Anwar berdiri dengan tegap dan ekspresinya terlihat serius. "Bu Elaine, kalau kamu sudah berbicara seperti ini, kamu pasti punya rencana, 'kan?""Ya," jawab Elaine sambil tersenyum sinis.....Tiga hari kemudian.Saat pergi ke rumah sakit untuk pemeriksaan ulang, Janice melihat lima ikan emas di kantor Arya yang berenang dengan lincah.Melihat ikan-ikan itu, Arya menghela napas dan berkata, "Mau bawa satu buat masak dengan sambal?"Janice mencibir, "Kalau mau makan, kenapa nggak kamu dulu yang makan?""Aku nggak mau ribut dengan dia," jawab Arya dengan santai sambil menundukkan kepala dan memeriksa laporan medis.Janice tahu Arya adalah orang yang lembut hati. Saat menunggu Arya selesai memeriksa pasien, dia sempat mengobrol sebentar dengan perawat di luar dan baru tahu Arya pernah dikejar pasien yang terlalu percaya takhayul. Saat itu, Zion yang membantu Arya dan bahkan hampir ditikam.Landon juga pernah mengungkit Zion bukan hanya murid yang disponsori ayahnya, tetapi seorang yatim p
Setelah meninggalkan rumah sakit, Janice langsung naik taksi menuju cabang perusahaan Grup Luthan. Dia melihat jam tangannya karena Landon ada rapat yang berlangsung sekitar dua jam pada sore harinya. Dia datang tepat waktu, tetapi dia sengaja menunggu lima menit baru mengirim pesan pada Landon.[ Rapatnya sudah selesai? ]Hanya dalam beberapa saat, Landon langsung membalas.[ Hampir selesai. Ada apa? ]Janice membalas sambil tersenyum.[ Datang menjemput pacar pulang kerja. ]Setelah mengirim pesan itu, Janice mengirim fotonya dengan latar gedung perusahaan pada Landon.Melihat foto itu, Landon langsung membalas.[ Aku segera ke sana. ]Janice tersenyum saat melihat balasan pesan itu, lalu mengangkat kepalanya dan menikmati langit senja yang indah.Beberapa saat kemudian, Landon sudah keluar dari gedung. Dia langsung meraih tangan Janice untuk mengecek suhunya dan berkata, "Kenapa nggak tunggu di dalam?"Janice baru saja ingin menjawab, tetapi dia secara refleks menarik kembali tangan
Setelah itu, Janice melihat jam tangannya. "Sudah hampir waktunya, ayo kita naik ke lantai atas.""Ya," jawab Landon.Setelah itu, keduanya berbalik dan menuju eskalator. Namun, baru berjalan beberapa langkah, mereka sudah mendengar suara yang familier dari arah belakang."Kak Landon.""Pak Landon."Saat itu, Janice tidak menyangka bisa bertemu dengan Rachel dan Fiona di tempat ini.Rachel terlihat jauh lebih sehat daripada sebelumnya dan tetap ramah terhadap Janice.Namun, Janice yang merasa agak canggung hanya bisa tersenyum, lalu mengalihkan pandangannya ke tempat lain. Tepat pada saat itu, dia malah melihat tatapan Fiona yang meremehkan. Dia malas meladeni Fiona, sehingga dia pun menatap Landon yang berdiri di sampingnya.Landon mengernyitkan alis dan berkata, "Kamu baru agak sembuh, kenapa sudah keluar lagi?""Ini demi urusan acara pernikahan. Pengelola acaranya bilang dekorasi bunganya harus ditentukan sekarang, tapi Pak Jason mana mungkin mengerti hal seperti ini. Jadi, aku send
