Share

Berhadapan Dengan Pro!

"Turun!" Teriak orang itu sambil memegang pistol di tangannya. Jika aku tidak turun, dia pasti akan menembakku tanpa ragu.

Aku pun terpaksa turun. Sebelum turun aku sudah mengawasi sekitar tempat itu dan memahami situasinya. Dia hanya sendiri. Kelompok yang lainnya terpencar karena mencari orang tadi.

Nekat, aku melompat ke arahnya seraya melemparkan ponsel berhargaku.

Bang!

Lemparanku Kena dengan tepat di matanya. Sayang sekali ponselku, kacanya pecah. Orang itu cukup besar. Jika dia menangkapku, habislah aku. Karena itulah aku mengincar matanya. Dengan begitu aku punya cukup waktu untuk melancarkan serangan selanjutnya.

Saat dia sedang memegangi matanya. Secepatnya aku ambil kayu lalu memukul kepalanya sekuat mungkin.

Saat itu juga, orang itu tak sadarkan diri.

'Apa aku memukulnya terlalu keras, apa dia mati?' Pikirku sedikit cemas.

Aku mencoba mendekat, merasakan nafasnya, syukurlah, orang ini tidak mati. Akupun bergegas untuk pergi dari sana, sebelum yang lainnya datang.

Aku hapal betul jalan di sini. Lari sangat mudah untukku.

Saat aku memperhatikan sekitar, orang yang bersembunyi di semak-semak itu keluar. Nampaknya dia ingin mengatakan sesuatu.

Aku tak peduli, dan memilih pergi. Aku tak mau terlibat hal berdarah seperti itu.

Saat aku pergi, di kepalaku terlintas wajah seseorang. Aku mengenal orang yang bersembunyi di semak-semak itu. Dia adalah idolaku, pahlawan yang menyelamatkan 1000 anak dari penjualan ilegal negara asing, di antara anak-anak itu, ada aku dan juga adikku.

Namanya pahlawan itu adalah Satya, Jendral tertinggi angkatan laut, orang yang baru saja kutinggal pergi.

Saat itu Jendral Satya menangkap para penjual asing itu di lautan. Dia benar-benar sangat hebat. Aku tak akan pernah melupakannya sosoknya yang hebat itu, dia berdiri tangguh dengan baju tentaranya di depan kami semua.

Sial! Kenapa harus Jendral Satya, jika begini mana mungkin aku meninggalkannya. Aku pun segera berbalik untuk menyelamatkannya. Masa bodohlah, kalaupun mati, kematianku itu berharga.

"Jendral!" Ucapku begitu sampai padanya.

Jendral Satya langsung memegang tanganku, memberiku sebuah chip kecil. "Nak! Aku benar-benar minta maaf harus melibatkanmu dalam hal ini! Tapi aku tak punya pilihan lain lagi. Tolong bawa ini kepada Jenderal Yudha! Jangan berikan ini kepada siapapun! Benda ini harus sampai padanya!" Mohon Jendral Satya seraya mendorongku untuk pergi.

"Cepat pergi!" Desaknya padaku.

"Tidak!" Jawabku dengan tekad yang bulat.

Dari awal, Aku sudah memantapkan tekad. Aku tidak akan menyelamatkan diriku sendiri lalu meninggalkannya.

Hari ini, apapun yang terjadi, aku harus menyelamatkannya!

"Nak, aku benar-benar memohon padamu, benda itu sangat penting, nyawa jutaan rakyat ada di dalamnya, aku benar-benar memohon padamu!"

"Sudah diam saja! ini chipmu, antar saja sendiri!" Ucapku seraya kembali memasukkan Jendral Satya ke dalam semak-semak.

"Tapi Nak!"

"Sudah! Bersembunyilah dulu! Aku akan melakukan sesuatu!"

"Apa yang mau kau lakukan!" Tanyanya dengan cemas lalu memperingatiku, "tidak! Apa kau berpikir untuk menghadapi mereka! Itu terlalu berbahaya! Nyawa itu sangat berharga!"

"Jendral, bagiku nyawamu juga sangat berharga! Aku tidak akan meninggalkanmu sendirian!" Ucapku sambil mengawasi sekitar, khawatir para pembunuh itu tiba-tiba datang.

"Tidak! Jangan bodoh! Cepat ambil chip ini dan pergi! Biar aku yang menahan mereka di sini!"

Aku tetap bertekad. Aku tak mau meninggalkannya.

"Nak! Mereka profesional dalam membunuh! Berhentilah! Kau tidak akan bisa menghadapi mereka!"

"Percayalah padaku!" Ucapku dengan hati bertekad.

Aku mungkin memang masih muda, tapi aku cukup pandai beladiri. Terimakasih pada semua orang sialan yang selama ini menggangguku.

Berkat kalian, aku punya banyak pengalaman dengan pertarungan. Aku bahkan mempelajari segala macam beladiri agar tidak kalah lagi.

