Indah menghela nafas panjang, ia menatap Arinna dan Charles yang baru saja tidur. Indah mencium anak-anaknya dan menyelimuti mereka, lalu ia keluar dari kamar mereka.
Indah duduk di tempat tidurnya dengan gundah. Perkataan Aryo tadi kembali terngiang di benaknya. Perkataan yang sangat tajam dan membuat hati Indah terasa sangat nyeri. Indah membayangkan saat ini suaminya sedang bersenang-senang dengan rekan-rekannya. Mungkin beberapa teman Aryo dengan bangga memamerkan istri-istri mereka pada yang lain. Tapi sebaliknya, Aryo justru malu mengajak istrinya sendiri.Rasanya sudah sangat lama Indah tidak pergi keluar rumah bersama Aryo. Aryo lebih sering pergi kemanapun sendiri, terutama jika bertemu dengan teman-temannya. Aryo juga sangat jarang mengundang temannya bertandang ke rumah. Mungkin benar, Aryo merasa sangat malu mempunyai istri seperti Indah. Namun tidak hanya itu saja, Aryo juga enggan dekat dengan kedua buah hati mereka. Indah tidak dapat mengingat kapan terakhir kali ia dan Aryo pergi bersama dengan Arinna dan Charles. Indah membuka ponselnya, lalu mencoba melihat aplikasi pesan miliknya. Ia mencoba melihat, apakah suaminya membuat status terkini.Namun Indah tidak menemukan status suaminya yang menunjukkan keberadaannya di acara tersebut. Indah melihat rentetan status dari kontak yang tersimpan.Pandangan mata Indah tertuju pada kontak Clara, ada beberapa foto yang ia sematkan dalam status tersebut. Indah segera membukanya. Clara memajang foto dirinya bersama teman-temannya, dan menunjukkan betapa meriahnya acara tersebut.Indah hanya bisa melihat foto-foto itu dan mencari keberadaan suaminya. Di sebuah foto bersama yang terlihat ramai dan ceria, tiba-tiba mata Indah tertuju pada sosok suaminya. Aryo sedang merangkul seorang wanita muda nan cantik.Dalam foto itu, Aryo sangat ceria dan tersenyum lebar. Saat di rumah, sangat jarang Indah melihat Aryo tersenyum. Aryo lebih sering marah, diam, bahkan hampir tidak pernah bermain dengan Arinna dan Charles. Setiap hari Aryo pulang ketika hari telah gelap, dan lebih banyak bermain dengan ponselnya. Setelah itu Aryo akan tidur, lalu bangun di pagi hari, demikian seterusnya setiap hari.Tak heran jika Arrina dan Charles tidak dekat dengan papanya. Arinna bahkan sering ketakutan melihat Aryo marah dan bersikap kasar. Jika Aryo sudah terlihat marah dan bersuara keras, Arinna dan Charles akan langsung berlari ke pelukan Indah dan menutup kedua telinga mereka. Indah merasa kasihan melihat anak-anaknya selalu merasa takut pada papanya sendiri. Indah tidak tega melihat Arinna dan Charles yang menganggap Aryo seperti bukan ayahnya sendiri tetapi orang asing yang tidak mereka kenal.Berulangkali Indah mencoba berbicara pada Aryo, dan mengingatkan bahwa Arinna dan Charles membutuhkan sosok papanya. Namun Aryo tetap tidak peduli. Bagi Aryo, urusan mengurus dan mendidik anak-anak adalah tugas istrinya.Aryo juga tidak pernah membantu Indah mengerjakan pekerjaan rumah. Jika selesai makan, Aryo akan meninggalkan piring dan gelas di meja makan begitu saja. Urusan belanja, masak, membersihkan rumah, harus dilakukan oleh Indah sendiri. Tak jarang Indah selalu merasa kelelahan dan mengantuk di sore hari. Apalagi sambil mengerjakan pekerjaan rumahnya, Indah juga membuat kue, memasak dan menjualnya sendiri. Indah bersyukur karena pendapatannya dari berjualan kue dan makanan cukup lumayan. Ia bisa membelikan sesuatu untuk Arinna dan Charles. Tanpa Aryo sadari, Indah juga membantu mencukupi kebutuhan rumah tersebut dan membantu membayar cicilan mereka setiap bulan. Selama ini Indah juga tidak pernah membicarakan hal itu pada Aryo. Aryo menganggap usaha Indah itu hanya menghasilkan sedikit uang, yang tidak sebanding dengan gajinya setiap bulan di perusahaan.Indah tidak pernah mengeluh dan memperhitungkan semuanya itu. Indah melakukan semuanya dengan rela dan senang. Baginya yang terpenting semua kebutuhan di rumah ini bisa terpenuhi dengan baik. Namun Indah merasa kecewa, di tengah usahanya membantu perekonomian keluarga kecilnya dan mengelola keuangan dengan baik, ternyata Aryo tidak menghargai dirinya. 