Saat Janice masih sedang menatap tiket film, pemeran utama wanitanya tiba-tiba berteriak. Tangannya langsung bergetar karena terkejut, ponselnya akhirnya terjatuh ke lantai dan layarnya langsung mati. Sialnya, ponselnya malah terjatuh tepat di samping kaki orang di sebelahnya.Janice meminta maaf dengan pelan. "Maaf, bisakah kamu geser kakimu sedikit? Ponselku jatuh, sebentar saja."Orang itu tidak menjawab, tetapi kakinya yang panjang bergeser sebentar.Janice segera jongkok karena tidak berani berlama-lama dan meraba lantai untuk mencari ponselnya. Namun, keadaan di dalam bioskop sangat gelap, tangannya akhirnya tidak sengaja menyentuh kaki orang itu. Dia tidak berani mengangkat kepala karena merasa canggung.Namun, orang itu tiba-tiba menggerakkan kakinya dan mencondongkan tubuh ke arah Janice, lalu bertanya, "Perlu aku bantu mencarinya?"Begitu mendengar suara itu, Janice langsung mengangkat kepalanya. Wajah orang terlihat samar karena keadaan di dalam bioskop gelap, tetapi sepasan
"Siapa yang ingin minum bekas kamu?" kata Janice, lalu sengaja mengeluarkan teh susu lainnya yang masih belum dibuka dan menggoyangkannya di depan Jason dengan maksud menantang.Tepat pada saat itu, layar menjadi terang sejenak, sehingga Janice melihat Jason sedang tersenyum. Dia langsung bertanya-tanya mengapa Jason tersenyum.Saat Janice meminum teh susu miliknya, pasangan di sampingnya berbisik."Film dan teh susu untuk pasangan, hari ini kamu senang, 'kan?""Senang, tapi film ini sangat menjijikkan. Bajingan mana yang sudah merekomendasi film ini untuk pasangan?"Saat mendengar teh susu pasangan, Janice secara refleks melihat gelas di tangannya dan tangan Jason. Pantas saja Jason tersenyum, ternyata ini adalah minuman untuk pasangan. Saat membeli kupon minuman di daring, dia hanya tahu minuman ini adalah menu terbaru dan tidak memperhatikan desain gelasnya. Dia segera meletakkan teh susunya.Jason tidak menonton film, melainkan menatap gelas dari teh susu itu. Dia mendekati Janice
Saat Jason menggenggam pergelangan tangan pria itu dengan makin erat, pria itu langsung kesakitan sampai keringatnya mengalir dengan deras.Wanita itu tidak tega melihatnya segera berkata, "Maaf, tadi aku yang nggak sengaja menyenggol Nona ini."Jason menatap wanita itu dengan dingin. "Ternyata kamu bisa minta maaf?"Ekspresi wanita itu terlihat merasa bersalah karena dia tahu siapa yang sebenarnya bersalah. Namun, melihat Janice hanya seorang diri, dia pun membiarkan pacarnya menyalahkan Janice."Bukan minta maaf padaku, tapi ke ...."Jason berhenti sejenak saat melihat Janice mengernyitkan alis, lalu melanjutkan, "Minta maaf padanya."Wanita itu langsung menoleh ke Janice, lalu berkata dengan tulus, "Maafkan aku. Bisa tolong suruh pacarmu melepaskan pacarku?"Melihat banyak orang yang memperhatikan mereka dan khawatir akan menimbulkan masalah, Janice memperingatkan, "Bermain-main di tangga sangat berbahaya, kelak lebih berhati-hati saja."Begitu mendengar perkataan itu, ekspresi Jaso
"Pak Jason, jangan pakai trik seperti ini lagi. Yang palsu tetap palsu, nggak akan pernah jadi asli. Aku sudah bukan anak kecil lagi," lanjut Janice, lalu langsung melempar bunga itu ke tempat sampah.Mendengar perkataan itu, Jason langsung tertegun.Sementara itu, Janice langsung berlari ke taksi. Setelah masuk ke dalam mobil dan melihat sosok Jason yang makin menjauh di luar jendela, dia mengalihkan pandangannya dengan tenang."Nona? Nona? Ada apa?"Saat mendengar suara sopir, pikiran Janice yang melayang baru fokus kembali.Sopir kembali bertanya, "Mau ke mana? Aku sudah tanya berkali-kali.""Maaf," kata Janice, lalu segera memberi tahu alamat tujuannya. Setelah itu, dia kembali melihat ke luar jendela dan melamun.Beberapa saat kemudian, sopir itu kembali berkata, "Nona, kenapa kamu linglung seperti ini? Ponselmu sudah berdering sejak tadi."Janice langsung melihat ponselnya dan ternyata telepon itu dari Landon."Janice, kamu sudah pulang?" tanya Landon."Masih di taksi."Setelah m
