Home / Rumah Tangga / Pembantu Baruku Ternyata .... / Bab 4 Kenapa Dia Menangis?

Share

Bab 4 Kenapa Dia Menangis?

Author: Pena_yuni
last update Last Updated: 2024-02-01 12:36:25

"Mama, kenapa, Ma?" Aku dan Mas Rama menghampiri Mama yang tengah berkacak pinggang di depan Bi Mina. Sedangkan wanita itu, ia hanya diam tanpa melakukan apa-apa.

"Rama, dia kok ...."

Mama tidak melanjutkan ucapannya setelah melirik ke arah suamiku. Dari ekor mata, aku bisa melihat jika Mas Rama memberikan isyarat dengan melebarkan mata kepada ibunya itu.

Sepertinya Mama tahu sesuatu tentang Bi Mina ini. Jika tidak, tidak mungkin dia langsung marah-marah saat melihat Bi Mina berada di rumahku.

"Ekhem, aduh, kok sepertinya Mama haus, ya Mel. Kita ke dapur, yuk, Mama mau minum ini," ujar Mama dengan meraba tenggorokannya.

Aku hanya mengangguk dan kembali ke dapur sesuai dengan keinginan Mama.

"Mama datang ke sini, kok gak bilang-bilang. Tahu gitu, Mel akan masak banyak untuk menyambut kedatangan Mama." Aku memberikan segelas air putih untuk ibu mertuaku.

"Namanya juga sudah tidak sabar pengen melihat cucu, Mel. Setelah Rama memberi kabar kalau kamu dan bayimu sudah pulang, Mama langsung saja datang ke sini. Maaf, ya Mama tidak bisa menemani kamu waktu di rumah sakit," ujar Mama terlihat tulus.

Rumah Mama berada di kampung halaman Mas Rama, yaitu di Cianjur. Sedangkan aku dan Mas Rama saat ini tinggal di Kota Jakarta.

Dulunya, Mas Rama adalah perantau yang bekerja di perusahaan Papa. Seringnya kita bertemu di kantor, membuat aku dan Mas Rama semakin dekat, hingga akhirnya dia memberanikan diri melamarku untuk ia jadikan istri.

Bak gayung bersambut, aku pun menerima pinangannya. Karena memang aku pun memiliki perasaan yang sama kepada Mas Rama.

Tidak berselang lama dari pernyataan cintanya padaku, aku dan dia akhirnya menikah. Semua orang berbahagia dengan pernikahan kami. Tidak terkecuali kedua orang tuaku yang memang sangat menyukai kepribadian Mas Rama yang baik dan ramah. Dia pun sangat bertanggung jawab dalam mengurus perusahaan Papa yang kini Papa percayakan kepada suamiku.

Setelah dua tahun pernikahan, aku dan Mas Rama dikaruniai seorang putra yang baru saja aku lahirkan empat hari yang lalu.

Terlalu menyakitkan jika kecurigaanku tentang Mas Rama yang berselingkuh, benar adanya. Aku tidak akan bisa memaafkan kedua orang itu jika terbukti mereka mengkhianatiku.

"Mel, kok diem aja, kenapa?" tanya Mama sembari menggoyangkan lenganku.

Aku menarik napas dalam-dalam, mengeluarkannya secara perlahan. Sesak dadaku jika harus menerima pengkhianatan dari suami yang amat aku cintai.

"Tidak, Ma. Apa Mama mau sarapan? Akan Mel, ambilkan."

"Ah, tidak Mel. Mama tidak lapar, Mama hanya ingin melihat cucu Mama, boleh?" Mama menghentikan tanganku yang hendak mengambil roti bakar untuk Mama. Lalu ia alihkan dengan bertanya tentang Raka.

"Tentu saja boleh, Ma. Masa lihat cucunya tidak boleh. Ayo, kita ke kamar," ujarku membuat kedua sudut bibir Mama terangkat ke atas.

Dengan antusias, Mama mengikuti langkahku menuju lantai dua rumahku. Masuk ke dalam kamar utama yang menjadi kamarku dengan putranya.

"Ya ampun, Melodi, kamar kamu luas sekali. Kamu tidak capek membersihkan kamar sebesar ini?" tanya Mama dengan mata yang memindai ke seluruh ruangan.

Ini memang baru pertama kalinya Mama datang ke rumahku. Dulu, saat Mama datang berkunjung, aku masih berada di rumah yang lama. Rumah yang saat ini ditempati oleh kakak tertuaku.

"Oh, ya ampun tampan sekali kamu, Nak." Mama mengelus pipi Raka dengan jari telunjuknya. Senyum bahagia begitu terlihat di wajahnya.

"Iya, dong Ma, pasti tampan. Siapa lagi ayahnya." Mas Rama yang baru saja masuk, menimpali ucapan Mama. Kini kedua tangan Mas Rama kembali memeluk pinggangku dari belakang.

"Lho, Mas. Aku kira kamu udah berangkat kerja, dari tadi aku gak liat kamu," kataku heran. Pasalnya sejak Mama datang aku tidak lagi melihat suamiku.

Apa dia mojok bersama pembantu itu?

