Aku melepas pakaian lama.
Kain itu mungkin bisa dikenali oleh siapa pun yang mengenal pemilik sebelumnya. Aku tidak ingin hantu masa lalu menghantuiku. Aku harus menghapus setiap jejak, memutuskan semua ikatan, membakar setiap jembatan yang menghubungkanku dengan masa lalu yang tidak berguna. Pandanganku jatuh pada jepit rambut yang patah, sekarang berlumuran darahku. Aku mengambilnya, menatap pantulan samar wajah di permukaannya. Wajah yang tidak asing, polos, bahkan menyedihkan ini... Sebuah kanvas kosong, siap untuk kuukir. Itu tidak cukup. Itu masih bisa dikenali. Aku membutuhkan identitas baru. Sesuatu yang tidak akan pernah dilupakan. Sesuatu yang akan membuat mereka bergidik, atau setidaknya tidak mengenali wajah lama ini. Aku mengarahkan ujung tajam jepit rambut ke wajahku. Pertama, di atas mata kananku, lalu di bawahnya. Sayatan yang dalam, merobek kulit, meninggalkan jejak merah mengalir. Plok! Kemudian, mata kiri. Di atas dan di bawah. Darah menetes, membasahi pipiku, terasa hangat di kulitku yang dingin. Rasa sakit yang tajam dan menyengat, tetapi aku tidak merasakan apa-apa selain kepuasan. Ini bukan rasa sakit; ini adalah seni. Sebuah deklarasi. Ini bukan hanya penyamaran. Ini adalah kelahiran kembali. Aku menghapus wajah lama, menghapus jejakmu, pemilik tubuh ini. Kau sudah mati. Sekarang, hanya ada Chen Mo. Dan Chen Mo ini akan menjadi teror bagi siapa pun yang berani melintasi jalannya. Bahkan jika itu berarti menginjak-injak ingatanmu. Aku menatap langit gelap di atas jurang, seringai menakutkan terukir di wajahku yang sekarang tergores darah. "Lihat aku, dewa bajingan! Aku tahu kau tidak memberiku petunjuk tentang dunia ini, aku tahu kau melemparku ke tempat paling terpencil ini! Tapi aku, Chen Mo, tidak takut akan hal itu!" Tawaku yang serak bergema di jurang yang sunyi, memantul dari dinding batu yang menjulang tinggi. "Aku akan berjuang dan menemukan informasi sendiri, bahkan di jurang sunyi ini! Hahahahaha!" Aku terhuyung-huyung maju, rasa sakit di perut dan wajahku menjadi pengingat konstan. Langkah pertamaku di dunia baru ini. Aku melihat sekeliling, menganalisis. Jurang ini terasa begitu jauh dari peradaban; dindingnya curam, dan hanya ada suara angin yang melolong. Tidak ada jejak kaki manusia, tidak ada tanda-tanda pertempuran yang jelas selain darahku sendiri dan darah pemilik tubuh sebelumnya. Hanya batu, lumut, dan beberapa tanaman aneh yang belum pernah kulihat sebelumnya. Dunia kuno? Atau sesuatu yang sama sekali berbeda? Tidak ada teknologi, tetapi aku merasakan sesuatu yang familier di dunia baru ini. Menarik! Tapi pertama-tama... air. Prioritas utama: air. Aku haus, dan tubuh ini sangat membutuhkan cairan untuk bertahan hidup. Aku berjalan di sepanjang dasar jurang, langkah kakiku berderit di atas kerikil. Udara lembap dan dingin. Setelah beberapa saat, mataku menangkap kilauan samar di antara bebatuan. Genangan air, mungkin dari rembesan batu. Airnya terlihat jernih, meskipun sedikit lumut menempel di tepinya. Aku berlutut, minum perlahan, merasakan cairan dingin membasahi tenggorokanku yang kering. Setelah itu, aku mencuci wajah dan tubuhku yang kotor. Darah kering dan kotoran hanyut, memperlihatkan goresan segar di wajahku, yang sekarang terasa