'Mas Aryo, mengapa dia sangat dekat dengan wanita itu? Ada hubungan apa mereka berdua?' pikir Indah.Indah menjadi semakin resah, ia merasa ada hubungan yang lain antara suaminya dengan wanita itu. Namun Indah sadar, ia tidak mungkin langsung menanyakan hal itu pada Aryo. Indah tahu suaminya akan marah besar jika dirinya menanyakan hal itu.Indah berpikir sejenak, ia harus mencari informasi mengenai suaminya. Perasaan Indah sebagai seorang istri mengatakan bahwa hati sang suami sudah tidak sepenuhnya menjadi miliknya.'Aku harus menanyakan pada Clara. Mungkin saja ia mengetahui semuanya,' kata Indah dalam hatinya.Malam itu Indah berusaha menahan diri. Ia harus bisa bersikap seperti biasanya, dan seolah tidak mencurigai apapun. Ia berencana akan menghubungi Clara besok dan mengajaknya bertemu untuk memastikan dan membicarakan semuanya itu. Indah berharap Clara akan jujur dan memberi jawaban mengenai hubungan Aryo dengan wanita dalam foto tersebut.Sudah pukul sebelas malam, dan Aryo belum juga tiba di rumah. Indah tidak dapat memejamkan matanya, pikirannya terus tertuju pada Aryo. Seharusnya acara kantor itu sudah selesai dua jam yang lalu.Indah terus bertanya dalam hatinya, dimana suaminya saat ini dan apa yang sedang ia lakukan di luar sana.'Mungkinkah Mas Aryo dan wanita itu melanjutkan acara mereka sendiri? Lalu apa yang mereka lakukan selarut ini? Seorang pria dan wanita dewasa sedang bersama. Dimana mereka saat ini?' hati Indah terasa sangat sakit. Matanya terasa panas, air matanya jatuh tak tertahan lagi.Indah menutup mulutnya, agar tangisnya tak bersuara. Seberat dan sepahit apapun perasaannya, ia tidak ingin Arinna dan Charles melihat tangisnya. Ia harus kuat dan tegar demi mereka.Indah berusaha menepis pikiran negatifnya, tapi justru ia semakin tertekan dan tak bisa berhenti menangis. Ingin rasanya ia menelepon Clara untuk memastikan semuanya itu. Namun Indah sadar ini sudah terlalu malam, ia harus bersabar dan menunggu sampai besok pagi. Indah berusaha memejamkan matanya dan tidur, tetapi ia tidak bisa tenang jika suaminya belum tiba di rumah.Pagi itu Indah masih meringkuk menghadap ke dinding. Kepalanya berdenyut pening jika ia mencoba bangun dari tempat tidurnya. Ia mendengar ibu membuka pintu kamar dan menghampirinya."Nak, suamimu datang. Dia menunggumu di teras.""Mau apa dia, Bu? Kalau mau membuat keributan lagi, suruh saja dia pergi," jawab Indah dengan malas."Sepertinya gak begitu, Nak. Dia tadi sudah minta maaf sama Ibu. Ada sesuatu yang penting yang harus dia sampaikan padamu. Temui saja dulu, Nak!" kata Ibu Indah."Iya, Bu." Indah bangkit dan duduk di tempat tidurnya. Indah menatap dirinya di cermin, penampilannya sangat menyedihkan karena wajahnya pucat, pipinya tirus karena porsi makan berkurang, dan hanya mengenakan daster. Indah segera mengganti pakaiannya, menyisir dan mengikat rambutnya, dan memakai lipstik agar tidak terlihat seperti mayat hidup.Setelah itu ia menarik nafas dalam-dalam dan kembali melihat dirinya di cermin. Tak lupa ia memasukkan alat tes kehamilan di sakunya. Indah berpikir, seandainy
"Masih mual, Nak? Bagaimana kalau ke dokter saja?" Ibu Indah menatap Indah yang berjalan perlahan keluar dari kamar mandi dengan cemas. Sudah lebih dari sepuluh kali Indah bolak-balik ke kamar mandi untuk memuntahkan isi perutnya. Wajahnya pucat, karena Indah tidak bisa menyantap makanan apapun. Ibu Indah sudah mencoba membuatkan sup ayam kampung kesukaan Indah. Namun baru saja Indah menyuapkan suapan kedua nasi dan sayurnya, ia kembali muntah. Begitupun dengan roti, buah, atau biskuit, Indah tidak sanggup menelannya. "Nak, apa mungkin.." kata Ibu Indah sambil berpikir."Apa, Bu?" tanya Indah.Ibu Indah menatap putrinya beberapa saat dan berkata, "Apa ini gejala hamil? Kemarin kamu juga mengalami gejala seperti ini, kan?" Mata Indah terbelalak, ia lalu mengambil ponselnya. Ia membuka kalender tempat ia mencatat tanggal terakhir datang bulannya. Ternyata memang tanggal itu sudah terlewat. Masalah yang terjadi bertubi-tubi membuat Indah lupa dan tidak curiga sama sekali pada gejala y
