Accueil / Rumah Tangga / Pemikat Hati Sang Kapten / Kejutan yang Mengejutkan

Share

Kejutan yang Mengejutkan

Auteur: Mommy Raqila
last update Dernière mise à jour: 2024-05-07 15:01:24

Mendengar pemberitahuan dari Rafael, Gendis segera pulang setelah berterima kasih terlebih dahulu.

Wanita itu bahkan tanpa sadar melupakan mobilnya yang masih terparkir asal di lapangan kodam, ia terus berjalan kaki membawa ribuan kupu-kupu yang beterbangan dalam dada sampai kedua matanya melihat kelengangan di bagian halaman rumah. Aneh, seperti ada yang kurang.

"Lho, mobilku! Astaghfirullah nanti aja lah," tepis Gendis yang awalnya berniat kembali ke lapangan.

Toh nanti akan ada upacara penyambutan di lapangan Kodam. Kembali dengan langkah lebar dan senyum cerah Gendis masuk ke rumah tanpa mengucap salam.

Berniat mengejutkan Galuh. Kejutan yang mengejutkan begitu pikirnya.

Wanita itu mencari keberadaan Galuh ke seluruh ruangan namun nihil. Hanya jaket juga tas besar yang teronggok di atas kasur, sedang sang empunya entah kemana.

Di tengah pencariannya sayup-sayup terdengar suara Galuh tengah berbincang di taman belakang dan Gendis mulai beranjak ke area belakang rumah hingga netranya menemukan Sang Suami.

"MAS GALUH!" pekik Gendis girang.

Wanita itu tak mampu menahan diri. Matanya berbinar indah sarat akan kebahagian. Gendis berlari dan memeluk sosok pria bertubuh gagah yang tengah berdiri membelakanginya. Menghidu lama aroma maskulin yang sudah lama tak ia hirup.

Tanpa malu Gendis sesekali mengecupi bahu lebar Galuh. Mengabaikan tatapan sepasang suami istri paruh baya yang juga berada di sana.

"Liat-liat kalau mau mesra-mesra. Jangan di tempat terbuka, kayak nggak punya malu saja!"

Gendis yang mendengar omelan Ibu mertunya lantas menarik kedua tangannya yang melingkari perut Galuh. Wanita itu berjalan pelan ke sisi kanan Galuh dengan seutas senyum kaku.

Sungguh tadi ia kira Galuh tengah berbicara lewat ponsel. Tak tahunya ada mertua Gendis yang menemani suaminya saat ini.

"Gendis kangen Mas Galuh Bu, jadi tadi tidak sadar kalau ada Ibu sama Bapak di sini, maaf nggeh Pak, Bu" sahut Gendis pelan dan santun.

Ia segera mendekat dan menyalami tangan mertuanya. Ya walaupun ketika ia hendak mencium punggung tangan itu, wanita paruh baya tersebut segera menepis Gendis  seolah jijik.

Memang, dari awal Ibu mertuanya menolak keras hubungan Gendis dan Galuh. Ketika resepsi menikah dulu pun Ibu mertuanya enggan berfoto bersama.

Jangan tanya bagaimana respon Galuh. Pria itu hanya diam dan memberi nasehat agar Gendis sabar menghadapi sosok Ibu suaminya itu.

"Ibuk sudah sepuh, jadi jangan diambil hati kalau ada kata-kata yang nggak enak didengar."

Itulah kalimat yang selalu Galuh gaungkan padanya. Karena itu juga Gendis terus bersikap seolah tak terjadi apapun padanya meskipun berulang kali tancapan belati mengenai batinnya karena ucapan Ibu Galuh.

Selama Galuh terus berada di sampingnya maka semua akan baik-baik saja. Tonggak kebahagian ada pada Galuh, begitu pula sebaliknya, jika pria itu terluka maka Gendis lah yang akan merasakan sakitnya.

"Kangen kok nggak tahu suaminya pulang dinas. Istri macam apa Kamu!"

Gendis hanya mengulas senyum tipis sembari mengatakan maaf sekali lagi tanpa menjelaskan mengapa dirinya bisa telat menjemput Galuh.

"Ya sudah. Bapak sama Ibu pulang ya Luh," suara Sapta, Bapak Galuh terdengar.

