Share

Menyelamatkan Jendral Tertinggi: Menang dan Kemegahan!

Aku sengaja meninggalkan dua sisanya.

Meski Kewaspadaan mereka meningkat. ketakutan mereka juga. Aku harus memanfaatkan semuanya dengan sebaik mungkin.

Baik kewaspadaan ataupun ketakutan mereka.

Akupun bersembunyi lagi. Kuharap mereka akan terkena trikku untuk yang kedua kalinya.

Sesuai dugaanku. Terikan tadi pastilah menarik perhatian pembunuh lainnya.

Anehnya hanya ada satu pembunuh yang datang. Tapi itu bagus juga, setelah mengalahkan satu orang lagi, hanya akan tersisa satu orang saja.

"CK sialan!" Umpat pembunuh itu saat melihat dua pembunuh yang tergeletak di tanah.

Dari suaranya aku bisa melihat kekesalan. Rupanya dia belum takut.

Sama seperti sebelumnya, aku segera menarik talinya agar semak-semak itu bergerak. Dengan begitu pembunuh itu akan datang.

Saat datang, pembunuh itu segera mengarahkan pistolnya ke arah semak-semak. Saat aku memeperhatikannya, Aku melihat seringai di wajahnya.

Saat itulah aku sadar. Bukannya dia tidak takut. Dia hanya meyembunyikan ketakutannya saja.

Aku berlari cepat untuk menarik perhatiannya. Kewaspadaannya memang meningkat, begitu juga dengan rasa takutnya yang juga meningkat.

Walaupun dia seorang pembunuh, aku yakin ketakutannya sebagai manusia tidaklah hilang.

Dia benar-benar profesional. Bahkan setelah melihat semua itu, dia tidak menembak dengan sembarangan.

Saat Kewaspadaan dan ketakutannya semakin meningkat. Saat itulah aku melemparkan pakaianku ke arahnya.

Dor! Dor! Dor!

Dia menembak sebanyak tiga kali. Mustahil ada yang keempat kalinya. Karena di dunia profesional baik kau penjahat atau pahlawannya, peluru bukan hanya kematian musuhmu, tapi juga nyawamu.

Aku senang. Tiga tembakan itu pertanda bahwa ketakutannya saat memikirkan, bahwa sosok kuatlah yang mengalahkan dua pembunuh itu, lebih besar dari kewaspadaannya.

Saat dia melihat bahwa itu hanya baju belaka. Dia berteriak kesal, "Heyy! Keluarlah! Jangan bersembunyi seperti pengecut! Tikus sialan! Keluarlah! Apa kau tahu sedang berhadapan dengan siapa! Sampai aku menangkapmu, kau akan berakhir mengerikan!" Ucapnya dengan nada yang menjengkelkan.

Aku tahu dia mencoba memprovokasi ku, tapi kau salah orang. Hal seperti itu, tidak akan memprovokasiku.

Aku kembali menggerakkan semak-semak untuk mengalihkan perhatiannya. Begitu perhatiannya teralihkan, aku segera melompat ke arahnya, bersama dengan cahaya lampu hp yang mengarah tepat ke matanya.

Dengan mengacaukan penglihatannya. Sehebat apapun dia menembak, tembakannya pastilah meleset, atau dia tidak menembak karena terkejut dengan cahaya itu.

"Sialan!" Umpatnya lagi. Pembunuh itu tidak menembak.

Kumanfaatkan itu. Saat ini bagian paling berbahaya adalah pistolnya. Karena saat dia sadar untuk menggunakan telinganya dan memejamkan matanya. Aku akan habis saat dia menarik pelatuknya.

"Anak kecil? Hmmph! Hari ini kau pasti mati!" Ucapnya saat melihatku. Dia nampak sangat marah.

Karena aku hanya seorang anak kecil, kewaspadaanya menurun hebat, dia langsung mendatangiku seperti orang bodoh.

Kemarahannya telah menghilangkan akalnya. Artinya, sekarang orang ini bukan lagi seorang profesional.

Tentu saja ini kesempatan terbaikku untuk menjatuhkannya.

"Jangan terlalu percaya diri, paman!" Ucapku lagi seraya lari ke arahnya.