"Ini upah untukmu! Aktingmu cukup bagus, sampai berhasil membuat Sandy marah dan cemburu buta." Aryo menyerahkan satu amplop coklat di hadapan Hadi.Hadi membuka amplop itu dan menghitung sepintas isinya."Tambah donk, Bos! Lihat nih, aku sampai luka karena pukulan suaminya Indah itu. Aku butuh dana lebih untuk mengobati lukaku." Hadi mengelus pipinya yang masih lebam."Eh, enak saja! Itu sudah sesuai dengan perjanjian kita," tolak Aryo."Tapi kan kemarin pernjanjiannya gak ada adegan pukul-pukulan seperti ini, Bos. Kalau tahu akan luka begini, aku pasti minta tarif lebih tinggi," ujar Hadi."Sudah, terima saja dulu uangnya. Nanti aku lapor sama Nona Daisy dulu."Aryo dan Daisy sudah membuat sebuah siasat untuk membuat Sandy dan Indah salah paham. Aryo meminta Hadi untuk berpura-pura menjadi pengusaha yang ingin menjalin kerja sama dengan Indah. Hadi sebenarnya hanya seorang pengangguran yang biasa mengerjakan pekerjaan apapun, halal ataupun tidak.Setelah memberi upah untuk Hadi, Ary
"Apa?! Indah selingkuh? Itu gak mungkin, Sandy. Mama tahu Indah paling membenci perselingkuhan. Mana mungkin dia bisa melakukan itu, Nak?" seru Bu Ratna."Ma, apa yang gak mungkin di jaman sekarang ini? Indah itu sengaja membalas perlakuan Sandy. Indah menyangka Sandy sudah berselingkuh dengan Daisy. Mama lihat sendiri foto-foto ini!" Sandy menyodorkan ponselnya. "Sandy juga sudah melihat sendiri mereka sedang berduaan di rumah Ibu Indah. Hati Sandy sangat sakit melihatnya, Ma. Semua cinta dan ketulusan Sandy untuk Indah sudah gak ada artinya."Bu Ratna menatap foto-foto itu dengan mata terbelalak. "Ini gak mungkin! Mama tetap gak bisa mempercayai ini. Apa kamu sudah tanyakan baik-baik sama Indah? Siapa tahu pria itu saudaranya?""Ma, Indah saja gak menyangkal tuduhan Sandy. Dia hanya diam dan gak menjelaskan apapun. Sandy sudah mantap akan menceraikan Indah, Ma. Secepatnya Sandy akan mengurus proses perceraian ini." Sandy menatap nanar ke depan."Nak, kamu harus bicara baik-baik dan
"San, dimana Indah? Kenapa beberapa hari ini Mama gak lihat dia?" tanya Bu Ratna saat sarapan pagi itu.Sandy tak langsung menjawab, ia mengunyah makanannya perlahan sembari mencari jawaban yang tepat."Dia ada di rumah ibunya, Ma. Kasihan anak-anak, sudah beberapa hari mereka harus bersama neneknya, " jawab Sandy."Kenapa? Kalian bertengkar? Tolong jujur dan jangan menyembunyikan apapun dari Mama!""Gak ada apa-apa, Ma. Mama gak perlu cemas. Sekarang Mama fokus saja sama kesehatan Mama, jangan terus larut dalam kesedihan!" Sandy berusaha tersenyum.Perbincangan mereka terhenti ketika Daisy tiba-tiba datang dan langsung duduk di samping Sandy. Tanpa ragu Daisy langsung memegang lengan Sandy dan mencium pipinya. Sandy terlihat segan, tetapi ia membiarkan tindakan Daisy itu. Bu Ratna menatap Daisy dan Sandy bergantian. Ia mulai bisa membaca situasi itu."Ma, aku bawa makanan untuk Mama dan Sandy." Daisy meletakkan kantung plastik yang cukup besar di meja makan."Gak perlu repot-repot. B
Indah berlari keluar dari kantor itu dan masuk kembali ke mobilnya. Ia tidak menghiraukan tatapan para karyawan yang melihat reaksi dan air matanya yang terlanjur jatuh."Jahat kamu, Mas! Pantas saja kamu membela wanita itu mati-matian dan memaksa aku minta maaf padanya. Ternyata kamu masih menyimpan perasaan cinta untuknya. Lalu kamu anggap aku ini apa? Figuran? Pelampiasan?""Aku merendahkan diri, datang ke kantormu untuk membawakan makan siang dan memperbaiki hubungan kita. Tapi apa? Ternyata kamu malah menikmati waktu saat jauh dariku.""Bodoh kamu, Indah! Kenapa bisa jatuh kembali di lubang yang sama? Ternyata semua pria memang penipu!" rutuk Indah.Indah memukul-mukul setir mobilnya dan menangis. Setelah bisa sedikit menguasai diri, ia segera meninggalkan halaman kantor suaminya. 'Mas Sandy atau siapapun gak boleh melihat aku menangis. Aku gak akan menangis lagi untuk seorang pria.' Indah menghapus kasar air mata yang membasahi pipinya.Indah kembali ke restoran dan masuk ke ru