Ah, bisa-bisanya dia memanfaatkan kehadiran Mama jadi momen mereka berduaan.

"Mana bisa aku berangkat ke kantor tanpa pamit sama jagoanku. Tadi ... Mas dari luar dulu, manasin mobil."

Mas Rama berjalan ke arah ranjang Raka dan menggendong bayi merah itu.

"Jangan dicium, Ram. Kasihan kulitnya yang bersih nanti ternoda oleh bibirmu." Mama menggerutu menasehati putranya yang hendak mendaratkan bibirnya di pipi anakku.

"Emang gak boleh, ya Ma?" tanya Mas Rama.

"Gak boleh!"

"Kata dokternya emang gak boleh gitu?" tanyanya lagi dengan menatap Mama dan aku secara bergantian.

"Kata Mama. Nanti nakalnya kamu, nular sama anakmu." Mama mengambil alih bayiku dari gendongan Mas Rama. Aku hanya terkekeh melihat anak dan ibu itu.

"Yaudah, kalau gak boleh cium anaknya, mamanya aja yang aku cium. Eh, sama neneknya juga, deh."

Aku dan Mama tergelak melihat tingkah Mas Rama. Dia mencium pipiku dan Mama bergantian.

Saat aku akan mengambil tas kerja Mas Rama, tidak sengaja mataku melihat Bi Mina yang tengah berdiri di ambang pintu yang terbuka. Matanya terlihat sendu dengan menatap ke arah Mas Rama yang sedang bergurau dengan Mama.

Setelah menyadari jika aku tengah melihatnya, ia pergi dengan mengusap kedua matanya bergantian.

Bi Mina menangis?

Kenapa memangnya?

Oh, jangan-jangan dia memang iri melihat kedekatan Mama dengan cucunya. Atau cemburu melihatku yang selalu mendapatkan perlakuan lembut dari Mas Rama.

Nikmati saja kesakitanmu, Bi. Siapa suruh menjadi duri dalam rumah tanggaku.

Tidak sadar diri!

Bersambung

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Louisa Janis
manusia semeter kotor tambah kotor
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Pembantu Baruku Ternyata ....    Bab 39 Extra part

    POV RamaTeruntuk Rama, putraku.Anakku, disaat kamu tengah membaca goresan pena ini, mungkin Ibu sudah tidak ada lagi di dunia ini. Tidak banyak yang ingin Ibu sampaikan padamu, selain kata maaf yang tak sempat terucap dari bibir ini.Maafkan ibumu ini, yang melewatkan masa-masa kecilmu. Maafkan ibumu ini, yang tidak memiliki waktu untukmu di masa dulu.Rama ... jika nanti kamu keluar dari lapas, pulanglah ke Cianjur. Ibu menyimpan sesuatu untukmu. Namun, jangan pernah kamu beritahu Tuti. Datanglah sendiri dan cari sendiri apa yang Ibu tuliskan di sini.Nak, pulanglah ke rumah kita di Cianjur. Di belakang rumah, tepatnya di bawah pohon nangka, Ibu mengubur sesuatu untukmu. Dan kunci yang ada dalam kotak itu, itu kunci untuk membuka kotak yang Ibu kubur di sana.Ingat, Rama. Datanglah seorang diri. Jangan datang bersama Tuti. Dari wanita yang telah melahirkanmu.Rumina*Kupandangi surat terakhir dari Ibu dan kotak yang telah berhasil aku keluarkan dari dalam tanah.Enam tahun sudah

  • Pembantu Baruku Ternyata ....    Bab 38 Ending

    Sesuai dengan keinginan Kak Arga dan Mama Melani, akhirnya aku memutuskan untuk tinggal di rumah Kak Arga.Awalnya, aku keberatan dan ingin tetap tinggal di rumahku sendiri. Namun, aku teringat pada Mama Melani. Jika aku dan Kak Arga tinggal di rumahku, maka Mama Melani akan tinggal seorang diri di sini. Dan hanya akan ditemani asisten rumah tangga saja.Hari ini rencananya aku akan pergi ke rumah Mama, untuk memberitahukan kepindahanku yang tidak direncanakan dari awal. "Sudah siap?" tanya Kak Arga."Hmm." Aku menjawab hanya dengan gumaman."Jangan cemberut kalau menjawab pertanyaan dari suami. Nanti kualat.""Gak akan," kataku seraya berjalan mendahuluinya.Saat akan keluar, tiba-tiba langkahku terhenti saat tali tas milikku di tarik dari belakang. Aku memutar bola mata dengan malas. Ini pasti kerjaan Kak Arga. Dia pasti tidak terima dengan jawabanku yang cuek padanya."Lepas, Kak. Gak usah jail," kataku dengan menarik-narik tasku. Tapi sayangnya masih dipegang Kak Arga.Dari belak

