Home / Rumah Tangga / Pembantu Baruku Ternyata .... / Bab 6 Kak Nada dan Mas Rama

Share

Bab 6 Kak Nada dan Mas Rama

Author: Pena_yuni
last update Last Updated: 2024-02-01 12:37:49

"Assalamualaikum, Melodi!"

Aku buru-buru berjalan ke depan setelah mendengar suara salam dari arah pintu utama. Sudah bisa aku pastikan, jika itu suara Mamaku.

"Kamu dari mana, sih? Bayimu ditinggal sendirian di sini?"

Saat aku keluar dari dapur, ternyata Mama dan Papa sudah berada di ruang tv. Tentu saja Mama menegurku karena lalai sudah meninggalkan Raka sendirian.

"Iya, aku tadi kebelet, jadinya ditinggal sebentar," kataku berbohong.

Bukan hanya Mama dan Papa yang datang. Ada juga anak serta menantu perempuannya yang ikut bersama mereka.

"Aduh, Mel, gemoy banget, bayimu." Kak Naura mengelus gemas pipi bayiku. Dia adalah istri Mas Adam—Kakak tertuaku.

Sedangkan Kak Nada, yang tak lain adalah kakak keduaku, ia langsung duduk dengan wajah datarnya. Entah kenapa dia sepertinya tidak terlalu bahagia dengan kelahiran putraku.

"Nad, kamu gak pengen pegang atau gendong keponakan barumu? Siapa tahu, kamu jadi ketularan dan ingin segera menikah setelah menggendong bayi." Papa berujar kepada putri keduanya itu.

Bukannya menjawab, Kak Nada malah berdecak seraya mengangkat kaki dan melipatnya di sofa yang ia duduki.

Aku dan Kak Naura saling berpandangan, lalu mengangkat kedua bahuku menanggapi sikap tak peduli dari Kak Nada.

Dari dulu, aku dan Kak Nada memang tidak terlalu dekat. Justru aku malah dekat dengan kakak iparku dibandingkan dengan kakak kandungku sendiri.

Apalagi setelah aku menikah dan pindah rumah, aku semakin jauh dan renggang dengannya. Dia pun tidak pernah berkirim pesan denganku kalau tidak ada yang penting untuk dibahas.

"Anak-anak gak dibawa, Kak?" Aku mengalihkan perhatianku kepada Kak Naura yang duduk tidak jauh dariku.

"Anak-anak sekolah, Dek. Nanti setelah pulang, Kakak suruh mereka untuk dibawa ke sini sama Mbaknya."

Mbak Naura memiliki sepasang anak kembar yang kini berusia lima tahun. Kak Naura sendiri memiliki butik busana muslim yang ia kelola bersama keluarganya.

Mama mertuaku datang dari arah dapur dengan membawa nampan. Dia tidak datang sendiri, tapi dengan Bi Mina yang mengekor di belakangnya.

Mama Tuti menyimpan nampan di atas meja, lalu ia bersalaman kepada kedua orang tuaku dan juga kedua kakakku.

Kini tatapan keluargaku mengarah pada Bi Mina yang menyuguhkan minuman dingin kepada keluargaku. Dia tidak berani mengangkat kepala, hanya mengangguk pelan tanda hormat. Setelah itu, Bi Mina kembali ke belakang.

"Itu, keluarganya Bu Tuti?" tanya Mama pada mertuaku.

Mama Tuti menggeleng cepat. "Bukan, Bu Besan. Mana mungkin saya punya saudara yang bentukannya begitu. Itu pembantu di rumah ini."

Kini Mama melihatku dengan lekat.

"Bukan aku yang bawa, tapi Mas Rama. Waktu aku pulang dari rumah sakit, sudah ada di sini." Aku berkata sebelum Mama dan Papa bertanya.

"Emang gak ada pembantu yang lebih tinggi, gitu? Gue kira tadi ponakannya Rama, eh pas liat mukanya, ternyata tua!" Kak Nada tergelak diakhir kalimatnya.

Aku sedikit tidak enak dengan ucapan Kak Nada. Bukan maunya Bi Mina juga memiliki tubuh mungil seperti itu. Kalau sudah takdir Tuhan, ya mau gimana lagi.

Meski aku juga tidak menyukai Bi Mina, tapi aku tidak berani harus menghina fisik yang ia miliki.

