baru saja menanyakannya pada Ayah."Ibrahim menatap mereka dengan curiga. "Aku nggak nyangka Landon menutupinya dari kalian. Dia sedang menunggu pacarnya
Seperti menyadari tatapannya, Landon menoleh dan tersenyum tipis, lalu merangkulnya."Karena semua sudah datang, ayo kita duduk."Semua orang mengangguk dan mulai mengambil tempat duduk masing-masing.Janice melewati Jason dengan tenang. Saat hendak duduk, dia sempat bingung mana kursi yang seharusnya dia tempati.Sekarang Landon adalah kepala keluarga, jadi status dan posisinya hampir setara dengan Jason. Biasanya, orang-orang yang duduk di dekatnya adalah para tetua yang posisinya diurut sesuai senioritas.Namun, hubungan antara dirinya dan Landon hanya sebatas pacar. Duduk di tempat yang sejajar dengan para tetua rasanya kurang pantas.Saat dia masih ragu, salah satu senior yang datang bersama Ibrahim menunjuk kursi di sebelah Landon. "Janice, duduk saja di sini. Aku terlalu gemuk. Kalau duduk di sana, aku bisa ambil dua tempat sekaligus."Senior itu mengusap perutnya dan tertawa hingga matanya nyaris tak terlihat. Dia tampak sangat ramah.Janice buru-buru menolak, "Nggak perlu, Pam
Semua orang menatap Jason dengan ekspresi tak percaya. Siapa pun tahu bahwa Anwar paling pantang disebut tua.Namun, Jason bukan hanya mengatakannya secara terang-terangan, tetapi juga menyebut bahwa Anwar melantur setelah minum alkohol. Ini sama saja dengan menjatuhkan harga diri Anwar.Wajah Anwar menegang. Saking emosinya, matanya yang biasanya tajam tampak menjadi sedikit buram sesaat. Dia tidak percaya bahwa Jason berani mengatakan hal seperti itu tentang dirinya.Janice pun tidak percaya. Dia tidak mengerti mengapa Jason melakukan hal ini. Dia pun perlahan mengangkat kepalanya. Matanya sedikit bergetar saat melihat jawaban yang sebenarnya.Rachel menggenggam tangan Jason dengan wajah pucat, ekspresinya penuh kekhawatiran, seolah-olah bisa pingsan kapan saja.Keluarga Luthan juga menatap Jason dengan penuh kecurigaan. Jason menelan ludah, lalu akhirnya menatap lurus ke depan dengan ekspresi tenang. Semua orang mengira bahwa dia sedang melihat Landon.Kemudian, dengan suara rendah
Karakter dalam komik itu fiktif dan gambar anak kecil itu juga hanya mirip dengan Vega sekitar 70% sampai 80% saja. Oleh karena itu, tidak bisa dibilang identik dan tidak termasuk dengan pelanggaran privasi juga. Namun, Louise sangat menyukai Vega, tentu saja tidak ingin mempersulit Janice. "Kalau begitu, nanti aku akan klarifikasi dan ubah penampilan bayi itu.""Baiklah," jawab Janice.Begitu percakapan keduanya selesai, televisi di dinding ruang tamu penginapan tiba-tiba menayangkan berita yang sedang viral. Berita itu berisi gambaran Jason yang memapah Rachel masuk ke dalam rumah sakit, sedangkan Rachel terlihat bergerak dengan sangat pelan. Reporter berspekulasi program kehamilan mereka sudah berhasil.Saat melihat gambaran di layar televisi, Janice langsung tercekat. Setelah dia pergi, Anwar selalu mencari kesempatan di berbagai acara untuk mengumumkan pasangan suami istri itu sedang berusaha memiliki anak. Belakangan ini, Rachel juga ikut mengiakan kabar itu. Dia berpikir seperti
Di Moonsea Bay.Janice baru saja menyerahkan kalung yang didesainnya untuk istri Hady si kurir itu.Hady tersenyum dan berkata, "Apa Vega sebentar lagi akan jadi seleb ya?"Janice yang kebingungan pun bertanya, "Apa maksudmu?""Istriku lihat gambar Vega saat sedang melihat-lihat video. Dia bilang sekarang banyak orang yang bilang dia mirip seseorang yang sangat terkenal ... namanya aku sudah lupa."Setelah mengatakan itu, perhatian Hady langsung tertuju pada kalung di dalam kotak. "Wah. Nona Janice, kamu benar-benar hebat. Aku nggak menyangka hanya dengan empat jutaan saja sudah bisa membeli kalung yang begitu bagus. Istriku pasti suka."Hady menutup kotaknya dengan hati-hati, lalu menyimpannya ke dalam saku di dalam jaketnya.Namun, Janice masih memikirkan perkataan Hady tadi. "Hady, gambar Vega apa yang tadi kamu maksud?""Itu komik yang digambar Nona Tukang Jerit di penginapanmu. Istriku bilang ceritanya sangat lucu dan karakter bayi yang baru muncul itu yang begitu mirip dengan Veg