perih tapi bersih. Bekas lukanya berbeda, seperti bekas cakaran binatang buas yang merobek kulit di sekitar mataku, secara drastis mengubah fitur wajahku. Tepat saat aku selesai, sensasi aneh menyebar di punggungku. Bukan dingin, bukan bahaya fisik, tapi perasaan jelas sedang diawasi. Instingku, yang telah menyelamatkanku berkali-kali di Bumi, berteriak. Sesuatu sedang mengawasiku di sini? Sepertinya bukan manusia. Aku berdiri tegak, membiarkan air menetes dari rambut dan tubuhku. Aku bergerak perlahan, tanpa suara, ke arah dari mana sensasi itu berasal. Aku tidak takut. Hanya ingin tahu. Di antara batu-batu besar, sepasang mata kuning keemasan menatapku. Bukan mata liar biasa. Ada kecerdasan, bahkan sedikit rasa ingin tahu di sana. Aku melangkah lebih dekat, dan dari balik bebatuan, seekor anak harimau kecil muncul. Ukurannya tidak lebih besar dari anjing dewasa, bulunya bergaris-garis indah, dan ada aura samar yang aneh di sekitarnya, seolah udara di sekitarnya sedikit berdesir, memancarkan energi yang belum kukenal. Harimau? Tapi... aura ini. Dan matanya. Ini bukan hewan biasa. Makhluk ini... bisa bicara? "Kenapa ada manusia di sini? Tempat ini sangat jauh dari pemukiman mana pun," suara yang jelas, seperti anak kecil, datang dari anak harimau itu. Aku menyeringai, senyumku sekarang terlihat lebih menakutkan dengan goresan di wajahku. "Apakah kau ingin memakanku, anak harimau kecil?" Anak harimau itu menggelengkan kepalanya, ekornya mengibas perlahan. "Tidak. Aku hanya ingin minum, dan aku melihatmu sedang mandi, jadi aku menunggumu pergi." Menunggu? Makhluk ini bicara? Dan ia menunggu? Variabel baru. Kelemahan baru untuk dieksploitasi. Sebuah kesempatan. Ia polos. Mudah dibentuk. "Hmm," gumamku, kepalaku sedikit miring, menganalisis. Omong kosong. Semua orang pada akhirnya akan menusukmu dari belakang. Yang lemah akan menjadi mangsa. Dan aku tidak akan menjadi mangsa. Aku akan menjadi pemburu. "Jika kau tidak ingin memakanku..." Mataku menyipit. Dengan sekuat tenaga, aku menerjang. Wusss! "...MAKA AKU AKAN MEMAKANMU! SHAAAATTT! HAAA!" Aku menerkam. Tanganku mencengkeram leher anak harimau kecil itu dengan kekuatan yang tidak kuduga dari tubuh lemah ini. Otot-ototnya menegang di bawah cengkeramanku, dan matanya melebar ketakutan. Cakarnya mencakar lenganku, merobek kulit, tetapi aku tidak merasakan apa-apa. Rasa sakit hanyalah bumbu. "Aagghhh! K-kenapa kau ingin membunuhku?! Aku tidak ingin membunuhmu!" suaranya tercekat, memohon, air mata mulai menggenang di mata kuningnya, mencerminkan teror murni. Aku menatapnya dengan tatapan dingin, senyumku melebar, memperlihatkan gigi putihku. "Hahaha! Omong kosong! Di dunia ini, kau tidak ingin memburuku? Aku akan memburumu!" Anak harimau kecil itu meronta, seluruh tubuhnya gemetar hebat. Napasnya semakin berat, matanya mulai memudar, dan air mata mengalir dari sudut matanya yang ketakutan. Cengkeramanku tidak mengendur. Saat aku menyaksikannya, aku berbicara pada diriku sendiri: 'Tidak ada yang aman di dunia ini, bahkan yang baru ini. Tidak ada yang bisa dipercaya.' Cahaya rembulan menyelimuti jurang, menerangi bebatuan dan membuat udara terasa dingin dan berat. Keringat bercampur darah menetes di wajahku yang baru saja terluka. Cengkeramanku