Begitu teh susu itu dibuang ke tempat sampah, Jason keluar dari kamar tamu dan segera mengambil kantong itu. Dia melirik Rachel dengan tanpa ekspresi dan tatapan yang dingin, seolah-olah sedang menatap orang asing. Namun, dia tidak mengatakan apa pun, melainkan langsung membawa kantong itu ke kamar sambil memperingatkan dengan tenang, "Kamar tamu sudah siap, istirahatlah lebih awal."Rachel yang tidak percaya dengan apa yang dilihatnya pun mencengkeram meja dengan erat dan matanya langsung memerah. "Kenapa kamu nggak marah padaku? Aku bukan orang yang lemah. Kalau kamu nggak senang atau nggak nyaman, kamu boleh marah padaku."Dia tidak ingin Jason bersikap seolah-olah tidak merasakan apa pun. Dia merasa pernikahan ini hanya untuk menikah pada Jason dan Keluarga Karim saja, tetapi tidak pernah memiliki hati Jason. Dia menatap Jason dengan tatapan memohon, berharap Jason bisa bereaksi sedikit.Namun, Jason tetap tenang dan tatapannya kosong. "Jangan berpikir terlalu banyak, kesehatanmu l
Hanya dari perbandingan desain, Zion langsung tahu bahwa kalung itu adalah karya Janice. Dia memang ada di sini.Zion melanjutkan, "Aku menemukan kalung milik ibu hamil itu dipesan secara custom oleh suaminya di toko perhiasan daring bernama Vega Jewelry. Lokasinya juga ada di Moonsea Bay. Penulis komik itu juga tinggal di Moonsea Bay."Landon mengangguk. "Masih ingat waktu Rachel ngotot ingin punya anak? Aku ingat dia bilang sudah menyiapkan nama anaknya, namanya ....""Vega. Dia belum hamil, tapi dia sudah yakin banget kalau itu anak perempuan," ucap Zion.Landon menatap nama toko perhiasan itu, seakan-akan semakin yakin. "Sepertinya nama ini Rachel dengar langsung dari mulut Jason."Begitu kalimat itu selesai dilontarkan, ponsel Zion berbunyi."Pak, dia baru saja pulang dari rumah sakit. Jangan-jangan dia sudah tahu Bu Janice dan anaknya di Moonsea Bay? Setahuku di Moonsea Bay cuma punya satu TK, hari ini baru saja ada kejadian."Kening Landon berkerut. "Berarti semua omonganku wakt
Janice kembali menggendong Vega, lalu menurunkannya dan mulai berkemas lagi. Saat hendak pergi, dia teringat pada kecelakaan di taman kanak-kanak.Dia mengenal sebagian besar anak-anak di sana. Jadi, dia segera membuka ponsel dan mentransfer 100 juta kepada guru, dengan catatan untuk anak-anak yang terluka.Tak lama kemudian, guru mengembalikan uang itu dan mengirimkan sebuah pesan.[ Mama Vega, Pak Jason sudah menanggung seluruh biaya pengobatan anak-anak yang terluka. ]Kenapa Jason bisa ada di rumah sakit? Jangan-jangan dia memang datang untuk menyumbang?Saat sedang berpikir, guru mengirim pesan lagi.[ Kata Kepala Sekolah, Pak Jason memang sudah lama ada di grup donor darah. Tapi karena nggak bisa donor darah, dia cuma menyumbang. Ternyata masih banyak orang baik di dunia ini. Terima kasih, Mama Vega. Bagaimana kondisi Vega sekarang? ][ Baik. Oh ya, aku ingin mengajukan cuti seminggu untuk Vega. ][ Boleh. Mohon tetap perhatikan kondisi Vega ya. Kalau ada masalah, beri tahu kami