Tanpa perlu dijelaskan, Norman tahu Arya pasti mengerti orang yang dimaksudnya adalah Janice. Dia meminta Arya melakukan itu karena merasa foto itu mungkin bisa membantu Jason di saat krusial.Saat terpikir Jason, Arya tersenyum pahit. Dia adalah orang yang paling mengerti kondisi Jason selama tiga tahun ini. Hanya saja, rencana seperti ini sering tiba-tiba berubah.Setelah mengajukan cuti dan hendak memesan tiket pesawat ke Kota Genggi, ponsel Arya tiba-tiba menerima pesan dari Zion.[ Aku menemani tuan mudaku dinas ke Kota Genggi. Bagaimana kalau aku terbang ke Kota Pakisa untuk bertemu denganmu? Tenang saja, aku nggak membawa anak. ]Arya langsung menyadari Zion juga sudah tahu dan merasa ada firasat buruk.Firasat buruk Arya memang benar. Pada detik berikutnya, Norman pun menerima perintah dari Jason. "Pak Jason sudah tahu Pak Landon pergi ke Kota Genggi. Dia suruh aku mengatur perjalanannya ke sana juga.""Habis sudah ...." Arya langsung merasa kesulitan.Keduanya pun akhirnya sep
Lima menit kemudian, Arya sudah terikat di kursi kantornya. Dia menatap Norman dan berkata sambil tersenyum, "Jangan main-main lagi, sebentar lagi aku harus keliling kamar pasien."Norman bersandar di meja dan berkata dengan ekspresi serius, "Minggu ini giliranmu jaga klinik, jadi kamu nggak perlu keliling kamar pasien. Jangan harap bisa menghindar. Cepat katakan, itu anak siapa?""Punya Zion," jawab Arya dengan sangat serius dan tegas.Sudut bibir Norman berkedut, lalu mengernyitkan alisnya dan berkata, "Kamu tahu maksudku."Arya mengalihkan pandangannya. "Hanya komik, kebetulan saja.""Kalau hanya kita bertiga yang mirip dengan karakter di komik itu, masih bisa dibilang kebetulan. Tapi, penampilan anak kecil itu hanya kamu, aku, dan Pak Jason saja yang tahu, siapa yang bisa gambar sampai begitu detail? Kecuali dia benar-benar ada. Perlu aku teruskan lagi?" jelas Norman."Bisakah kamu nggak seperti Pak Jason? Aku benar-benar nggak tahu," kata Arya sambil memalingkan wajahnya dengan gu
Saat Janice mengatakan itu, Louise merasa makin bersemangat. "Aku tiba-tiba dapat inspirasi, aku naik ke atas dulu."Melihat Louise berlari dengan cepat, Janice juga tidak terlalu memikirkannya karena kebetulan jam di dinding menunjukkan sudah waktunya untuk menjemput anak. Dia berjalan kaki menuju TK di kota. Pukul setengah empat, kelas penitipan anak pun pulang terlebih dahulu. Seorang anak kecil memakai topi kuning dan rambutnya dikepang dua berlari terhuyung-huyung ke arahnya."Mama, aku rindu kamu," kata Vega.Janice menggendong Vega, lalu mengeluarkan sebuah permen dari sakunya. "Guru bilang hari ini kamu paling baik, jadi ini hadiah untukmu.""Wah. Mama, terima kasih," kata Vega dengan sepasang mata yang terlihat bersinar, bahkan sempat mengecup pipi Janice.Setiap kali Vega mengecupnya seperti ini, Janice selalu merasa sangat bersyukur telah pergi dari kehidupan sebelumnya karena sekarang Vega akhirnya kembali lagi ke sisinya. Tanpa kehidupan yang mewah sekaligus menyesakkan se