di leher anak harimau tidak mengendur. Matanya memudar, napasnya tersengal-sengal, dan air mata ketakutan mengalir di wajahnya. Ia meronta, tapi tubuh mungilnya tak berdaya melawan tekadku. Aku bisa merasakan jantungnya berdebar kencang di bawah telapak tanganku, berjuang melawan cengkeraman maut. Membunuhmu sekarang? Tidak. Kau terlalu berharga. Seekor binatang yang bisa berbicara di dunia yang tidak kukenal. Kau adalah ensiklopedia berjalan. Sumber informasi yang tak ternilai harganya. Membunuhmu sekarang akan menjadi sia-sia. Ini hanyalah gertakan. Sebuah pelajaran. Penegasan dominasi."MATI!" teriak Chen Mo.Seringainya tampak gila.Ular itu menerjang.Menyemburkan racunnya yang ganas.Chen Mo menghindar dengan teknik lincah yang ia kuasai dari kehidupan sebelumnya.Lalu dengan cepat menarik kakinya yang tertanam di tanah.Sebuah panah batu besar, sekitar 1,5 meter panjangnya, melesat seperti kilat.Panah itu menembus kepala ular ketiga.Mengakhiri hidupnya seketika.Salah satu kepala lainnya sekarang buta.Dan kepala terakhir tampak sangat lemah, terhuyung-huyung.Uaagghhhh!Teriakan penderitaan ular itu menggelegar.Kepala ular yang tersisa, matanya yang buta menatap Chen Mo, berbicara."Mengapa kau melakukan ini? Apakah kita punya dendam?"Suaranya adalah trik.Upaya untuk membuatnya lengah.Chen Mo tidak memercayai kata-kata ular itu.Naluri-nalurinya berteriak.Racun itu masih menyebar dengan cepat.Tanpa ragu, dia mengambil Qi-Slaying Blade.Mengarahkan ujungnya ke lengan kanannya.Yang sudah berkarat dan mengelupas hingga ke siku.Swaaasshh!Suara desisan ta
Pagi datang begitu cepat.Membawa sebuah kenyataan aneh bagi Chen Mo.Luka jahitan di perutnya terasa jauh lebih baik.Bukan lagi rasa sakit yang menusuk.Melainkan sensasi menarik yang samar.Ini adalah bukti bahwa tubuh barunya, entah bagaimana, memiliki kemampuan regenerasi yang tidak wajar.Di dalam gua yang terbentuk di balik bukit Hutan Bayangan Kuno, Chen Mo memandang langit."Jadi, ini bukan mimpi. Realitas baru, yang lebih kejam, tetapi juga penuh peluang. Aku punya artefak ini, meskipun aku belum sepenuhnya menguasainya."Dia meremas gagang pedang hitam di tangannya."Aku ingat teknik pedang dari Bumi. Mereka pasti berguna di sini. Tapi aku tidak bisa menunjukkannya. Mereka akan curiga."Malam sebelumnya, dia terpaksa tidur di luar gua.Udara dingin menusuk kulitnya.Tetapi tidak berdampak apa-apa baginya.Dingin itu hanya sensasi, tidak lebih.Chen Mo berjalan keluar gua, membawa pedangnya.Dia duduk di bawah pohon besar.Bayangan daun-daun raksasa menari di kulitnya.Tatap
Ekspresiku tetap netral.Sedikit kerutan di alisku pura-pura kebingungan."Dantian? Aku... aku tidak tahu apa itu. Apakah itu sesuatu yang seharusnya dimiliki manusia?"Aku menjaga suaraku tetap lembut.Bingung.Dengan hati-hati menumbuhkan persona pendatang baru yang bodoh.Mei mengawasiku.Suara internalnya bergema, campuran kejutan dan perhitungan yang semakin besar.'Dia benar-benar tidak tahu. Seorang manusia tanpa dasar kultivasi. Namun, dia bertahan dari intimidasi. Dia tidak bergeming di hadapan cakarku. Yang satu ini berbeda. Sebuah kanvas kosong, tetapi dengan kemauan yang kuat. Mungkin, alat yang unik.'Tatapan Mei menajam.Sedikit kecurigaan, seperti bayangan samar, melintasi mata emasnya.Dia mengulurkan tangan.Jari-jarinya yang ramping, dengan kuku pendek dan tajam, melayang di dekat dadaku.Aku tidak bergeming.Aku merasakan gumpalan energi yang samar dan dingin menyapu kulitku.Menyelidiki.Itu tidak menemukan apa-apa.Sama sekali tidak ada."Memang," gumamnya.Suaran