*

Pukul empat sore, Mas Rama pulang. Dia datang bersamaan dengan Kakak laki-lakiku.

Kami pun berbincang dengan menikmati minuman dan cemilan di sore hari ini. Suasana di rumahku jadi rame karena kehadiran keluargaku. Juga adanya kedua anak Kak Naura yang selalu berceloteh ria. Mereka saling berebut ingin memegang bayiku yang aku simpan di box bayi di ruang keluarga.

"Mbak, bawa Raka ke kamar atas saja, ya. Aduh, capek aku harus ngawasin dua bocah ini." Mas Adam memberikan perintah pada pengasuh anaknya.

Raka pun dibawa Mbaknya si kembar ke kamarku. Sekarang kedua anak Kak Naura beralih berebut duduk di pangkuan Papa yang tak lain adalah kakek mereka.

Tidak lama mereka diam, keduanya kini berlari saling mengejar dan tertawa. Aku sampai mengelus dada melihat keaktifan mereka berdua.

"Mel, Rama ke mana? Ke kamar mandi, kok lama banget?" ujar Papa menanyakan menantu lelakinya.

"Gak tahu," kataku. Namun, pikiranku melayang jauh mencurigai suamiku.

Menyebalkan. Sejak pulang dari rumah sakit dan mendapati beberapa kejadian tentang Mas Rama dan Bi Mina, aku selalu saja berpikiran buruk kepada keduanya.

"Nyabun kali, Pah."

Aku langsung menoleh ke arah Mas Adam yang tengah duduk lesehan di lantai sembari menikmati pijitan Kak Naura di pundaknya.

"Nyabun apa, Dam?"

"Masa Papah, gak ngerti nyabun. Pria yang istrinya tengah nifas, pastinya mencari pelarian. Kalau enggak jajan di luar, ya pasti nyabun. Iya, gak, Yang?" ujar Mas Adam mendongak melihat istrinya. Dan hanya dijawab dengan cubitan oleh Kak Naura.

"Ih, jijik Mas, masa iya kayak gitu. Nggak mungkin Mas Rama jajan di luar," ucapku menyanggah candaan Mas Adam.

Mereka tidak tahu jika orang yang mereka bicarakan memang sudah memiliki tempat lain untuk melepaskan jiwa kelelakiannya. Dan orangnya pun ada di rumah ini.

Saat ini di ruang keluarga hanya ada aku dan Papa, serta pasangan suami istri yang selalu mesra itu. Mama Tuti, aku suruh ia untuk beristirahat di kamar tamu. Kasihan, ibu mertuaku belum beristirahat sejak kedatangannya dari Cianjur tadi.

Sedangkan Mamaku, dia pergi ke kamarku menemani cucu barunya dengan ditemani pengasuhnya si kembar.

Kak Nada?

Ah, aku tidak tahu ke mana dia. Kalau pergi, tidak pernah bilang mau ke mana dan dengan siapa. Kalaupun ditanya, jawabnya selalu tidak pasti.

Penasaran dengan keberadaan suamiku, aku memutuskan untuk mencarinya ke kamar mandi.

"Si Mel, sepertinya mau mencari suaminya, tuh. Curiga 'kan kamu, Mel!" teriak Mas Adam. Aku tidak menanggapinya dan terus berjalan ke arah tujuanku.

Huh, menyebalkan Mas Adam ini. Sudahlah aku memang curiga, malah terus dikomporin.

Tujuan pertamaku adalah kamar mandi yang ada di dapur. Bisa saja Mas Rama berada di sana dengan pembantu itu. Namun, aku tidak menemukannya di sana. Hanya ada Bi Mina yang tengah mencuci piring.

Aku keluar dari dapur, berjalan ke lantai dua. Namun tidak menemukan suamiku juga di sana.

Terus di mana Mas Rama berada?

Apa di kamar tamu bersama Ibunya?

Untuk membuktikan rasa penasaranku, aku turun lagi ke lantai bawah. Berjalan ke arah kamar tamu. Ada dua kamar tamu di bawah sini, dan aku tidak tahu kamar mana yang tadi dimasuki ibu mertuaku.

"Aduh." Aku mengaduh saat kakiku ditubruk Azzam yang tengah dikejar oleh adiknya–Azzura.

"Tante Mel, mau ke mana?" tanya Azzura yang kini berdiri bersebelahan dengan kakak kembarnya.

