Share

Pemilik Hati Sang Naga
Pemilik Hati Sang Naga
Author: Zaid Zaza

Perjalanan Sang Naga: Hidup yang Hancur!

Aku adalah Aditya, dalam militer namaku dikenal dengan kode nam Naga. Saat ini aku sedang memimpin salah satu pasukan tentara muda terbaik. Meski pusat militer mengatakan itu, di mataku mereka terlihat seperti amatir.

Pasukan tentara muda ini dikenal dengan nama elite harimau. Tapi aku tak suka nama itu, kemampuan mereka juga tak cocok dengan namanya. Jadi kuganti saja dengan nama elit bayangan. Seperti namanya, tersembunyi dan mematikan.

Mereka malah ribut tentang hal itu, aku tidak peduli. Salahkan saja militer yang memintaku memimpin pelatihan mereka. 

Sekarang, suara ledakan yang ada di tempat ini adalah suara pertanda kemenangan mereka melawan organisasi teroris paling kejam di dunia.

"Tuan! Bagian kiri telah di bobol!"

"Tenang," jawabku pada tentara muda yang datang padaku dengan cemas. "Kau lihat tanda pada peta ini! Perintahkan yang lainnya untuk berpencar ke sana! Bergeraklah dengan cepat!"

"Baik!" Prajurit itu pun segera pergi dengan membawa peta dalam ingatannya.

"Tuan! Tidak sempat lagi!" Prajurit lainnya berkata cemas.

Meski prajurit itu benar. Aku masih menunggu waktu yang tepat untuk melepaskan roket misil yang sudah terpasang pada setiap jet tempur di udara. Ketidaksabaran hanya akan menghancurkanku saja.

"Dengarkan aku! Tepat setelah bom ketiga di ledakkan! Tembak sisi belakang!"

"Tapi tuan, jika mengarahkan misil ke tempat itu, mereka akan lari!"

"Kamu pemimpin apa aku pemimpin? Cepat lakukan!" Perintahku dengan tegas.

"Siap panglima!"

"Semuanya bersiap! Tembak sisi belakang tempat itu!"

Dhooomb! Dhomb! Dhomb!

Puluhan misil menyerbu bagian belakang markas para teroris itu. Ledakkan tanpa henti terus terdengar. Aku pun segera berangkat dari tempatku dan berlari ke bagian belakang markas mereka. 

Debu karena ledakkan berhamburan memenuhi seluruh tempat, tapi aku tetap melaju ke depan. Bisa kulihat dengan jelas, satu persatu agen pembunuh yang di sewa teroris itu berdatangan menghampiriku.

Mereka pikir bisa menyerangku. Jangan mimpi! Aku sudah menyiapkan hadiah terbaik untuk mereka, "jangan mendekat, kalian pasti akan menyesal," aku memperingati dengan baik. Jadi bukan salahku lagi jika mereka tidak mendengarkan.

Salah seorang pembunuh mendekatiku, saat itu juga peluru jarak jauh yang sudah aku persiapkan melesat dengan tepat. Tentu saja pembunuh itu langsung meringkuk di lantai.

Peluru yang dilepaskan bukanlah peluru biasa, melainkan peluru yang sudah direndam dalam seribu racun pelumpuh yang sudah kusiapkan jumlahnya sebanyak yang mereka mau.

"Hemmph!" Dengusku seraya berjalan dengan santai ke depan mereka.

Di sana, puluhan teroris dengan pangkat tertinggi dunia bawah berkumpul. Mereka semua sudah masuk ke dalam perangkapku, bahkan ketua mereka. Tembakan bagian belakang hanya umpan saja untuk menangkap mereka semua hidup-hidup.

"Sialan kau! Prajurit dengan kode nam naga!" Teriak Ketua teroris dengan geram.

"Eh? Kenapa kalian tidak lari?" Ledekku pada ketua teroris itu. Padahal aku tahu mereka tak akan bisa pergi ke manapun juga. Aku sudah memasang perangkap di setiap tempat, kecuali area belakang yang paling luas itu.

Mustahil ada yang bisa melewati perangkapku, kecuali mereka punya mata yang bisa melihat segalanya. Jika mereka memaksa lewat, pada akhirnya mereka hanya akan tertangkap olehku.

"Tangkap mereka!" Perintahku pada seluruh pasukan.

Satu persatu teroris itu ditangkap oleh tentara muda. Wajah mereka semua menunjukkan kebencian yang besar terhadapku. Tentu saja mereka merasa marah dan terhina. Apa peduliku? Siapa suruh mereka menjadi targetku untuk pelatihan para tentara muda ini.

Semua pasukanku mengangkat tangan mereka menyuarakan kemenangan itu. 

Ini memang kemenangan pasukanku, tapi ini bukanlah kemenanganku.

Aku masih kalah karena aku tidak bisa menyelamatkannya. Wanita indah yang hatiku dipenuhi olehnya. Satu-satunya cahaya yang berani masuk dalam kehidupanku yang penuh dengan kegelepan ini.

Nama wanita itu adalah Meera, pemilik hatiku satu-satunya.