Jason menggigit bibirnya. "Bagaimana kalau kami nggak setuju?"Jason menjawab dengan tenang, "Aku akan membuatmu setuju."Namun, kalimat ini terdengar seperti ancaman bagi Janice. Dia menatap Jason dengan tajam, lalu memasukkan tangannya yang sudah diobati ke dalam sakunya. Saat Jason sedang mengobati luka di tangan lainnya, dia mengeluarkan tongkat listrik mini anti pemerkosa.Setelah disetrum, tubuh Jason langsung menjadi kaku. Dia menatap Janice dan bertanya dengan nada bicara yang biasanya dingin dan sombong menjadi serak, "Apa kamu begitu membenciku?""Benci! Aku benci kamu!" teriak Janice sambil memalingkan wajahnya.Jason langsung terjatuh ke tanah dengan kuat.Setelah mematikan tongkat listrik itu, Janice segera menggendong Vega dan berlari keluar.Beberapa detik kemudian, Jason membuka matanya. Setelah perlahan-lahan bangkit dan menepuk debu dari pakaiannya, dia menatap ke arah perginya Janice sambil menghela napas. Saat seorang perawat masuk, dia langsung melirik dan memperin
Teringat dengan putrinya, Janice akhirnya berhenti melangkah dan memberi isyarat pada putrinya untuk segera ke sampingnya. Namun, Vega yang sedang memegang susunya pun langsung menarik keluar kakinya dari dalam jaket Jason sebagai isyarat dia tidak memakai sepatu. Dia hanya bisa berjalan mendekat, lalu mengulurkan tangan dan berusaha untuk tetap tenang. "Pak Jason, ini bukan anakmu.""Apa aku sudah tanya?" kata Jason sambil menarik pakaiannya dan membungkus kaki Vega, lalu perlahan-lahan berdiri di depan Janice.Saat Jason menatapnya, Janice merasa punggungnya sudah penuh dengan keringat dingin. Tatapan Jason terlihat dominan dan obsesif, tetapi terasa ada sebuah perasaan yang berbeda saat mendekatinya sampai dia tidak bisa bergerak sedikit pun. Dia menggigit bibirnya karena menyadari Jason pasti sudah menyelidiki segalanya baru bisa muncul di sini.Namun, saat Janice ingin menghindar, tatapannya malah bertemu dengan tatapan Jason. Begitu keduanya saling memandang, waktu terasa berhent
Jason tersenyum. "Baiklah, aku akan menunggu."Saat Jason menerima Vega yang agak memberontak, Hady langsung tertegun saat menatap mereka. "Pantas saja aku merasa kamu begitu familier, kalian berdua ....""Keluarga pasien! Keluarga pasien!" teriak perawat."Aku segera ke sana," jawab Hady.Setelah Hady pergi, Vega mengangkat kepala dan menatap wajah Jason. Namun, dia tidak menangis ataupun marah.Meskipun anak itu ada di depan mata, Jason masih merasa semuanya tidak nyata. Dia memeluk Vega dengan lebih erat dan menarik Vega agar lebih dekat dengan hati-hati. Saat dia bisa mencium aroma khas tubuh Vega dan bahkan ada sedikit bau Janice yang samar-samar, dia baru berani yakin anak ini adalah Vega di mimpinya. Hanya saja, wajah anak ini lebih bulat daripada wajah Vega di mimpinya.Mulut Jason bergerak, seolah-olah ada banyak hal yang ingin ditanyanya. Namun, saat dia hendak membuka mulut, Vega yang berada dalam pelukannya bergerak beberapa kali dan menunjuk mesin penjual otomatis di loron
Saat pria itu hendak memakaikan kalung itu pada istrinya, Jason tiba-tiba menggenggam pergelangan tangan pria itu. "Kalung ini dari mana?"Nada bicara Jason yang dingin membuat pria itu terkejut dan menjawab, "Dari ... Vega Jewelry. Bosnya adalah orang dari desa kami. Dia menjual perhiasan, sangat hebat."Wanita yang baru saja melewati kontraksinya pun meninju suaminya. "Apanya yang penjual perhiasan? Ini namanya desainer perhiasan.""Ya, aku memang mudah lupa," kata pria itu.Jason menatap desain pita yang pita yang istimewa itu. Dari lekukan hingga ukiran yang kecil-kecil di atasnya, semuanya itu adalah gaya khas Janice. Tenggorokannya terasa kering dan bertanya dengan suara serak, "Siapa?""Ja .... Ah! Sakit sekali!" teriak wanita itu tiba-tiba sebelum selesai menjawab pertanyaan Jason, lalu mencengkeram suaminya dan Jason dengan erat.Begitu pintu lift terbuka, kebetulan ada seorang perawat yang melihat kejadian itu dan segera memanggil orang untuk membantu. Saat dokter bertanya te
