Share

Skenario Sempurna

Author: Mommy Raqila
last update Huling Na-update: 2024-05-07 15:08:37

Gendis mendapat kabar jika acara bazar kemarin berjalan lancar. Seruni juga memberikan satu amplop  berupa undangan agar Gendis menghadiri acara puncak amal.

Semua sudah disiapkan dan kali ini baru pertama kali bagi Gendis merasakan bisa berbaur dengan para istri prajurit yang lain. Saling bergotong royong dan bahu membahu agar acara berjalan lancar.

Semua ibu-ibu bersikap ramah, tak ada satupun dari mereka yang bersikap seperti Ibu mertuanya, hanya saja Gendis masih heran mengapa dulu mereka menjaga jarak dari Gendis. Apa mereka takut Gendis akan berbicara yang tidak-tidak pada media?

Untuk apa juga Gendis melakukan hal itu. Bukankan sudah ada peraturan tersendiri? Gendis pun enggan untuk mengekspose kehidupan pribadinya sebagai Ibu Persit pada Media.

Apalagi ia telah memutuskan keluar dari dunia entertaint setelah resmi menikah dengan Galuh.

"Seruni, nanti Mbak mau ke rumah mertua dulu. Mbak minta tolong ya nanti, anterin ke rumah mertua. Mobil Mbak ketinggalan di lapangan Kodam," ucap Gendis.

Remaja yang sedang mengepang rambutnya sendiri itupun menoleh ke arah Gendis tanpa melepaskan kegiatan tangannya, "huke Bu, Ibu mau ngapain ke sana?"

"Ambil rantang. Udah ada enam di sana. Nanti Mbak bingung lagi kalau mau nganter makanan pake apa. Nggak mungkin dibungkus daun pisang."

Keduanya tertawa, tapi sebenarnya lucu juga jika Gendis membawa makanan yang dibungkus daun pisang alias dipincuk. Pasti Sri akan mengomelinya sampai satu abad.

Setelah acara selesai Seruni benar membantu Gendis, mengantar wanita itu dan menunggui Gendis di depan pagar orang tua dari Galuh.

Sedangkan Gendis berlalu ke dalam untuk mengambil rantang dan menukarnya dengan memberikan minuman herbal untuk mertuanya. Bukan racikan dari Bu Hari tapi, jangan sampai ia memiliki adik ipar kecil nanti. Satu ipar saja pusingnya minta ampun.

Bahaya!

Melihat pintu depan yang tertutup rapat, Gendis lantas ke arah belakang rumah. Ia sudah hafal jika Sang Mertua terbiasa duduk-duduk di pekarangan belakang rumah di sore hari begini untuk menikmati semilir angin.

Namun pemandangan lain membuat Gendis menghentikan langkahnya. Berjalan mundur bersembunyi di balik tembok. Di sana ada Galuh, duduk bersama Mertua juga adik iparnya Sonia.

Tahu begini lebih baik ia menyuruh Seruni untuk pulang lebih dulu. Biar dia bisa pulang bersama Galuh. Kalau suaminya itu tahu dia bersama Seruni pasti Galuh akan menyuruhnya pulang bersama Seruni, kasian katanya.

Gendis sudah merogoh tas dan mengambil ponsel. Akan tetapi ketika mencari nama Seruni di kontak ponsel suara Sonia menghentikan niatan Gendis. Ia penasaran karena namanya dibawa-bawa dalam perbincangan keluarga tersebut.

"Udah dua tahun lho Mas Galuh nikah sama Mbak Gendis. Kapan cerai? Kesepakatannya juga udah selesai kan sama Mbak Renata. Jadi Mas ngga ada kewajiban buat lanjutin pernikahan ini Mas. Semakin cepat semakin bagus Mas."

Degup jantung Gendis berpacu cepat, darahnya berdesir membuat wajah Gendis memerah. Apa katanya? Gendis, Gendis tak salah dengar kan! Iparnya dengan lugas menyuruh Galuh menceraikan dirinya!

Adik kurang kerjaan memang. Padahal selama ini Gendis selalu memberikan barang keluaran terbaru yang diinginkan Sonia. Bisa-bisanya gadis itu malah melakukan hal seperti ini padanya.