Membuat Gendis yang semula menunduk segera mengangkat kepalanya, "tunggu dulu Pak, Bu. Ayo makan siang dulu. Tadi Gendis masak banyak."

"Dasar boros. Bisanya ngabisin duit suami."

Lagi dan lagi. Padahal selama ini separuh gaji suaminya ia tabung dan separuhnya lagi ia berikan pada Ibu mertuanya. Tapi Gendis hanya menarik napas dalam tanpa menghilangkan senyum dari parasnya.

"Kalau Ibu tidak mau makan di sini, biar Gendis bungkus dulu ya Bu," beritahu Gendis.

"Pake rantang biar sopan," celetuk Ibu Galuh lagi

"Enggeh Bu, pake rantang. Tidak mungkin pake daun pisang. Ada-ada deh Ibu mertua Gendis yang cantik ini," gurau Gendis dengan tawa renyah.

Sejudes apapun, Gendis paling suka menggoda Sri, ibu mertuanya. Apalagi kalau wajah Ibu mertuanya terlihat geli karena ulahnya. Lucu.

Gengsian!

****

Langit malam mulai membentang, memamerkan ribuan kerlip bintang yang bertebaran. Terlihat indah apalagi tak ada gumpalan awan yang menghalangi ketika hendak menikmati karya Tuhan malam itu.

Rasi-rasi bintang dapat Gendis lihat dengan jelas. Ia hanya perlu menarik satu garis titik bintang ke titik lainnya yang  akhirnya membentuk sebuah pola.

Desir angin membelai lembut paras Gendis karena wanita itu tengah duduk tepat di samping jendela kamarnya yang  terbuka. Menunggu Galuh yang saat ini sedang mengunjungi rumah Pak Hari.

Rencana sudah ia rancang jauh-jauh hari. Malam ini Gendis harus mendapat benih dari Galuh. Usinya sudah hampir dua puluh delapan tahun dan Galuh juga sudah berumur tiga puluh tiga tahun. Rasanya sudah cukup mereka menunda untuk memiliki bayi.

Karena itu Gendis tadi sudah membolongi semua pengaman milik Galuh. Ia juga mengikuti intruksi Bu Hari agar Galuh diberi ramuan sebelum mereka melakukan ritual berkembang biak tersebut. Ramuan khusus racikan Bu Hari sendiri.

Mengingat Itu Gendis tertawa sendiri, konyol sekali. Seolah Gendis akan mencuri paksa benih Galuh. Padahal kan tidak, Galuh beralasan masih ingin selalu berdua dengan Gendis tanpa adanya anak kecil.

Namun Gendis menginginkan sebaliknya. Ia ingin melahirkan anak untuk Galuh, dengan itu maka hidupnya akan semakin sempurna.

"Senyumin siapa Dis?"

Gendis terperanjat, padahal ia tak mendengar suara langkah kaki. Namun Galuh tiba-tiba sudah ada di belakangnya. Mungkin ini adalah salah satu kemampuan seorang prajurit pikir Gendis.

"Eh Mas Galuh, ngagetin."

Wanita itu berdiri dan kembali memeluk tubuh Galuh. Merapatkan diri agar kembali mendapat kehangatan dari tubuh liat suaminya.

Galuh bukan pria berkulit putih, melainkan kecoklatan, tubuh tinggi dengan otot yang tercetak jelas kala pria itu mengenakan kaos oblong. Selalu membuat pusing keimanan Gendis. Alis tebal berbentuk pedang, Mata setajam elang, hidung mancung dengan bibir yang sedikit tebal. Apalagi jika sudah memberi perintah dengan suara tebalnya!

Siapa kiranya yang dapat menolak kharisma suami Gendis? Gendis semakin merapatkan pelukan, menghancurkan jarak diantata mereka sembari sesekali mengecupi rahang Galuh.

Begitu pula Galuh. Tangan pria itu merengkuh tubuh Gendis yang hanya setinggi dadanya. Begitu mungil.

"Mas ... kangen."

"Hmmm ...."

****

TRIIIINGGG!

Suara alarm yang berbunyi nyaring menghentak indra pendengaran Gendis, membuat sepasang kelopak mata yang berbingkai bulu mata lentik itu terbuka seketika.

Menatap area sekitar dengan linglung hingga menangkap bias-bias jingga pada langit dari jendela kabar.

