Share

Bab 5 Anak Bi Mina?

"Bi, kamu nangis?"

Setelah Mas Rama berangkat ke kantor, aku pergi ke kamar Bi Mina untuk menyuruhnya memasak. Namun, saat aku sampai di depan pintu kamar Bi Mina, ternyata dia tengah menangis sesegukkan di sana.

"Ny–Nyonya, maaf." Bi Mina berdiri dan menghampiriku yang berdiri di luar kamarnya.

"Kenapa, kamu nangis?" tanyaku lagi.

Bi Mina mengusap matanya. Dia menutup pintu kamarnya dari luar.

"Saya, cuma ingat anak saya, Nyonya."

Dia punya anak? Kok bisa wanita seperti dia melahirkan. Bukannya akan sulit dengan postur tubuh yang kecil bisa melahirkan seorang bayi?

"Bibi punya anak juga? Memang bisa?"

Pertanyaanku memang tidak sopan, tapi aku sungguh penasaran.

"Bisa, Nya. Saya melahirkan dengan operasi sesar."

Aku membulatkan mulut seraya menganggukkan kepala.

"Lalu, sekarang anaknya dengan siapa, Bi?" tanyaku lagi.

Bi Mina tak langsung menjawab, dia berjalan dan duduk di kursi meja makan.

"Anak saya, sekarang bersama ...

"Melodi, Sayang ... kamu jangan terus naik turun tangga, Nak. Gak baik buat kesehatan kamu, nanti jahitan di anu-mu bisa lepas, lho."

Belum Bi Mina menjawab pertanyaanku, Mama datang dan langsung memotong ucapan Bi Mina.

Melihat Mama datang, Bi Mina memilih pergi mengambil beberapa sayur dan daging dari dalam kulkas. Dia mengabaikan kedatangan Mama mertuaku.

Sikap Bi Mina sangat mencurigakan. Dia seperti yang tidak ingin bertegur sapa atau bertatap muka dengan mertuaku. Apa mungkin sebelumnya mereka saling kenal? Atau ... ada sesuatu yang tidak aku ketahui tentang kedua perempuan itu?

Huft

Ternyata banyak rahasia dibalik pernikahanku dengan Mas Rama.

Sesuai dengan perintah Mama, aku pun kembali ke kamar atas untuk kembali beristirahat. Aku juga tidak lupa menyuruh Bi Mina untuk memasak banyak, karena kedua orang tuaku dan saudaraku akan datang hari ini.

"Mel, kamu jangan terlalu dekat sama pembantu itu. Emang kamu gak risih sama dia?"

Aku yang tengah mengotak-atik ponsel, mengalihkan pandangan ke arah Mama.

"Enggak sih Ma. Meskipun keadaan dia seperti itu, aku lihat dia orangnya bersih, kok. Tapi ...."

Apa iya aku harus menceritakan kecurigaanku tentang Bi Mina dan Mas Rama ke ibu mertuaku?

"Tapi, kenapa, Mel?" tanya Mama penasaran dengan kata yang tidak aku selesaikan.

"Ah, tidak, Ma. Aku memang melarang Bibi untuk tidak memegang bayiku, Ma. Apa aku jahat, ya?"

Sebaiknya aku mencari tahu sendiri tentang keduanya. Tidak ingin masalah kecurigaanku melebar ke mana-mana. Akan aku ceritakan jika aku sudah memiliki bukti yang pasti tentang hubungan keduanya.

Mama berpindah duduk dari sofa depan tv, menjadi ke ranjang yang tengah aku duduki sekarang.

"Itu bagus, Mel. Jangan pernah kamu biarkan anakmu digendong apalagi diasuh sama si Mina itu. Nanti ketularan kerdil. Iiihh, serem." Meskipun tidak berteriak, tapi Mama berucap dengan sangat jelas.

"Mama tahu dari mana kalau nama pembantu itu Mina?"

Mama terlihat gugup dan salah tingkah. Mama mengalihkan pandangannya ke sembarang arah.

"Rama, iya Rama yang bilang ke Mama kalau pembantu barunya bernama Mina, gitu."

Aku, kok tidak percaya dengan ucapan Mama. Tadi aku lihat Mas Rama tidak berbicara apa pun kepada Mama. Apa waktu di telepon? Mungkin saja.

Berada di dalam kamar tanpa melakukan apa-apa, membuatku jenuh dan tidak betah. Aku meminta Mama untuk menemaniku turun ke bawah. Sebentar lagi juga keluargaku akan datang, aku tidak mau mereka malah masuk ke kamarku semua.

"Yaudah, ayo, tapi hati-hati. Ngilu, Mama liat kamu jalan naik turun tangga terus. Emang gak sakit?"

"Enggak, Ma. Aku gak ngerasa apa-apa, aku sehat kok. Lagian cuma jalan doang, masa sakit, Ma."

"Iya, Mama percaya. Kamu kan orang kaya. Pastinya obat yang kamu minum juga yang mahal, jahitan yang mereka pake juga pasti bukan yang rapuh, ya." Mama terkekeh sembari berjalan menggendong bayiku.

"Sama aja, Ma."

Sampai di lantai bawah, aku langsung duduk di sofa depan tv. Menyalakan tv menonton acara yang itu-itu saja.

Mama pergi ke dapur untuk mengambilkanku minuman serta cemilan. Katanya, dia membawa oleh-oleh dari Cianjur khusus untukku. Entahlah apa, aku juga tidak tahu.

"Mama, kok lama, ya?" Aku bergumam kala ibu mertuaku itu tak kunjung datang. Padahal tenggorokanku sudah kering minta disiram.

Tadi bilangnya sebentar. Ditungguin malah lama. Aku ngambil sendiri tidak boleh, tapi Mama malah gak datang-datang.

Tidak tahan dengan rasa hausku, aku pun berinisiatif untuk mengambil sendiri minuman di dapur. Mungkin Mama memang sedang kerepotan membuka oleh-oleh yang ia bawa. Pikirku.

Namun, setelah sampai di sana, aku tidak mendapati Mama. Hanya ada satu gelas air serta makanan ringan yang di simpan di atas nampan.

"Mama-nya ke mana?" tanyaku pelan.

Bukan hanya Mama, Bi Mina pun tidak ada. Sedangkan kompor dibiarkan menyala.

"Kamu, pasti yang memaksa Rama untuk mengijinkanmu tinggal di sini, 'kan?"

Samar-samar, aku mendengar suara Mama dari kamar Bi Mina. Aku penasaran dengan apa yang mereka bicarakan. Berjalan mengendap dan menempelkan telinga ke daun pintu kamar Bi Mina.

"Iya, karena aku ingin tinggal bersamanya."

"Untuk apa? Untuk mengacaukan pernikahan Rama dan Melodi? Atau untuk menghancurkan hidupnya?" tanya Mama.

"Aku tidak ingin melakukan keduanya. Aku hanya ingin tinggal bersama putraku. Anak kandungku," ujar Bi Mina dalam sela tangisnya.

Dadaku tiba-tiba berdetak cepat. Anak Bi Mina ada di sini? Siapa?

Raka bayiku?

Tidak mungkin!

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status