"Iya Luh, Ibu kasian sama Gendis. Gendis baik banget lho sama kita. Kalau Kamu makin lama ngundur waktu Ibu jadi makin nggak enak sama Gendis," ucap Sri pelan yang disambut dengusan kasar Sonia.

Helaan napas wanita paruh baya itu terdengar berat, membuat Galuh mendongak menatap langit sore.

Ini juga berat baginya karena Galuh belum menemukan cacat Gendis agar bisa menceraikan wanita itu dan mengancam Gendis supaya tak mengganggu hidup rumah tangga sepupu jauhnya, Renata dengan Arman.

"Mas bisa nikahin anak Pak Bupati setelah ini. Kayaknya mantan Mas Galuh itu masih berharap sama Mas, udah baik, santun nggak pernah terlibat scandal apapun. Lebih cocok jadi istri Mas Galuh," ungkap Sonia lagi.

Demi apapun Gendis ingin menyumpal mulut Sonia dengan sepatu kets yang saat ini ia kenakan.

Namun kemarahan Gendis berbalik meruntuhkan rasa percaya dirinya kala suara Galuh terdengar.

"Segera Pak Bu, tapi setelah Galuh dapet sesuatu yang bisa ngancem Gendis agar tidak mengganggu Arman lagi. Jadi Galuh nggak ada hutang sama Rena."

Senyap beberapa saat, ke empat orang beda usia itu saling diam dengan pikiran kemana-mana.

Begitu pula Sonia. Gadis yang begitu getol menjodohkan Kakaknya dengan Anindya kekasih Galuh, sebelum akhirnya harus putus karena permintaan Renata dua tahun lalu.

"Bapak sama Ibu tahu kan kesepakatan awalnya. Galuh harus punya satu bukti agar bisa jauhin Gendis dari Arman. Selama ini Galuh bisa nyuruh istri dari rekan-rekan Galuh agar mengasingkan Gendis, Galuh juga sudah nyuruh orang untuk mengikuti Gendis, tapi mereka belum dapat hasil memuaskan."

"Gendis baik, tapi pelakor Mas! Jangan sampai luluh sama dia pokoknya. Lagian juga nggak cocok mantan pelakor jadi bagian Ibu Persit! Yang bener aja."

Satu tangan Gendis menekan bagian kanan kiri dadanya karena jantunganya bertalu sangat keras.

Jadi sejak awal semua sudah terencana? Hubungan mereka adalah sebuah skenario yang naasnya ditulis oleh semua keluarga Galuh? Bahkan Sonia juga tahu rencana itu.

Ya Tuhan!

Gendis sulit bernapas normal, seperti ada bongkahan batu yang menganjal tenggorokannya. Sakit.

Namun Gendis bisa apa sekarang! Untuk menghadapi mereka saja ia sudah hancur lebih dahulu. Gendis tak memiliki tenaga untuk menemui keluarga Galuh yang mengenalnya sebagai perempuan kotor alias pelakor.

Dengan tergesa Gendis meninggalkan kediaman mertuanya. Ia tadi juga mendengar bahwa Galuh selama ini memperkerjakan seseorang untuk menguntitnya.

Cepat atau lambat pria itu pasti tahu jika Gendis berada di sana.

"Dek kita pulang," ucap Gendis pelan.

Sebisa mungkin ia menampilkan raut wajah biasa saja agar Seruni tidak curiga. Gendis meraih helm dan lekas naik ke jok motor Seruni, meminta gadis itu melajukan motornya sebelum Galuh sadar keberadaan Gendis.

"Lho rantangnya mana Bu?"

"Udah digadai katanya," sahut Gendis.

****

Rumah terasa asing sekarang. Sejak memasuki ruang tamu ada rasa dingin yang menyergap benak Gendis.

Ternyata kesepian yang ia rasakan terasa kental walau sempat Gendis tepis dengan keberadaan Galuh dalam hatinya.

Sudah Gendis bilang bukan kalau Galuh segalanya bagi Gendis. Di saat semua pria percaya bahwa dirinya menjadi duri dalam rumah tangga Arman yang notabene adalah sahabatnya sendiri, hanya Galuh yang tak pernah menyinggung hal tersebut. Hingga Gendis berpikir bahwa Galuh tak pernah termakan gosip yang beredar luas.