Nama yang tertera di sepatu itu adalah Vega.Saat itu, seorang guru yang sedang menjaga ketertiban di lokasi itu segera berlari mendekat. "Mama Vega, Vega nggak ada di sini. Anak-anak yang terluka parah sudah segera dibawa ke rumah sakit kota.""Terluka parah?" tanya Janice dengan suara bergetar.Guru itu menggigit bibirnya, lalu berkata, "Kepala sekolah sudah pergi ke sana, kamu juga segera pergi ke sana saja."Janice baru saja hendak berbalik, tetapi tubuhnya langsung ambruk.Arya segera memapah Janice. "Aku antar kamu ke rumah sakit."Janice hanya bisa menahan air matanya dan menganggukkan kepala. Setelah berlari ke rumah sakit dan diberi petunjuk oleh perawat, dia pun menemukan lantai tempat para korban kecelakaan TK dirawat. Di tengah kerumunan, dia langsung menemukan gurunya Vega. "Guru, mana Vega? Dia baik-baik saja, 'kan?""Vega baik-baik saja. Saat aku membawanya untuk menghindar, aku terpaksa membawanya bersamaku ke rumah sakit karena aku harus buru-buru mengantar para korban
Begitu mendengar terjadi kecelakaan di TK, Janice tanpa ragu langsung berlari keluar. Arya dan Louise segera mengikuti dari belakang."Kenapa bisa terjadi kecelakaan mobil di TK?" tanya Arya."TK ini dibangun di lereng. Saat bus pariwisata turun dari bukit, sopirnya juga nggak tahu kenapa nggak menginjak rem dan langsung menerobos masuk ke TK. Saat itu banyak anak-anak yang sedang bermain .... Aduh, tunggu aku!" jelas Louise.Hanya mendengar penjelasan singkat dari Louise, naluri menyelamatkan sebagai seorang dokter membuat Arya langsung tahu kecelakaan ini sangat parah.Saat ini, sebuah bus besar terjepit di tembok TK. Bagian depan bus sudah menerobos masuk ke lapangan bermain sepenuhnya, sedangkan bagian belakangnya tergantung. Banyak orang di sekitar yang sedang membantu dan banyak anak yang diangkut keluar dengan menangis terisak-isak.Janice segera berlari mendekat dan menarik seorang anak yang sedang memegang lengannya. Anak itu adalah teman sekelas Vega. "Mana Vega?"Anak itu me
"Wanita apa? Panggil aku Wanita Ganas Pengayun Golok Tengah Malam," kata Louise yang berdiri di depan Janice dan melihat pria di depannya dengan tatapan ganas.Pria itu bertanya sambil mendesis, "Kamu penulis komik itu, 'kan?"Louise merapikan rambutnya, lalu berkata dengan suara yang menjadi manis, "Kamu ini penggemar fanatik, 'kan?""Aku bukan penggemar fanatik, aku adalah dewa," kata pria itu dengan kesal, lalu melempar sapunya dan menepuk debu di pakaiannya. Setelah itu, dia berjalan melewati Louise dan mendekati Janice.Melihat pria itu sudah mengejar sampai sini, Janice merasa tidak perlu bersembunyi lagi. Lagi pula, pria ini sudah melihatnya mengantar anak. Dia menepuk bahu Louise dan berkata dengan tak berdaya, "Aku kenal dia."Louise terkejut, lalu mulai menebak-nebak. "Jangan-jangan dia ini ... ayahnya Vega?""Jangan sembarang berbicara. Kalau ada yang mendengar, aku akan mati," kata pria itu dengan marah.Mendengar perkataan itu, Janice tersenyum dan menggelengkan kepala kar