Untuknya, aku akan melawan seluruh dunia. Tapi aku tak bisa melakukan itu lagi, dia telah tiada dan selamanya akan menjadi kenangan indah di dalam hatiku saja.

Salah seorang prajurit mendatangiku dan memujiku, "tuan! Anda benar-benar luar biasa! Selama ini tidak ada yang pernah menangkap mereka hidup-hidup, bukan saja menangkap mereka hidup-hidup, anda menemukan markas persembunyian mereka! Anda benar-benar luar biasa!" Pujinya tanpa henti.

Prajurit yang lainnya mendatangiku juga memujiku.

"Tuan! Saya sungguh tidak mengira misi ini akan berhasil, saya merasa ini seperti mimpi, tentara muda seperti kami menangkap kumpulan terosis! Strategi anda sangat menakjubkan!"

"Tuan anda sangat hebat! Mulai sekarang anda adalah ayah saya!"

"Siapa yang mau jadi ayahmu!" Sahutku lalu kami semua tertawa senang bersama-sama.

Aku lalu menunduk, hatiku berada dalam kekosongan.

"Ada apa tuan? Anda terlihat tidak senang?" Tanya salah seorang prajurit saat melihat wajahku yang sedang murung.

"Tidak prajurit, aku tidak menang," jawabku dengan senyuman. Aku lalu melihat langit. Harus berapa lama lagi aku hidup, aku ingin segera menyusul Meera. Tapi dia mengatakan padaku untuk jangan mati. Apa yang harus kulakukan.

"Tuan, apa terjadi sesuatu?"

"Tidak apa-apa, bersenang-senanglah ini adalah kemenangan kalian!"

Setelah mengatakan itu aku pergi. Tiba-tiba salah seorang prajurit datang padaku, dia mengatakan bahwa ketua organisasi teroris itu mau menemuiku.

Aku mengabaikan itu, untuk apa juga orang yang sudah ditangkap mau menemuiku.

Prajurit itu lalu mengatakan sesuatu padaku. "Tuan, dia memintaku menyampaikan ini," ucapnya lalu berbisik di telingaku, 'Meera masih hidup!'

Aku terkejut. Tanpa pikir panjang lagi aku langsung bergegas mendatangi ketua teroris sialan itu. Aku merasa marah, berani sekali dia mempermainkanku dengan nama Meera. Aku akan membunuhnya dengan tanganku sendiri.

Tanpa Meera, aku hanya akan menjadi pecundang seumur hidupku, mungkin aku juga sudah mati karena kegelepan yang melilitku. Tak akan ada prajurit kode Nam naga seperti sekarang ini.

Harus aku ceritakan dari mana kisahku dengan Meera. Mungkin dari pertemuan pertama kami? Tidak aku akan mundur ke belakang lagi.

Tepat pada hari senin, 08 desember 2005, kedua orang tuaku bercerai. Sialnya itu adalah hari ulang tahunku yang ke tujuh.

Aku benci hari itu, aku marah. Kenapa orang dewasa sangat egois. Apa mereka tidak tahu kalau perceraian itu adalah mimpi buruk bagi anak-anak mereka.

Sejak hari itu, aku merasa cahaya telah menghilang dariku. Aku merasa berada dalam kegelepan. Orang tuaku bukan saja bercerai, mereka bahkan tak memedulikan kami lagi. Mereka sibuk dengan kehidupan mereka masing-masing.

Aku dan adikku yang masih muda pun harus hidup dengan rasa kasihan dari orang lain. 

Apa aku harus berterima kasih, karena kedua orangtuaku yang sibuk dengan kehidupan baru mereka itu masih memberikan kami uang setiap tahun. Aku tidak tahu, hanya saja saat itu hidupku dan adikku berjalan tanpa arah.

Aku dan adikku bahkan hampir terjual di negara asing. Kejadian itu membuat adikku benar-benar trauma. Aku juga takut, tapi aku tidak bisa takut, jika aku takut, siapa yang akan menenangkan adikku.

Adikku yang malang, dia meninggal karena overdosis obat di umurnya yang baru saja beranjak 12 tahun. Aku benar-benar gemetar saat melihatnya tergeletak tak berdaya dengan mulut berbusa. Tubuhnya dingin.

Ibu dan ayahku menangis. Tapi apa gunanya itu, beberapa hari setelah itu mereka tersenyum bahagia lagi dengan anak-anak mereka yang baru.

Aku ingin sekali mengumpat, tapi mereka kedua orangtuaku. Tidak mungkin aku berkata 'sialan kalian,' mana mungkin aku berkata seperti itu kan?

Semenjak kematian adikku, rasanya hidupku semakin dipenuhi dengan kegelepan saja. Aku benar-benar terpuruk, aku sering berpikir, apa gunanya aku hidup.

Aku tidak sekolah lagi, aku tak punya masa depan, semua orang menatapku dengan tatapan tak suka. Hidupku ini sedang menuju kehancuran sempurna. Saat tua mungkin aku akan jadi sampah masyarakat.

Di saat paling menyedihkan dalam hidupku itu, Meera datang seperti hembusan cahaya yang menyapu segala kegelepan dalam diriku.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status