Aku ini bukan tipe orang yang akan diam saja jika diperlakukan dengan buruk. Sejatuh apapun aku saat bertarung, aku akan terus berdiri sebelum semua musuhku tumbang.

Beruntungnya aku berbakat, bisa menguasai semua seni beladiri itu, aku bahkan menggabungkannya menjadi seni beladiri unikku sendiri.

Kali ini profesional ya! Baiklah aku akan meladeni kalian!

Meski aku sudah bertekad untuk menghadapi mereka. Aku berpikir harus berhati-hati karena lawanku kali ini adalah profesional. Berbeda dengan preman kecengan yang sering kuhadapi selama ini.

Sayang sekali, saat itu aku belum bisa menggunakan pistol. Jadi aku memakai kayu tadi saja sebagai senjataku. Lalu untuk berjaga-jaga aku mengambil pisau dan tali dari jendral Satya.

"Hey nak! Jangan macam-macam!" Ucap jendral Satya sambil menahan luka tembak di perutnya. Wajahnya sudah sangat pucat.

Aku tidak yakin apa aku akan menang melawan orang-orang itu, tapi aku akan berusaha. Tali yang kuambil dari jendela Satya, segera kuikatkat pada beberapa cabang di semak-semak, aku juga membuat beberapa jebakan kecil, lalu aku kembali kepada jenderal Satya.

Shhht! Aku meminta jendral untuk diam. Aku mendengar suara tapak kaki sedang mendekat. "Ada yang datang," ucapku dengan suara pelan.

"Jendral katakan padaku, selain lima orang itu, apa ada lagi yang mengejarmu?" Tanyaku dengan suara berbisik.

"Nak ini sangat berbahaya , kau bisa saja mati, mereka itu adalah kelompok pembunuh profesional, mereka tidak akan ragu membunuhmu! Dengarkan aku, lebih baik kau ambil chip ini dan pergi" Jendral Satya mencoba membujukku lagi.

Aku tahu dia mengatakan hal yang benar. Tapi mustahil aku meninggalkan pahlawan yang sudah menyelamatkanku dan 1000 anak lainnya. Aku tak mau menjadi penjahat dan pecundang tersebar. Aku tak sanggup menanggung malu itu.

"Jendral kita tidak punya waktu, dua orang pembunuh akan segera datang!"

"Bagaimana kau bisa tahu nak! Persepsimu sangat kuat!"

"Jendral cepatlah katakan padaku! Kita tidak punya banyak waktu!" Desakku.

"Kau benar-benar keras kepala!" Jendral Satya menghela nafas lalu melanjutkan, "baiklah, orang sepertimu tidak akan berhenti meski sudah kularang, benar! Hanya mereka berlima yang mengejarku."

"Kalau begitu baiklah!"

"Tunggu!" Jendral Satya memegangi tanganku. Wajahnya yang pucat itu terlihat sangat mengkhawatirkanku. Orang macam apa dia, pikirku. Bahkan dia saja terluka parah, dan hampir mati, tapi dia malah mengkhawatirkanku. "Berhati-hatilah!" Ucapnya.

"Mhm!" Jawabku dengan anggukkan pelan.

Aku segera bersembunyi di semak-semak yang lain sebelum dua pembunuh bayaran semakin mendekat.

'"B-98!" Ucap keduanya saat sampai di tempat itu.

Keduanya pun langsung waspada. Rasa waspada mereka tak akan ku sia-siakan begitu saja. Tentu saja harus di manfaatkan sebaik-baiknya.

Segera kutarik tali yang kuikat pada semak-semak sebelumnya.

Rencana pertamaku berhasil, suara semak-semak itu segera menarik perhatian dua pembunuh itu.

"Di sana!" Ucap salah seorang pembunuh. Mereka berdua pun bergegas pergi ke arah semak-semak itu, bersiap dengan pistol di tangan mereka.

Pelan-pelan kutarik lingkaran tali yang sudah ada di bawah kaki mereka. Karena memperhatikan semak-semak, dua pembunuh itu tak memperhatikan apa yang ada di bawahnya.

Begitulah sifat manusia, saat mereka menginginkan sesuatu, mereka pasti akan lebih memperhatikannya.

"Hmmph! Kalian masuk jebakanku!" Gumamku seraya menarik tali yang sudah melilit kaki mereka.

Dua pembunuh itu pun jatuh. Sialnya mereka spontan berteriak keras saat jatuh. Akupun segera melompat dari semak-semak tempatku bersembunyi dan menghantam kepala mereka dengan keras.

Aku memukulnya lagi beberapa kali. Takut mereka hanya pura-pura tidur saja. Kecerobohan kecil saja akan berakibat fatal.

"Tiga orang!" Ucapku seraya menyembunyikan satu pembunuh dan meninggalkan dua sisanya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status