"Anak nakal! Kau tidak tahu sedang berhadapan dengan siapa!"

"Hmmph!" Ketika jarak kami sudah sangat dekat. Kunyalakan lagi cahaya lampu hp yang ada di tanganku. Ketika dia menutup matanya, aku segera mengambil kayu yang ku sembunyikan di semak-semak dan memukulnya.

Sial sekali aku, dia dapat menghindari itu lalu menangkapku.

Dia berhasil menangkap tangan kananku. "Tertangkap!" Ucapnya dengan senyum menjengkelkan.

Senyuman jeleknya itu membuatku jengkel saja. Padahal dia belum menang tapi dia bersikap seperti itu.

Aku segera menancapkan pisau di tangannya, membuatnya berteriak kesakitan. Rasakan! Pikirku.

"Dasar kau anak sialan! Kurang ajar! Aku akan membunuhmu!" Teriaknya dengan amarah memuncak.

Segera aku bergantung ke punggung pembunuh itu, lalu ku lilitkan tali di lehernya. Aku pegang dengan kuat hingga pembunuh itu kehabisan nafas.

Dor!

Tiba-tiba peluru berbunyi, menghabisi pembunuh lainnya. Pembunuh itu diam-diam ada di belakangku dan akan menembakku, untung saja jendral Satya menembaknya lebih dulu, aku pun selamat.

Hampir saja pikirku! Jika jendral Satya tak menembak, aku pasti mati.

Lagi-lagi aku ceroboh.

Di balik semak-semak jendral Satya tersenyum padaku sambil memberikan jempolnya.

Tak lama setelah itu, lilitan tali tadi sudah membuat pembunuh itu kehabisan nafas.

Aku menghela nafas lega, begitu pembunuh itu jatuh. Dia sangat kuat.

Setelah itu, Akupun bergegas mendatangi jendral Satya.

Dia memegang kedua bahuku dengan penuh kebanggaan. Rasanya hatiku sangat senang, tapi aku menyembunyikan itu. Sulit begitu menunjukkan apa yang kurasakan dengan begitu mudahnya. Baik itu perasaan sedih, gembira, haru, maupun cinta, aku berusaha untuk tidak menunjukkannya sebisaku. Hanya dengan begitulah aku bisa bertahan.

Karena aku tak perlu menunjukkan kesedihanku saat kedua orang tuaku meninggalkanku.

Aku tak perlu menunjukkan ketakutanku saat kumpulan preman-preman jahat itu akan memukuliku.

Aku juga tak perlu menunjukkan kebahagiaanku saat ada yang bersikap baik padaku. Dengan begitu aku tidak akan tertipu saat mereka hanya berpura-pura saja. Aku tak ingin dimanfaatkan.

"Tak kusangka, negara punya pemuda hebat dan berani sepertimu! Mengagumkan! Mengagumkan! Tapi Nak! Kita harus segera pergi dari sini!"

"Mhm, iya!" Jawabku seraya memapah tubuh jendral.

"Tak kusangka nak! Kau juga kuat! Oh ya Nak, siapa namamu?"

"Aku Aditya!"

"Aditya! Hahaha! Nama yang bagus! Cocok untukmu!"

"Jendral hati-hati," ucapku dengan sedikit khawatir. Tak kusangka, bahwa orang kekar yang berwajah garang ini sebenarnya seorang yang hangat dan humoris. Lukanya sangat parah, tapi dia sangat bersemangat. Aku benar-benar tak habis pikir.

Akan tetapi .... Menyelamatkannya memang keputusan paling berbahaya dan paling hebat dalam hidupku ini.

Aku juga sudah menghubungi polisi yang di sarankan jendral padaku. Syukurlah semua ini berakhir.

Beberapa hari setelah hari itupun berlalu.

Apa kabar jendral sekarang. Apa dia sudah pulih? Apa dia sudah menyerahkan chipnya pada jendral yudha. Wajar kan kalau aku mengkhawatirkannya.

Tiba-tiba, Seseorang mendatangi rumah nenekku. Seseorang yang tidak kukenal.

"Aditya, temanmu mencarimu," panggil nenekku. Dia membawa orang itu masuk ke dalam rumah.