Harimau betina itu mendengus.Seolah geli dengan rasa ingin tahuku."Tentu saja. Sebagian besar manusia terlalu lemah dan bodoh untuk bertemu binatang seperti kami di tahap ini. Apa yang ingin kau ketahui, Xiao Bai?"Aku mulai bertanya.Berfokus pada kultivasi binatang."Bagaimana binatang bisa menyerap energi? Apakah ada tahapannya? Apa yang terjadi jika seekor binatang mencapai tahap yang sangat tinggi?"Harimau betina itu, mungkin bangga dengan pengetahuannya atau hanya ingin memamerkan kekuatannya kepada 'manusia lemah' ini, mulai menjelaskan.Suaranya dalam dan berwibawa."Kami, para binatang, menyerap energi spiritual dari alam. Dari hutan, dari sungai, dari bebatuan. Kami tidak memiliki Dantian seperti manusia; kami membentuk Inti Binatang di dalam tubuh kami, seperti meridian yang mengumpulkan energi. Ini adalah jalan kami menuju kekuatan tertinggi."Dia melanjutkan."Di tahap awal, kami adalah Binatang Spiritual. Kami mulai menyerap energi, tubuh kami menjadi lebih kuat, indr
Sore itu, bayangan panjang mulai merayap di atas Bukit Sarang Harimau.Membentang dari tebing kokoh yang mengapitnya.Udara, yang panas menyengat beberapa saat lalu, kini dipenuhi angin sejuk.Membawa aroma tanah lembap dan dedaunan hutan.Namun, keheningan yang seharusnya membawa kedamaian justru hancur.Oleh aura dominasi dan amarah murni yang membekukan darah.Dari pintu masuk gua yang gelap, sepasang mata emas tiba-tiba terbuka.Jauh lebih besar dan lebih intens dari mata anak harimau.Memancarkan kilau yang mengancam.Grrrr... Rroarr!Raungan itu membelah udara sore.Bukan hanya suara, tapi gelombang kekuatan murni yang menghantamku.Tanah bergetar di bawah kakiku.Dan getaran itu menggerogoti tulang-tulangku yang masih lemah.Harimau betina itu melangkah keluar dari kegelapan.Tubuhnya menjulang tinggi.Jauh lebih besar dari yang kubayangkan.Otot-ototnya bergelombang di bawah bulu oranye-hitam yang berkilau.Memancarkan kekuatan primal.Setiap langkah adalah bunyi gedebuk yang
Aku sedikit mengendurkan cengkeramanku.Hanya cukup untuk memberinya sedikit udara.Anak harimau itu terbatuk.Terengah-engah mencari napas.Batuknya basah dan menyakitkan.Seolah paru-parunya telah diinjak-injak.Ia terhuyung ke tanah.Menatapku dengan mata penuh teror.Tubuhnya gemetar hebat.Bulunya berdiri tegak seperti duri."Aagghhh... huff... huff... A-Aku... tidak bisa bernapas..."Aku menyeringai.Senyumku sekarang lebih dingin dari sebelumnya.Seolah ditempa dari es."Dengar, anak harimau. Aku tidak akan membunuhmu... untuk sekarang."Anak harimau itu menatapku.Matanya menunjukkan secercah harapan bercampur ketakutan yang mendalam.Kilasan singkat kelegaan melintas di wajahnya, sebelum teror kembali menguasai."Tapi," lanjutku.Suaraku rendah dan mengancam.Setiap kata seperti cambuk."Kau akan memberiku semua informasi yang kau punya tentang tempat ini. Semua yang kau tahu. Dan jika kau berani berbohong, atau mencoba kabur..."Aku mendekatkan wajahku.Noda darah sekarang t