Tapi nyatanya malah diluar dugaan. Perbuatan satu keluarga itu lebih parah dari kalimat-kalimat pria yang pernah menawarkan harga pada tubuhnya karena scandalnya dengan Arman dulu.

"Ya Tuhan ...." lirih Gendis pelan.

Air matanya sudah tumpah dengan rasa sesak yang luar biasa menghimpit dadanya. Namun sekarang ia bisa apa! Gendis bahkan tak bisa berpikir jernih saat ini.

Hatinya hancur lebur dan kepercayaan dirinya koyak. Arman ....

Hanya satu nama itu yang kini bersarang di dalam pikiran Gendis. Ia harus menemui Arman.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Pemikat Hati Sang Kapten   Karena Itu Mas Terlambat Jemput Kamu

    "Enak?" Secara tak sengaja Gendis bertanya pada Galuh. Pria yang saat ini sedang duduk dilantai beralaskan karpet dan menyadarkan tubuhnya pada pinggiran tempat tidur. Membiarkan jemari Gendis memijat kepalanya. "Hm," gumam Galuh dengan senyum yang terus berpendar pada parasnya. Di tengah temaram cahaya, rayuan angin yang menyapa kulit serta aroma terapi yang memenuhi ruangan, Galuh tak menyangka ia akan mendapat sebuah kejutan seperti sekarang ini. Sikap Gendis sedikit lunak, dan sekarang ia mendapatkan kembali rutinitas malam yang selalu Gendis lakukan padanya dulu. Ibu jari Gendis sedikit menekan area belakang leher Galuh, menarik kaos polos pria itu agar sedikit ke bawah dan membuat dirinya semakin leluasa memijat Galuh. "Ini apa?" tanya Gendis datar. Ada goresan yang terlihat jelas. Dahi Gendis berkerut, melihat dengan seksama goresan itu. Sedikit panjang namun tak begitu lebar. Itu ... seperti bekas jahitan! Ya ... itu bekas jahitan. Dulu Galuh tak memiliki luka p

  • Pemikat Hati Sang Kapten   Rutinitas yang Sempat Hilang.

    Suasana hening semenjak beberapa menit yang lalu. Gendis fokus pada tampilan layar laptop milik Ririn, nampak seorang wanita yang bermain panas dengan dua pria sekaligus di sana. Kulit yang berkilau di bawah temaram cahaya, desahan halus yang terkadang bercampur rengekan manja, juga pukulan panas yang semakin membuat suasana membara. Gendis meringis, hidungnya mengkerut dengan ekspresi tak percaya juga jijik sekaligus. "Parah Men," gumamnya yang jelas masih di dengar oleh Ririn. "Udah, Aku nggak kuat Rin. Jijik banget. Pen muntah." Tangan Gendis mendorong benda elektronik di depannya. "Faktanya ini Video editan Dis," beritahu Ririn, jemari wanita itu kembali mengutak-atik laptopnya untuk kemudian ia geser kembali ke hadapan Gendis. "Ini aslinya." "WHAT!" "Total ada delapan video panas, dan pemeran laki-lakinya juga beda Dis." "Astaga! Seriusan?!" seru Gendis dengan dua netra yang melotot horor. Satu video saja Gendis sudah ngeri-ngeri tak sedap melihatnya. Apalag

  • Pemikat Hati Sang Kapten   Terlibat Kasus Darurat

    "Nia pulang," pamit Sonia. Gendis berdeham. Ke dua maniknya mengiringi bayang adik iparnya tersebut sampai gocar yang Sonia pesan menghilang dari pandangannya. Sudah dua hari gadis itu menginap, dan entah mengapa meskipun hanya ada perdebatan dan keributan dalam komunikasi mereka, Gendis merasa curiga. Aneh, bahkan kemarin Gendis memergoki Sonia ketika gadis itu mendapat telpon yang katanya dari temannya itu. Tiap gerak gerik yang Sonia lakukan menurutnya sangat aneh. "Dek, ayo ke dalem. Anginnya lumayan kenceng nanti Kamu masuk angin lagi." Bariton tebal namun lembut itu menyadarkan Gendis dari lamunannya, ia bergegas ke dalam karena angin malam memang lumayan kencang. Membuat pori-pori kulitnya mengerucut seketika. "Mas minta maaf soal kemarin." Gendis tak menjawab, terus berjalan dengan Galuh yang senantiasa selalu mengikuti langkah kaki sang istri. "Dek ...." "Apa sih, orang salahnya sama Nia kenapa minta maafnya sama Gue." Galuh menghela napas, mengacak-acak