  • Pembantu Baruku Ternyata ....    Bab 37 Pengantin Dadakan

    "Sah.""Sah."Dua orang saksi berucap bersamaan. Rasanya aku sedang melayang tinggi hingga sulit untukku kembali menginjakkan kaki di bumi. Aku tidak menyangka, jika kedatanganku ke rumah sakit, bukan hanya untuk menjenguk orang sakit, melainkan untuk menjadi seorang pengantin.Pengantin? Ah, pengantin terpaksa.Segurat senyum terukir dari bibir pria yang tengah terbaring tak berdaya di atas tempat tidur. Matanya melihatku dan anaknya bergantian. Dengan tangan yang bergetar, ia memcoba meraih tanganku yang berada di sampingnya."Te, teri ma, ka sih, Mel." Meski terputus-putus, aku masih mendengar dan paham dengan kata yang Om Tio ucapkan. Om Tio berterima kasih padaku, karena aku telah bersedia menikah dengan putra semata wayangnya. Siapa lagi kalau bukan, Kak Arga.Ya, sekarang aku menjadi istri dari seorang Arga Winata. Anak dari Satrio Winata.Entah mimpi apa aku malam tadi, hingga aku bisa menikah hari ini di rumah sakit. ***"Mama! di mana Raka, Ma?" Setelah sampai di rum

  • Pembantu Baruku Ternyata ....    Bab 36 Menemui Mas Rama

    "Sudah, Mel, jangan nangis terus. Biarkan Bu Mina tenang dalam tidur panjangnya." Mama mengusap bahuku yang bergetar.Saat aku masuk ke ruang rawat Bu Mina tadi, dokter menyatakan kalau Bu Mina sudah meninggal dunia.Dari sana, aku tidak bisa membendung air mataku lagi. Hingga saat ini, kepergian Bu Mina masih seperti mimpi bagiku.Seandainya saja aku tidak keluar dari kamar Bu Mina, mungkin aku bisa menemani ia sampai akhir napasnya. Ada penyesalan besar yang tidak bisa aku ungkapan. Tentang pemintaan terakhir Ibu, yang tidak bisa terwujudkan. "Sudah beres, Dam?" tanya Mama pada putra sulungnya."Sudah, Mah. Sebentar lagi, kita akan membawa Bu Mina pulang." Mas Adam berkata seraya mengusap kepalaku.Saat Ibu dinyatakan meninggal, aku memang langsung menghubungi keluargaku. Tidak ada lagi yang dapat membantu Bu Mina di sini, selain keluargaku. Ibu tidak punya saudara atau kerabat di sini. Adapun Mama Tuti, tapi mana mungkin dia peduli pada Ibu."Ayo, Mel." Mama menggandeng tanganku

  • Pembantu Baruku Ternyata ....    Bab 35 Kenapa Bu Mina?

    "Ibu haus?" Bu Mina yang terbaring lemah di atas tempat tidur mengangguk.Aku mengambilkan air minum dan membantunya untuk minum.Sudah satu minggu Bu Mina berada di rumah sakit. Setiap hari aku datang untuk menemani dan merawat wanita yang tubuhnya semakin ringkih ini. Mata sayunya semakin sendu. Tidak lagi nampak wajah ceria darinya. Senyum pun sudah tidak bisa kulihat lagi dari bibirnya."Mel, Ibu ingin bertemu Rama."Aku tertegun mendengar suara lemah Bu Mina yang ingin bertemu anaknya."Ibu, sembuh dulu, ya. Nanti kita jenguk Mas Rama," kataku.Bu Mina menggelengkan kepala. "Ibu takut tidak ada umur, jika harus menunggu sembuh, Mel. Bisakah sekarang, Ibu ke sana? Ibu sangat merindukan Rama, Mel." Jangankan untuk keluar dari rumah sakit, untuk makan pun Bu Mina sudah kesulitan. Hanya ada satu cara untuk mempertemukan Bu Mina dan Mas Rama. Yaitu dengan meminta ijin kepolisian untuk membawa Mas Rama ke sini. "Tidak bisa, Bu. Keadaan Ibu belum stabil. Akan Melodi usahakan, agar

  • Pembantu Baruku Ternyata ....    Bab 34 Arga

    "Bibirnya, Mel."Sesuai dengan arahan Kak Nada, aku memoles bibir pria yang tengah terlelap itu dengan lipstik warna merah menyala milik Mama."Sekarang pake ini." Aku mengacungkan eyeshadow dan kemudian mengaplikasikannya ke wajah orang yang sama.Sesuka hatiku, aku memoles wajah Kak Arga dengan tidak beraturan dan sangat menyeramkan.Biarkan saja. Siapa suruh dia mengejekku anak ingusan. "Sudah, Mel. Nanti dia bangun," ucap Kak Nada berbisik."Kagak akan bangun, Kak. Dia, kalau tidur suka kagak sadar," ucapku pasti."Ya iyalah, namanya tidur, memang gak sadar. Gimana, sih kamu?""Eh, iya, ya? Hihihi ...." Aku tertawa cekikikan dengan tangan yang terus bermain dengan alat make up yang sengaja aku ambil dari kamar Mama.Rasa kesalku pada orang ini akan terbayarkan dengan aku mengerjainya.Masa, cuma gara-gara aku minta dia jadi pacar aku, dia sampai mengataiku ingusan. Padahal ... ya, memang kadang ingusan. Tapi kadang-kadang."Beres!" ujarku senang."Astaga, Melodi. Apa yang kamu la

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status