"Cari Om Rama, Sayang. Kalian lihat?" tanyaku balik pada kedua keponakanku itu.

"Tuh, lagi di kamar sama Tante Nada!" ujar Azzam sembari berlari menyusul adiknya yang lebih dulu pergi.

Kak Nada dan Mas Rama, di kamar.

Ngapain?

Bersambung

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pembantu Baruku Ternyata ....    Bab 39 Extra part

    POV RamaTeruntuk Rama, putraku.Anakku, disaat kamu tengah membaca goresan pena ini, mungkin Ibu sudah tidak ada lagi di dunia ini. Tidak banyak yang ingin Ibu sampaikan padamu, selain kata maaf yang tak sempat terucap dari bibir ini.Maafkan ibumu ini, yang melewatkan masa-masa kecilmu. Maafkan ibumu ini, yang tidak memiliki waktu untukmu di masa dulu.Rama ... jika nanti kamu keluar dari lapas, pulanglah ke Cianjur. Ibu menyimpan sesuatu untukmu. Namun, jangan pernah kamu beritahu Tuti. Datanglah sendiri dan cari sendiri apa yang Ibu tuliskan di sini.Nak, pulanglah ke rumah kita di Cianjur. Di belakang rumah, tepatnya di bawah pohon nangka, Ibu mengubur sesuatu untukmu. Dan kunci yang ada dalam kotak itu, itu kunci untuk membuka kotak yang Ibu kubur di sana.Ingat, Rama. Datanglah seorang diri. Jangan datang bersama Tuti. Dari wanita yang telah melahirkanmu.Rumina*Kupandangi surat terakhir dari Ibu dan kotak yang telah berhasil aku keluarkan dari dalam tanah.Enam tahun sudah

  • Pembantu Baruku Ternyata ....    Bab 38 Ending

    Sesuai dengan keinginan Kak Arga dan Mama Melani, akhirnya aku memutuskan untuk tinggal di rumah Kak Arga.Awalnya, aku keberatan dan ingin tetap tinggal di rumahku sendiri. Namun, aku teringat pada Mama Melani. Jika aku dan Kak Arga tinggal di rumahku, maka Mama Melani akan tinggal seorang diri di sini. Dan hanya akan ditemani asisten rumah tangga saja.Hari ini rencananya aku akan pergi ke rumah Mama, untuk memberitahukan kepindahanku yang tidak direncanakan dari awal. "Sudah siap?" tanya Kak Arga."Hmm." Aku menjawab hanya dengan gumaman."Jangan cemberut kalau menjawab pertanyaan dari suami. Nanti kualat.""Gak akan," kataku seraya berjalan mendahuluinya.Saat akan keluar, tiba-tiba langkahku terhenti saat tali tas milikku di tarik dari belakang. Aku memutar bola mata dengan malas. Ini pasti kerjaan Kak Arga. Dia pasti tidak terima dengan jawabanku yang cuek padanya."Lepas, Kak. Gak usah jail," kataku dengan menarik-narik tasku. Tapi sayangnya masih dipegang Kak Arga.Dari belak

  • Pembantu Baruku Ternyata ....    Bab 37 Pengantin Dadakan

    "Sah.""Sah."Dua orang saksi berucap bersamaan. Rasanya aku sedang melayang tinggi hingga sulit untukku kembali menginjakkan kaki di bumi. Aku tidak menyangka, jika kedatanganku ke rumah sakit, bukan hanya untuk menjenguk orang sakit, melainkan untuk menjadi seorang pengantin.Pengantin? Ah, pengantin terpaksa.Segurat senyum terukir dari bibir pria yang tengah terbaring tak berdaya di atas tempat tidur. Matanya melihatku dan anaknya bergantian. Dengan tangan yang bergetar, ia memcoba meraih tanganku yang berada di sampingnya."Te, teri ma, ka sih, Mel." Meski terputus-putus, aku masih mendengar dan paham dengan kata yang Om Tio ucapkan. Om Tio berterima kasih padaku, karena aku telah bersedia menikah dengan putra semata wayangnya. Siapa lagi kalau bukan, Kak Arga.Ya, sekarang aku menjadi istri dari seorang Arga Winata. Anak dari Satrio Winata.Entah mimpi apa aku malam tadi, hingga aku bisa menikah hari ini di rumah sakit. ***"Mama! di mana Raka, Ma?" Setelah sampai di rum