  • Pemikat Hati Sang Kapten   Mulut Syar'i

    Belum seminggu tinggal di rumah yang awalnya Gendis kira kediaman Rena, eh sekarang malah ada satu saudara menyebalkan yang bertamu. Hari masih pagi, masih begitu dini untuk memulai sebuah perang antar ipar yang sebenarnya sangat tidak berfaedah baginya. "Apa?" tanpa basa basi Gendis menembak Sonia. Perempuan yang masih sama. Masih sama dengan menunjukkan raut tak suka padanya. Siapa peduli, Gendis juga sudah kebal dengan tingkah laku Sonia yang seperti itu. "Kenapa Mbak ikut Mas Galuh pulang. Harusnya Mbak tuh nggak usah balik, nggak pantes seorang artis sensasional seperti Mbak Gendis jadi pendamping Mas Galuh. Turun martabat Mas Galuh kalau Mbak jadi istrinya." Benarkan? Salah satu sudut bibir Gendis terangkat, tersenyum sinis dengan dengusan kasar yang membuat Sonia semakin meradang. Gadis itu tak peduli dianggap sebagai ipar adalah maut atau embel-embel sebutan yang lain. Jelasnya dia ingin Galuh kembali pada Anindya. "Udah ... kemarin juga Gue kok yang ngehambu

  • Pemikat Hati Sang Kapten   Tapi Makin Menawan Kan?

    "Pagi ...." Sebuah kecupan beserta bisikan manis menghampiri Gendis. Wanita itu baru saja membuka mata lalu disambut sikap Galuh yang lagi-lagi membuat Gendis risih. Pria itu duduk di samping tempat tidur dengan tatapan mengunci wajah Gendis. Menikmati tiap ekspresi Gendis yang ternyata sangat ia sukai. "Subuh," sahut Gendis sekenanya. "Sholat bareng yuk. Mas udah siapin sajadahnya," ajak Galuh. Tanpa menunggu kalimat selanjutnya Gendis lekas memindahkan selimut. Bergerak perlahan karena perut membuncitnya sudah cukup menyulitkan Gendis. "Ini sendalnya," ucap Galuh memberitahu dengan tangan yang sigap meletakkan sepasang sandal bulu pada lantai yang akan Gendis pijak. Wanita itu menutup matanya, kemudian satu tangannya terangkat menahan pergerakan Galuh yang hendak membantunya untuk berdiri. "Bisa nggak sih, Lo itu diem? Atau maksimal jangan nunjukin muka gitu," ungkap Gendis datar. Tak peduli dengan ekspresi Galuh yang kehilangan senyumnya Gendis lekas berdiri dan b

  • Pemikat Hati Sang Kapten   Mas Cuma Numpang

    "Papa nggak bakal lepas Kamu begitu saja kalau nggak ada jaminannya Mbak. Ini bukan tentang mendorong Kamu ke jurang yang sama. Melainkan memberikan Kamu kesempatan untuk membalas suamimu itu," jelas Arjuna dengan suara tebalnya. Gendis mendengus kasar. Sejak sore tadi ia sudah berdebat dengan Rahayu dan Arjuna. Jelas ia kalah! Dua lawan satu. Apalagi kedudukan keduanya adalah orang tua Gendis yang mana Gendis tak boleh menaikkan suaranya. "Ya meskipun nggak seberapa total hartanya setidaknya kalau dia macam-macam lagi, Kamu bisa kutuk dia jadi gembel." Sudut matanya melirik Galuh yang masih berekpresi santai meskipun baru saja Arjuna melontarkan kalimat yang cukup tak baik untuk didengar. Memang Galuh punya pekerjaan sampingan? Ah ... tidak, Gendis menggeleng pelan namun terdiam lagi setelah memikirkan mungkin Gendis saja yang tidak tahu bahwa Galuh memiliki bisnis. Sudahlah, Gendis juga bukan wanita mata duitan. Warisan dari Arjuna, juga penghasilan dari bangunan aparte

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status