Part- 15 Dewi
Terburu langkah Lala menuju kantin, cacing di perutnya sepertinya lincah menari-nari. Lala tidak boleh membiarkan keadaan ini. Bagaimanapun Lala harus bisa menjaga diri jangan sampai sakit. Siapa yang peduli jika dirinya sakit? Bahkan Lala merasa tidak punya siapa-siapa. Kali ini bukan mie cup yang ia pesan, kata Bi Narsih pagi-pagi harus susu dan nasi. Hmm Lala sudah memesan makanannya dan hendak menuju tempat favoritnya meja paling belakang pojokan dekat jendela besar itu. Tempat biasanya bersama Alan.
Bola matanya seketika berbinar menemukan sahabat dan kekasihnya sudah berada di sana. Sungguh Lala merindukan mereka berdua dengan riang Lala menyusul mereka.
“Hei, selamat pagi. Wah! Wah! Sudah duluan di sini saja,sih,” sapa Lala cukup ramah. Sontak keduanya kaget dengan kedatangan Lala yang tiba-tiba. “Boleh gabung nggak nih,” canda Lala.
Dewi tiba-tiba tersadar akan kemunculan Lala. Bahkan kesusahan menelan makanannya saking kagetnya,
Hai kak terimakasih sudah membaca. Semoga suka. Love Azra
Mata kuliah hari ini cukup menarik, tapi tidak dengan perasaan Lala. Rasa bersalah pada Alan dan kecewa pada Dewi terus mengikuti ke mana pun otaknya berpikir. Sialnya Lala merasa terganggu dengan masalah ini dan tidak bisa berkonsentrasi dengan baik. Romadhon dosen Bahasanya sedang menjelaskan tentang materi kuliah. “Untuk materi bahasa tentu berbeda dengan materi saat di sekolah.Tanpa kalian sadari kalian telah mempelajari bahasa selama dua belas tahun pada masa sekolah. Nah untuk taraf kuliah pada kelas ini, kita tekankan pada ketrampilan menulis. Karena ketrampilan menulis yang ditekankan, maka kita harus menguasai bahasa tulis. Seperti kalian ketahui bahasa itu dasarnya ada dua yaitu bahasa lisan dan bahasa tulis,” terang Romadhon. “Sekarang bapak akan menerangkan dan sekiranya penting langsung saja di catat. Ingat saya tidak mengulangnya jadi tolong perhatikan baik-baik, setelah ini kita lanjut tanya jawab,” imbuhnya. Semua mahasiswa tampak sudah
“Tapi, Lan ....,” Bola mata Lala memutar mencari jawaban. Wajahnya memucat, gugup, bingung dan khawatir bercampur menjadi satu. “Kenapa? Apa kau malu mengenalkanku dengan tantemu?” tanya Alan curiga dengan tatapan tajam seakan menguliti Lala. Dirinya merasa selangkah akan menang dan kecurigaan bahwa Lala selingkuh akan terkuak. Saat ini sungguh sudah ditunggunya, bahkan rencana membuntuti Lala sudah dipikirkan matang-matang, tentu saja itu semua atas ide Dewi. Setelah Dewi memperlihatkan video rekaman Lala masuk ke dalam mobil hitam bersama laki-laki yang tampak lebih dewasa. Alan tersinggung dan mulai merasa kekasihnya bukan gadis baik-baik saja. Alan berpikir mungkin dirinya tidak menjanjikan masa depan yang baik sehingga kekasihnya memilih laki-laki yang lebih mapan. “B-bu-bukan begitu, Lan. Tapi tanteku belum pulang, iya belum pulang, seperti itu?” jawab Lala dalam nada mengambang terlihat jelas dia bukan pembohong yang ulung. “Jadi, yang bener ya
“CIL!!!” teriak Glenn memenuhi seluruh ruang di apartemen tersebut. “CILL!! Astaga! Di mana kau? Sudah tuli apa nggak punya kuping?” Glenn mengomel demi mendapatkan sahutan dari Lala. Tapi rupanya Lala tidak mendengar karena sedang asyik di belakang menjemur pakaian Glenn yang sudah berhasil dicucinya. “Hoiii, Lala, bocah kecil, gadis miskin, gadis tuli, .... Sungguh nggak berguna ...” Omelan Glenn terhenti saat menemukan orang yang dicarinya sedang menggantung celana dalam. Sesaat Glenn menutup mulut dengan tangannya, bahkan Lala memegang celana milik pribadinya itu. Menyadari sang majikan datang Lala mempercepat pekerjaannya, takut jika saja ada pekerjaan baru yang harus dia kerjakan. Meskipun seorang pembantu bukankah dia harus profesional? Celana dalam terakhir ia gantung, kemudian Lala menyimpan ember itu dan berjalan mendekati Glenn, yang tampak angkuh dengan tangan bersedekap menunggunya. Sudah seperti mandor dan budak, seperti itulah gambaranny