[ Hubungan kita cukup sampai di sini saja. ]Jason menatap tulisan itu cukup lama sebelum akhirnya kembali tersadar. Tenggorokannya kering, suaranya serak saat berkata, "Tega sekali ...."Seolah-olah sudah bisa menebak isi surat itu, wajahnya tetap datar tanpa ekspresi. Jason lantas meletakkan kedua surat itu berdampingan, mengambil dua gelang kapibara dari dalam lemari.Plak. Suara kecil terdengar saat gelang itu melingkar erat di pergelangan tangannya. Dia mengepalkan tangannya, menatap lekat-lekat dua kalimat yang menghantam hatinya.[ Kita jadian yuk. ][ Hubungan kita cukup sampai di sini saja. ]Seakan-akan baru saja mendapatkan sesuatu di detik sebelumnya, lalu langsung kehilangan di detik berikutnya.Wajah Jason perlahan memucat, matanya memerah. Dia menunduk sedikit untuk menyembunyikan kesedihannya."Janice, kembalilah."....Tiga tahun kemudian, di Moonsea Bay. Kurir bernama Hady sedang mengangkat paket-paket ke dalam mobil."Bu Janice, sepertinya tahun ini toko online-mu la
Kebetulan tangannya menyentuh kunci itu. Kira-kira, kunci yang satu lagi untuk apa?Jason mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan, tetapi tidak melihat lemari yang terkunci. Dia pun berdiri dan melangkah ke kamar utama, ruangan yang paling tidak ingin dia buka. Meskipun sudah berlalu begitu lama, aroma Janice masih memenuhi setiap sudut ruangan.Pandangannya akhirnya tertuju pada satu-satunya lemari di sudut ruangan yang tidak ditutupi kain penutup debu, seolah-olah sedang menuntunnya.Jason membawa kunci itu mendekat dan membukanya dengan mudah. Yang terpampang di depan adalah semua hal yang berkaitan dengan dirinya dan Janice. Janice tidak membawa apa pun.Bahkan, gelang kapibara yang mereka menangkan bersama di pasar malam bertahun-tahun lalu pun masih ada di sana.Dua gelang itu tersimpan di dalam lemari, masing-masing menekan dua pucuk surat. Satu surat beramplop merah muda sudah tampak memudar warnanya, jelas sudah ada sejak bertahun-tahun yang lalu.Yang satu lagi hanya amplop
Jason sangat paham arti sebenarnya dari desakan Anwar soal anak. Selain untuk mengikatnya, itu juga cara agar Keluarga Karim dan Keluarga Luthan terikat erat satu sama lain.Jason tidak akan membiarkan Anwar mendapatkan apa yang dia inginkan. Karena itulah, dia sudah mempersiapkan segalanya sejak awal.Saat ini, seluruh ruang makan menjadi hening. Bahkan saat sendok di tangan Rachel jatuh ke lantai, tidak ada yang bereaksi.Semua orang tahu Ivy tidak bisa punya anak, sementara Zachary lebih memilih terus diserang daripada menceraikannya. Jadi, satu-satunya harapan garis keturunan Keluarga Karim ada pada Jason.Kini, Jason telah melakukan vasektomi. Itu artinya, dia benar-benar memutus harapan Anwar.Dada Anwar naik turun. Dia menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya berbicara, "Jangan bercanda seperti itu. Aku cuma seorang ayah yang ingin melihat cucuku lahir dengan mataku sendiri.""Kamu sudah punya cucu. Namanya Yoshua. Lupa secepat itu?" timpal Jason dengan datar."Yang sudah berl
"Kenapa aku merasa Jason sekarang lebih pendiam dari sebelumnya?""Katanya tahun pertama pernikahan itu manis seperti madu, tapi lihat deh dia, apa kelihatan kayak pengantin baru?""Shh!"Seseorang menegur pelan.Dua orang yang sedang berbicara itu langsung diam saat melihat Rachel berjalan pelan di belakang Jason.Rachel mendengarnya, menggigit bibir sambil mempertahankan senyum di wajahnya.Saat makan siang, semua orang duduk sesuai dengan tempat duduk yang sudah ditentukan. Zachary dan Ivy memandangi ruangan, baru melihat nama mereka di pojok ruangan.Kebetulan saat itu Elaine masuk, menatap posisi duduk di barisan depan, lalu melihat ke arah mereka berdua dan mengejek dengan tawa sinis.Zachary menatap Ivy dengan pasrah. "Kalau kamu nggak enak badan, aku bisa minta orang antar kamu pulang dulu."Ivy tersenyum. "Nggak apa-apa. Dulu kita makan jajanan di pinggir jalan juga santai saja, 'kan? Di sini juga tenang. Kamu itu bagian dari Keluarga Karim, nggak usah bikin keadaan tambah can