Share

#6. Rencana Bertanding

Mobil hitam yang mengkilap itu berjalan dengan cepat dan halus, bahkan ruangan di dalamnya juga begitu berkelas, sangat mewah. Banyak tombol-tombol yang tidak begitu aku pahami.

Ada AC yang membuat aku merasa agak dingin di dalamnya.

Bukannya aku tidak pernah melihat dunia, hanya saja aku baru merasakannya. Menjadi kaya memanglah menyenangkan.

"Aditya, jika kau menyukai mobil ini, aku akan memberikannya padamu."

"Apa!" Aku terkejut, memberikan mobil ini? Padaku? Apa maksudnya?

Otaknya, masih baik-baik saja kan? Aku menatapnya, heran.

Pak supir yang sedang menyetir mobil bahkan memperhatikan kami.

Mendengar Leon akan memberikan mobilnya, aku melihat pak supir nampak khawatir, keringat nampak mengalir di pelipisnya.

"Ekhem," pak supir itu berdeham kecil memperingatinya.

Tapi Leon tak mendengarkan peringatan itu, dia malah menanyaiku lagi, "Bagaimana?" Ucap Leon, wajahnya nampak sangat bersemangat.

Ada apa dengannya, dia tidak gila kan, apa otaknya sedikit bergeser, ah masa? Apa mungkin benar, otaknya sedikit bergeser, jadi kewarasannya sedikit terganggu.

Ini adalah sebuah mobil, begitu mudahnya dia memberikannya padaku, aku penasaran, entah dia gila atau dia merencanakan sesuatu.

"Jangan bercanda denganku, atau aku akan menganggapnya serius nanti," ucapku.

"Aku tidak bercanda, tapi dengan satu syarat."

"Apa? Kau benar-benar serius rupanya? Katakan, syarat apa?" Tanyaku penasaran. Syarat apa itu sampai membuatnya rela memberikan mobil ini padaku.

"Bertandinglah denganku, kalau kau menang, aku akan memberikan mobil ini, kalau aku yang menang, kau harus memanggil aku kakak seumur hidupmu! Bagaimana kau setuju?"

Aku menatap Leon ingin melihat, apa dia sedang bercanda denganku? Sebuah mobil yang hebat ini ditukar dengan sebutan kakak, apa yang dia pikirkan? Sepertinya otaknya benar-benar sudah-- yah kasihan sekali, dia masih muda.

Jika dia memintaku memanggilnya kakak sekarang, aku akan menurutinya, memiliki kakak seperti ini tidak buruk juga kan? Begitulah yang kupikirkan saat itu, tak kusangka keputusanku itu akan membuatku dalam kesulitan besar.

"Kau ... Haha! Tentu saja aku setuju!" Kami pun saling tos telapak tangan dengan keras, kami percaya diri dengan kemampuan kami masing-masing.

Kenapa juga aku harus semangat itu. Aku salah waktu itu, menyesal sekali sudah terlambat, hyyh sudahlah.

"Bagus! Hahaha!" Leon tertawa puas, membuat supir di depannya terbatuk-batuk karena sikapnya.

Karena tak bisa berbuat apa-apa lagi, pak supir itu menghempaskam nafas pasrah.

Aku dan Leon saling menatap dengan pikiran masing-masing, walaupun tidak mendengar suara hatinya, aku tau saat itu dia sedang memikirkan kemenangannya.

'Kau pikir bisa mengalahkanku kan, tidak semudah itu, Leon!' Ucapku dalam hati.

"Kita bertanding setelah pulang dari rumah sakit!" Ucap Leon, dengan nada tidak sabar.

"Aku menantikannya!" Jawabku segera.

Setelah setengah jam perjalanan, mobil pun sampai di depan sebuah rumah sakit besar.

Melalui lift aku dan Leon ke ruangan VIP, tempat di mana Jendral Satya dirawat.

'Jendral Satya dirawat di sana," ucap Leon.

"Oh," sahutku.

Di depan pintu, dua orang kekar berpakaian hitam berdiri dengan tegak.

Beberapa orang berpakaian hitam lainnya juga ada di sana, keamanan di sana sangat ketat sekali.

"Luar biasa," aku merasa takjub saat itu.

Leon pun menunjukkan sebuah tanda pengenal tentara di tangannya. Lalu dua orang berpakaian hitam itu pun segera mempersilahkan dia masuk.

"Kau tentara bintang 2?" Tanyaku, sulit dipercaya dia sebenarnya sehebat itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status