Fajar sudah menyingsing dengan memamerkan warna jingga yang begitu apik. Namun Gendis menghiraukan panorama indah tersebut.

Wanita itu berjalan terseok dengan membawa selimut untuk menutupi tubuh polosnya. Pipi Gendis pun mendadak merona setelah mengingat adegan semalam namun segera menggeleng cepat untuk menghapus ingatan tersebut. Malu.

Galuh sudah bangun, namun entah kemana. Mungkin berlari keliling perumahan seperti yang biasa pria itu lakukan. Gendis iri, bagaimana bisa Galuh masih memiliki tenaga setelah semalam mereka menghabiskan malam panjang. Sedang dirinya  kini harus berjuang sendiri hanya untuk ke kamar mandi.

Kedua lutut Gendis gemetaran untuk dibawa berjalan, inti tubuhnya pun masih nyeri. Bahkan ia merasa seluruh tulang persendian Gendis seolah akan copot jika disentuh sedikit saja. Ah!

****

Makasih banyak karena sudah mampir. Lup sekebon.

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Latest chapter

  • Pemikat Hati Sang Kapten   Karena Itu Mas Terlambat Jemput Kamu

    "Enak?" Secara tak sengaja Gendis bertanya pada Galuh. Pria yang saat ini sedang duduk dilantai beralaskan karpet dan menyadarkan tubuhnya pada pinggiran tempat tidur. Membiarkan jemari Gendis memijat kepalanya. "Hm," gumam Galuh dengan senyum yang terus berpendar pada parasnya. Di tengah temaram cahaya, rayuan angin yang menyapa kulit serta aroma terapi yang memenuhi ruangan, Galuh tak menyangka ia akan mendapat sebuah kejutan seperti sekarang ini. Sikap Gendis sedikit lunak, dan sekarang ia mendapatkan kembali rutinitas malam yang selalu Gendis lakukan padanya dulu. Ibu jari Gendis sedikit menekan area belakang leher Galuh, menarik kaos polos pria itu agar sedikit ke bawah dan membuat dirinya semakin leluasa memijat Galuh. "Ini apa?" tanya Gendis datar. Ada goresan yang terlihat jelas. Dahi Gendis berkerut, melihat dengan seksama goresan itu. Sedikit panjang namun tak begitu lebar. Itu ... seperti bekas jahitan! Ya ... itu bekas jahitan. Dulu Galuh tak memiliki luka p

  • Pemikat Hati Sang Kapten   Rutinitas yang Sempat Hilang.

    Suasana hening semenjak beberapa menit yang lalu. Gendis fokus pada tampilan layar laptop milik Ririn, nampak seorang wanita yang bermain panas dengan dua pria sekaligus di sana. Kulit yang berkilau di bawah temaram cahaya, desahan halus yang terkadang bercampur rengekan manja, juga pukulan panas yang semakin membuat suasana membara. Gendis meringis, hidungnya mengkerut dengan ekspresi tak percaya juga jijik sekaligus. "Parah Men," gumamnya yang jelas masih di dengar oleh Ririn. "Udah, Aku nggak kuat Rin. Jijik banget. Pen muntah." Tangan Gendis mendorong benda elektronik di depannya. "Faktanya ini Video editan Dis," beritahu Ririn, jemari wanita itu kembali mengutak-atik laptopnya untuk kemudian ia geser kembali ke hadapan Gendis. "Ini aslinya." "WHAT!" "Total ada delapan video panas, dan pemeran laki-lakinya juga beda Dis." "Astaga! Seriusan?!" seru Gendis dengan dua netra yang melotot horor. Satu video saja Gendis sudah ngeri-ngeri tak sedap melihatnya. Apalag