"Iya nek," jawabku seraya keluar untuk melihatnya. Dari penampilannya, dia seumuran denganku, hanya saja wajahnya tampan, penampilannya juga rapi.

Cih! Apa wajah tampan tidak selangka pikiranku. Mereka ada di mana-mana, membuatku kesal saja.

"Nak, duduk di sini yah, nenek akan bawakan cemilan," ucap nenekku dengan ramah. Beginilah nenekku, dia adalah orang yang ramah dan baik. Jika tidak ada orang seperti nenek, entah sehancur apa hidupku sekarang.

Aku sangat menyayangi nenek.

"Mau apa!" Jawabku acuh, sambil menyandarkan tubuhku di dinding.

"Aditya!" Panggil nenekku untuk memperingatiku agar bersikap baik.

Segera akupun duduk di kursi tamu, berhadapan dengan tamu menyebalkan itu.

"Apa anda adalah Aditya?" Tanyanya.

"Ya! Kenapa!" Jawabku malas.

Nenek tiba-tiba datang dan menarik telingaku. "Anak ini! Temanmu datang ke sini, bersikaplah yang baik," tegur nenek.

"I-iya nek," jawabku meringis sakit.

"Nak, biarpun Aditya bicara begitu, dia adalah anak yang baik, kalian bertemanlah dengan baik ya!" Ucap nenek dengan lembut, nenek menaruh kue dan susu coklat di meja.

Aku tahu nenek senang, karena sekarang ada seorang teman yang mendatangiku. Karena selama hidupku ini, selain Meera, tak ada satu orangpun yang sudi menjadi temanku.

Sebenarnya aku sama sekali tak masalah dengan itu. Aku juga tidak perlu sedih. Hanya saja nenek mengkhawatirkanku.

"Iya nek! Saya juga senang berteman dengan Aditya," jawabnya dengan senyuman.

'Bajingan ini!' Pikirku kesal. Ingin sekali aku memukul wajah menyebalkan itu. Aku bahkan tak mengenalnya.

Setelah nenek pergi, barulah aku bicara dengannya.

"Katakan, siapa kau! Mau apa kau di sini!" Tanyaku dengan waspada.

Tiba-tiba wajahnya menjadi cerah. "Jadi anda benar-benar Aditya, saya sangat mengagumi anda!"

Ada apa dengan anak ini? Pikirku heran. Sikapnya aneh.

"Perkenalkan! Saya adalah, Leon, saya di sini untuk menyampaikan pesan dari jendral Satya--"

"Jendral Satya? Bagaimana keadaannya sekarang!" Aku menyela dengan spontan.

"Anda bisa tenang, Jendral Satya sudah baik-baik saja! Beliau ingin menemui anda, saya di sini untuk menyampaikan pesan itu secara khusus, dia meminta maaf karena tidak menyampaikannya secara langsung!" ucapnya seraya beridiri lalu membungkuk.

"Eh apa yang--"

"Terimakasih!" Ucapnya lalu melanjutkan, "saya berharap anda datang!"

"Hyyh! Baiklah, aku akan datang!"

"Mari!"

"Sebelum pergi, makanlah dulu, nenek sudah menyiapkannya," ucapku.

"Baik!" Jawab Leon dengan tegap.

Ada apa dengan sikap anak ini, pikirku heran.

Setelah makan, kami pun pergi keluar.

"Nenek, aku pergi dengan temanku!"

"Iya! Jangan pulang terlalu larut!" Sahut nenekku.

Saat keluar rumah. Aku sangat terkejut, di halamanku sebuah mobil hitam yang keren terparkir di sana. Di samping mobil hitam itu, seorang supir dengan pakaian rapi berdiri dengan tegap.

'Kerren!' Pikirku dengan takjub. "Leon ini ... Jangan bilang kita akan memakai ini?"

"Silahkan masuk," ucap Leon dengan penuh hormat. Dia lalu tersenyum bengis ke arahku.

"Hah! Woah! Ayo!" Sial ini benar-benar keren. Aku masuk seperti orang yang tak tahu malu. Tapi perasaan ini memanglah sangat menakjubkan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status