  • Pembantu Baruku Ternyata ....    Bab 36 Menemui Mas Rama

    "Sudah, Mel, jangan nangis terus. Biarkan Bu Mina tenang dalam tidur panjangnya." Mama mengusap bahuku yang bergetar.Saat aku masuk ke ruang rawat Bu Mina tadi, dokter menyatakan kalau Bu Mina sudah meninggal dunia.Dari sana, aku tidak bisa membendung air mataku lagi. Hingga saat ini, kepergian Bu Mina masih seperti mimpi bagiku.Seandainya saja aku tidak keluar dari kamar Bu Mina, mungkin aku bisa menemani ia sampai akhir napasnya. Ada penyesalan besar yang tidak bisa aku ungkapan. Tentang pemintaan terakhir Ibu, yang tidak bisa terwujudkan. "Sudah beres, Dam?" tanya Mama pada putra sulungnya."Sudah, Mah. Sebentar lagi, kita akan membawa Bu Mina pulang." Mas Adam berkata seraya mengusap kepalaku.Saat Ibu dinyatakan meninggal, aku memang langsung menghubungi keluargaku. Tidak ada lagi yang dapat membantu Bu Mina di sini, selain keluargaku. Ibu tidak punya saudara atau kerabat di sini. Adapun Mama Tuti, tapi mana mungkin dia peduli pada Ibu."Ayo, Mel." Mama menggandeng tanganku

  • Pembantu Baruku Ternyata ....    Bab 35 Kenapa Bu Mina?

    "Ibu haus?" Bu Mina yang terbaring lemah di atas tempat tidur mengangguk.Aku mengambilkan air minum dan membantunya untuk minum.Sudah satu minggu Bu Mina berada di rumah sakit. Setiap hari aku datang untuk menemani dan merawat wanita yang tubuhnya semakin ringkih ini. Mata sayunya semakin sendu. Tidak lagi nampak wajah ceria darinya. Senyum pun sudah tidak bisa kulihat lagi dari bibirnya."Mel, Ibu ingin bertemu Rama."Aku tertegun mendengar suara lemah Bu Mina yang ingin bertemu anaknya."Ibu, sembuh dulu, ya. Nanti kita jenguk Mas Rama," kataku.Bu Mina menggelengkan kepala. "Ibu takut tidak ada umur, jika harus menunggu sembuh, Mel. Bisakah sekarang, Ibu ke sana? Ibu sangat merindukan Rama, Mel." Jangankan untuk keluar dari rumah sakit, untuk makan pun Bu Mina sudah kesulitan. Hanya ada satu cara untuk mempertemukan Bu Mina dan Mas Rama. Yaitu dengan meminta ijin kepolisian untuk membawa Mas Rama ke sini. "Tidak bisa, Bu. Keadaan Ibu belum stabil. Akan Melodi usahakan, agar

  • Pembantu Baruku Ternyata ....    Bab 34 Arga

    "Bibirnya, Mel."Sesuai dengan arahan Kak Nada, aku memoles bibir pria yang tengah terlelap itu dengan lipstik warna merah menyala milik Mama."Sekarang pake ini." Aku mengacungkan eyeshadow dan kemudian mengaplikasikannya ke wajah orang yang sama.Sesuka hatiku, aku memoles wajah Kak Arga dengan tidak beraturan dan sangat menyeramkan.Biarkan saja. Siapa suruh dia mengejekku anak ingusan. "Sudah, Mel. Nanti dia bangun," ucap Kak Nada berbisik."Kagak akan bangun, Kak. Dia, kalau tidur suka kagak sadar," ucapku pasti."Ya iyalah, namanya tidur, memang gak sadar. Gimana, sih kamu?""Eh, iya, ya? Hihihi ...." Aku tertawa cekikikan dengan tangan yang terus bermain dengan alat make up yang sengaja aku ambil dari kamar Mama.Rasa kesalku pada orang ini akan terbayarkan dengan aku mengerjainya.Masa, cuma gara-gara aku minta dia jadi pacar aku, dia sampai mengataiku ingusan. Padahal ... ya, memang kadang ingusan. Tapi kadang-kadang."Beres!" ujarku senang."Astaga, Melodi. Apa yang kamu la

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status