  • Pemikat Hati Sang Kapten   Terlibat Kasus Darurat

    "Nia pulang," pamit Sonia. Gendis berdeham. Ke dua maniknya mengiringi bayang adik iparnya tersebut sampai gocar yang Sonia pesan menghilang dari pandangannya. Sudah dua hari gadis itu menginap, dan entah mengapa meskipun hanya ada perdebatan dan keributan dalam komunikasi mereka, Gendis merasa curiga. Aneh, bahkan kemarin Gendis memergoki Sonia ketika gadis itu mendapat telpon yang katanya dari temannya itu. Tiap gerak gerik yang Sonia lakukan menurutnya sangat aneh. "Dek, ayo ke dalem. Anginnya lumayan kenceng nanti Kamu masuk angin lagi." Bariton tebal namun lembut itu menyadarkan Gendis dari lamunannya, ia bergegas ke dalam karena angin malam memang lumayan kencang. Membuat pori-pori kulitnya mengerucut seketika. "Mas minta maaf soal kemarin." Gendis tak menjawab, terus berjalan dengan Galuh yang senantiasa selalu mengikuti langkah kaki sang istri. "Dek ...." "Apa sih, orang salahnya sama Nia kenapa minta maafnya sama Gue." Galuh menghela napas, mengacak-acak

  • Pemikat Hati Sang Kapten   Mulut Syar'i

    Belum seminggu tinggal di rumah yang awalnya Gendis kira kediaman Rena, eh sekarang malah ada satu saudara menyebalkan yang bertamu. Hari masih pagi, masih begitu dini untuk memulai sebuah perang antar ipar yang sebenarnya sangat tidak berfaedah baginya. "Apa?" tanpa basa basi Gendis menembak Sonia. Perempuan yang masih sama. Masih sama dengan menunjukkan raut tak suka padanya. Siapa peduli, Gendis juga sudah kebal dengan tingkah laku Sonia yang seperti itu. "Kenapa Mbak ikut Mas Galuh pulang. Harusnya Mbak tuh nggak usah balik, nggak pantes seorang artis sensasional seperti Mbak Gendis jadi pendamping Mas Galuh. Turun martabat Mas Galuh kalau Mbak jadi istrinya." Benarkan? Salah satu sudut bibir Gendis terangkat, tersenyum sinis dengan dengusan kasar yang membuat Sonia semakin meradang. Gadis itu tak peduli dianggap sebagai ipar adalah maut atau embel-embel sebutan yang lain. Jelasnya dia ingin Galuh kembali pada Anindya. "Udah ... kemarin juga Gue kok yang ngehambu

  • Pemikat Hati Sang Kapten   Tapi Makin Menawan Kan?

    "Pagi ...." Sebuah kecupan beserta bisikan manis menghampiri Gendis. Wanita itu baru saja membuka mata lalu disambut sikap Galuh yang lagi-lagi membuat Gendis risih. Pria itu duduk di samping tempat tidur dengan tatapan mengunci wajah Gendis. Menikmati tiap ekspresi Gendis yang ternyata sangat ia sukai. "Subuh," sahut Gendis sekenanya. "Sholat bareng yuk. Mas udah siapin sajadahnya," ajak Galuh. Tanpa menunggu kalimat selanjutnya Gendis lekas memindahkan selimut. Bergerak perlahan karena perut membuncitnya sudah cukup menyulitkan Gendis. "Ini sendalnya," ucap Galuh memberitahu dengan tangan yang sigap meletakkan sepasang sandal bulu pada lantai yang akan Gendis pijak. Wanita itu menutup matanya, kemudian satu tangannya terangkat menahan pergerakan Galuh yang hendak membantunya untuk berdiri. "Bisa nggak sih, Lo itu diem? Atau maksimal jangan nunjukin muka gitu," ungkap Gendis datar. Tak peduli dengan ekspresi Galuh yang kehilangan senyumnya Gendis lekas berdiri dan b

  • Pemikat Hati Sang Kapten   Mas Cuma Numpang

    "Papa nggak bakal lepas Kamu begitu saja kalau nggak ada jaminannya Mbak. Ini bukan tentang mendorong Kamu ke jurang yang sama. Melainkan memberikan Kamu kesempatan untuk membalas suamimu itu," jelas Arjuna dengan suara tebalnya. Gendis mendengus kasar. Sejak sore tadi ia sudah berdebat dengan Rahayu dan Arjuna. Jelas ia kalah! Dua lawan satu. Apalagi kedudukan keduanya adalah orang tua Gendis yang mana Gendis tak boleh menaikkan suaranya. "Ya meskipun nggak seberapa total hartanya setidaknya kalau dia macam-macam lagi, Kamu bisa kutuk dia jadi gembel." Sudut matanya melirik Galuh yang masih berekpresi santai meskipun baru saja Arjuna melontarkan kalimat yang cukup tak baik untuk didengar. Memang Galuh punya pekerjaan sampingan? Ah ... tidak, Gendis menggeleng pelan namun terdiam lagi setelah memikirkan mungkin Gendis saja yang tidak tahu bahwa Galuh memiliki bisnis. Sudahlah, Gendis juga bukan wanita mata duitan. Warisan dari Arjuna, juga penghasilan dari bangunan aparte