PART 19 Hentakan musik itu memenuhi ruangan berkolaborasi dengan gemerlap lampu. Kondisi bar begitu riuh seolah seluruh pengunjungnya adalah pemilik malam ini. Untuk kesekian kalinya Glenn dan Sabila merayakan kemerdekaan hubungan mereka. Bahkan orang tua Sabila pun sudah mempercayakan putrinya sepenuhnya pada Glenn dan tidak mempermasalahkan tidak pulang asal bersama Glenn. Bahagia tak terkira hati Glenn, lampu hijau benar-benar bersinar terang dari calon mertuanya, setelah sebelumnya sempat redup dan nyaris padam. Apalagi yang dilakukan untuk pasangan berusia muda selain bersenang-senang. “Sudah cukup, Glenn. Kamu tak biasa minum banyak,” Sabilla merebut gelas dari tangan kekasihnya, dirinya kawatir jika kekasihnya mabuk dan tidak bisa mengontrol diri gara-gara minuman sialan itu. Tapi sayang usahanya merebut gelas itu sia-sia dan gelas itu terlepas. Bertepatan dengan seorang wanita yang kebetulan lewat. Wanita itu mendelik, melihat dress hitam seje
Glenn berjingkat kaget spontan melempar ponselnya ke sofa dan segera berlari, demi mengetahui penyebab Sabila berteriak. “Ada apa ini?” batinnya resah. Jantungnya semakin tidak mau tenang kala melihat tubuh kekasihnya bersimpuh di lantai dengan pandangan menunduk dan wajah tertutup kedua tangannya. Tubuh Sabila bergetar. Sabila ditemukan terisak. Di sebelahnya Lala duduk dan memegang bahu Sabila, sepertinya sedang menenangkan calon tunangan Glenn tersebut. Rupanya dirinya terbangun juga ketika mendengar teriakan Sabila. Sama dengan sabila dirinya pun kaget karena ketiduran di kamar Glenn. “Ini salah paham kak, percayalah, ”ucap Lala memohon. Tubuh kecil terbungkus baby doll dengan motif panda itu tampak gemetar. “Gadis miskin apa yang kau lakukan pada Sabila?” Glenn datang tiba-tiba menodongnya dengan pertanyaan yang sungguh tidak masuk akal. Lala bertambah bingung. “A-a-aku tidak melakukan apa pun, Glenn. Sungguh!” jawab Lala. Glenn memicingk
Lala tidak tahu akhir kisah semalam, dirinya memutuskan kembali ke kamar setelah membersihkan namanya. Entah bisa menolong Glenn atau malah memperkeruh suasana dirinya tak peduli lagi dengan kedua calon pasutri yang entah bakal jadi suami istri beneran atau tidak nantinya. Sudah hampir tunangan, sudah mau nikah kelakuan masih kaya anak-anak, berantem dan salah paham melulu.Pagi buta Lala sudah bangun dengan agenda menyetrika baju Glenn, pekerjaan yang paling dia benci karena tangannya selalu pegal setelahnya.Lala mengikat rambutnya tinggi-tinggi, siap tempur dengan gunungan pakaian Glenn. Memisahkan atasan dan bawahan sebelum mengerjakannya, sama seperti Bi Narti ketika bekerja. Dulu Lala senang sekali membantunya.Ketika sedang asyik Lala merasa ada seseorang melewatinya dari belakang, Lala merinding tidak berani menoleh. “Apakah ada hantu di apartemen ini,” batinnya. Tiba-tiba bulu kuduknya meremang. Lala ketakutan, “Menoleh, ja
Istilah yang dipakai Sabila sangat menyakitkan, bolehlah mengomel sesuka hati. Setidaknya jangan juga menyinggung harga diri. Apalagi sampai bilang, Lala membangunkan Glenn untuk menawarkan tubuhnya. Astaga!!! Bahkan dalam bayangannya pun tidak ada ceritanya merebut pacar orang.Biarpun nantinya bahkan laki-laki di dunia ini sudah punah, Lala tidak berniat merecoki apa yang sudah menjadi milik wanita lain. Bukankah menjadi jomblo berkualitas lebih berharga dari pada punya cowok nggak jelas.Nggak jelas darimananya? tentu saja dari sifatnya. Jangan lihat fisiknya dulu, kalau memandang fisik tentu saja pria seperti Glenn adalah idaman Lala, tapi itu tak lantas membuat Lala lupa akan prinsip dan harga diri. Tentu saja Lala bukan ABG labil penggila penampilan. Kecerdasan otak Lala bahkan melampaui batas.Hari ini Lala sibuk memilih laptop karena dari kampus tempatnya menimba ilmu mewajibkan mahasiswanya memiliki
"Iya deh, kaum jomblo ngenes nih dengernya. Habis ini mau bunuh diri saja, terus gentayangan menghantui orang yang suka Amer pacar," ucap Daniel terkekeh kecil. Kemudian menyuapkan makanan kemulutnya banyak-banyak. Tampaknya begitu kelaparan dia."Jangan ngacolah, Nil. Bagaimana dengan Sita?" Lala mengingatkan Daniel dengan gadis incarannya. Siapa yang tidak kenal sita? gadis terpopuler di kampusnya."Ahhhh, itu bagaikan punguk merindukan bulan, sudahlah, lupakan saja. Kamu jadi nggak kekosan Alan." Daniel mengalihkan pembicaraan, karena membicarakan sita hanya mengingatkan luka saja."Jadi dong," jawab Lala mantap. Dia yakin hari ini masalahnya dengan Alan akan selesai."Mau nitip ini tolong berikan Alan ya, proposal pementasan akhir bulan, suruh cek ulang lagi.""Oke, asal imbalannya sesuai he he ...." canda Lala menerima berkas itu dan memasukkannya dalam ransel.