Share

Rincian Cicilan dan Hutang

Indah masuk ke dalam kamarnya dan mengambil koper dari atas lemari. Setelah itu ia mengeluarkan baju-baju miliknya, juga milik Arinna dan Charles. Indah juga mengambil mainan anak-anaknya, tak banyak memang, tapi mungkin nanti mereka akan menanyakannya. 

Alat make up Indah tidak banyak, ia mengambilnya dan memasukkan ke dalam tas selempangnya. Indah berusaha untuk tetap kuat dan tidak menangis. 

Aryo tidak mencegah Indah pergi dari rumah itu. Dari dalam kamar, Indah bahkan sempat mendengar tawa ibu mertuanya dan Tania. Indah menggelengkan kepalanya, sejenak ia menghapus air mata yang mengalir di pipinya, lalu kembali memasukkan barang-barang miliknya ke dalam koper. 

Indah melihat ke sekeliling kamarnya, tempat ia dan suaminya tidur selama sepuluh tahun ini. Tak bisa dipungkiri, banyak kenangan manis yang terjadi di rumah ini. Dulu Aryo adalah pria yang baik, lembut, dan penyayang. Entah sejak kapan ia berubah, perasaan cinta itu terkikis oleh waktu. 

Sebelum meninggalkan kamar itu, Indah mengambil sebuah amplop besar dari dalam laci. Indah harus menyerahkannya pada Aryo sebelum pergi. 

Indah menarik tas kopernya keluar dari kamar. Spontan Aryo, ibunya dan calon istri barunya menatap Indah. Indah terlihat lebih bahagia dari sebelumnya. Mungkin ia sudah membayangkan dirinya akan menjadi nyonya di rumah yang cukup besar dan bagus ini. 

"Kamu sudah akan pergi? Jangan sampai ada barangmu yang tertinggal, atau aku akan membuangnya. Aku tidak mau kamu datang kembali kemari dengan alasan untuk mengambil barang lain," kata Aryo dengan angkuh. 

"Ibu yakin ia akan kembali datang ke rumah ini, kalau uangnya habis dan membutuhkan uang. Ia pasti akan memohon belas kasihanmu, Aryo," cibir Ibu Aryo. 

Indah menatap suaminya, Indah ragu suaminya akan tetap angkuh dan sombong ketika mengetahui isi amplop yang akan diberikan oleh Indah padanya nanti. 

Indah beralih menatap ibu mertuanya, ia tidak menyangka kalau selama ini wanita yang selalu ia anggap seperti ibunya sendiri itu akan bersikap seperti itu. 

"Sudah, Mas. Tapi sebelum pergi, aku harus menjelaskan sesuatu," kata Indah sambil duduk menghadap mereka bertiga. 

"Ada apa?" tanya Aryo. 

Ibu Aryo melipat kedua tangan di depan dadanya dan berkata, "Pasti dia meminta uang bulanan, dengan alasan untuk anak-anak kalian," 

"Bukan begitu, Mas. Aku mau menyerahkan ini," kata Indah sambil membuka amplop di tangannya.

"Mas, ini slip gajimu, delapan juta rupiah," kata Indah. 

Mata Tania langsung berbinar melihat slip gaji itu. 

"Ini buku pengeluaran bulanan yang aku buat. Selama ini aku belum sempat menunjukkannya padamu," ujar Indah sambil menunjukkan catatan pengeluaran bulan terakhir. 

"Setiap bulan, kamu memberikan untuk ibumu satu juta rupiah. Cicilan rumah kita setiap bulan dua juta tiga ratus ribu rupiah, dan masih kurang delapan tahun lagi. Lalu cicilan mobil empat juta rupiah, biaya listrik dan air enam ratus ribu rupiah. Belum termasuk belanja bulanan, sekolah Arinna, uang transport dan kebutuhan lainnya. Oh iya, adikmu Tina juga sering datang, bisa satu minggu sekali dan meminta uang jajan, seratus sampai dua ratus ribu sekali datang," beber Indah. 

Ekspresi wajah Tania langsung berubah pucat.

"Apa?! Jadi rumah ini dan mobilmu itu masih belum lunas, Mas?" tanya Tania terkejut. 

"Iya, Tania. Kamu nanti menjadi nyonya di rumah ini. Jadi aku serahkan semua catatan ini. Semoga kamu bisa mengelola keuangan di rumah ini dengan lebih baik," jawab Indah sambil menyelipkan senyum kecil di bibirnya.

"Itu tidak mungkin, pasti jumlahnya salah. Tidak mungkin gaji Aryo cukup kalau pengeluarannya sebesar itu," kata Ibu Aryo. 

"Memang tidak cukup, Bu. Tapi jumlahnya memang sebesar itu, semua kwitansi ada di situ. Mas Aryo juga pasti mengetahui jumlah hutang dan cicilan kami. Karena itu selama ini aku membantu membayar cicilan dan memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan berjualan kue dan masakan. Aku berusaha berhemat, sampai tidak mempunyai waktu dan biaya untuk merawat diri atau membeli pakaian dengan model terbaru," jawab Indah. 

"Ah, itu hanya caramu untuk memojokkan Aryo. Pasti Aryo mempunyai penghasilan di luar gajinya, ada bonus dan lain-lain. Iya kan, Nak?" tanya Ibu.

Indah melirik suaminya, Aryo hanya diam dan memijat keningnya. Sepertinya ia sudah mulai pusing melihat kenyataan di depannya. Selama ini Indah tidak pernah mengeluh dan mengomel jika uang belanjanya tidak cukup. Indah berusaha sendiri memenuhi semuanya, dengan tujuan untuk meringankan beban suaminya. 

"Iya, tanyakan saja pada Mas Aryo. Mungkin dia ada penghasilan lain," jawab Indah santai. 

"Iya, lagi pula memangnya berapa penghasilan Indah dari berjualan makanan? Sampai ia bisa sombong dan merasa sudah membantu pengeluaran keluarga seperti ini?" kata Ibu Aryo meremehkan. 

Indah tersenyum dan menatap Ibu mertuanya, ia menjawab dengan tenang, "Memang tidak besar, Bu. Aku hanya berjualan kecil-kecilan. Tidak bisa dibandingkan dengan gaji karyawan kantor yang besar," 

"Tentu saja, ada yang mau kamu bicarakan lagi?" tanya Ibu Aryo. 

"Tidak ada, aku pamit," jawab Indah sambil melangkah meninggalkan rumah itu. 

Hati Indah terasa sakit dan nyeri, tapi ia cukup senang melihat ekspresi wajah Aryo, Tania, dan Ibu mertuanya tadi. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status