  • Pemikat Hati Sang Kapten   Persekongkolan Couple Tongkol

    Kamu adalah serpihan luka yang belum mampu Aku obati, lantas mengapa Aku harus memberanikan diri untuk kembali menggores luka tersebut. ***** Kutipan dari salah satu novel yang selalu Gendis ingat sejak satu minggu yang lalu. Ya ... Galuh seperti luka yang tak dapat Gendis sembuhkan kecuali Galuh sendiri yang mengobati. Namun bagaimana cara ia menghadapinya? Berulang kali Rahayu meyakinkan Gendis, begitu pula Asmara yang seakan pantang menyerah membujuk Gendis untuk memberi Galuh kesempatan agar membuktikan diri bahwa saat ini pria itu telah berubah. Namun lagi-lagi Gendis takut. Dulu ia memiliki harapan yang tinggi namun dihempas begitu. Suara pagar terdengar, menghentak lamunan Gendis sampai akhirnya tersadar bahwa mobil yang ia kendarai sudah memasuki halaman rumah. "Gimana tadi pas periksa Mbak?" Rahayu menyambut Gendis kala wanita itu baru turun dari mobil. "Alhamdulillah normal Mah. Debay juga sehat." "Alhamdulillah." Rahayu tersenyum lembut dengan helaan nafa

  • Pemikat Hati Sang Kapten   Kecurigaan Galuh

    "Nduk, Kakung dengar, Kamu Ndak mau ikut suami pulang yah? Kenapa? Dosa lho." Pertanyaan pertama dari Kakung membuat Gendis menghela napas. Tadi ia menolak keras permintaan Galuh pada orang tuanya kala pria itu hendak kembali ke daerah dimana pria itu bertugas. Gendis mementahkan semua permintaan Galuh juga keluarga pria itu. Terlihat jelas mereka sedih, tapi Gendis tak percaya bahwa perlakuan mereka akan berubah. Lebih baik Gendis tinggal bersama Arjuna dan Rahayu agar mentalnya sehat disaat hamil seperti ini. "Enggih Kung, soale Gendis masih harus rutin periksa kehamilan. Kalau ikut pulang, jarak rumah sama klinik jauh," dusta Gendis lancar. "Benar? Bukan karena Kamu enggan memberi Galuh kesempatan?" Entah mengapa Gendis merasa Kakungnya ini sekarang berpihak pada Galuh. Manik Gendis melirik Asmara disaat wanita itu juga tengah melihat pada Gendis. Mengisyaratkan permintaan tolong agar Mara membawanya dari ruang keluarga. Seharian kemarin ia sudah direcoki dengan ked

  • Pemikat Hati Sang Kapten   Menyebalkan dan Menyusahkan

    Sebenarnya Kakung dan Eyang putri Gendis tadi hampir memarahi Rahayu sebab tak ada ketupat, lepet juga urap dalam sajian empat bulanan Gendis. Namun ketika keluarga Galuh datang dipertengahan acara tadi, kegusaran Kakung hilang karena besan putrinya itu membawakan semua itu. Ketupat, lepet ketan, lauk urap adalah jajanan yang harus ada ketika mengadakan acara seperti sekarang. Rahayu mendekati Sri dengan seutas senyum di wajahnya, "Maaf Bu, baru bisa nemuin." "Oh nggak apa Bu, Kami juga ke sini tanpa pemberitahuan lebih dulu," sahut Sri menyambut pelukan Rahayu. Wanita dengan keramahan yang luar biasa membuat Sri selalu bersyukur karena putranya mendapatkan mertua seperti Rahayu. "Apa kalau ada acara memang selalu mengundang anak-anak Bu?" "Iya Bu, Gendis selalu meminta agar kami mengundang anak-anak dari yayasan Bu. Putri Saya memang suka anak kecil. Katanya lucu, mungkin karena anak-anak itu masih polos nggeh Bu." Sri mengangguk, memang ... selama ini Gendis menunju

Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status