Setelah menyelesaikan sarapan, mereka segera bersiap untuk jalan-jalan di sekitar villa. Awalnya, rencana mereka hanyalah bermalas-malasan di dalam kamar, menikmati fasilitas mewah yang sudah ada. Namun, setelah sarapan hangat dan udara segar yang masuk lewat jendela, keduanya merasa tubuh mereka butuh bergerak agar tenaga cepat pulih.Mereka pun berganti pakaian. Kali ini bukan setelan formal atau pakaian tidur, melainkan training couple yang sudah mereka siapkan jauh-jauh hari. Atasan lengan panjang berwarna hitam dengan garis putih horizontal, dipadukan dengan celana training senada. Lengkap dengan topi dan masker yang juga seragam. Sepatu pun keduanya memakai merek yang sama.Luna terkekeh kecil ketika melihat pantulan mereka di cermin besar dekat lemari. “Kita beneran kelihatan kayak pasangan beneran, Pak,” ujarnya sambil merapikan letak topinya sendiri.Devan melirik Luna dari pantulan kaca, lalu tertawa pelan. “Udah kayak buronan saja kita ini, sampai harus pakai masker dan top
Tubuh keduanya benar-benar kelelahan, tenaga sudah habis, dan akhirnya napas mereka mulai teratur. Malam penuh gairah itu menutup dengan rasa puas yang membuat tubuh seolah lumpuh. Tanpa sadar, keduanya terlelap dalam mimpi indah masing-masing.Entah berapa lama mereka tertidur, tiba-tiba Luna merasa kulitnya sedikit panas, seperti tersengat sinar matahari. Perlahan matanya mengerjap, mencoba menyesuaikan diri dengan cahaya yang masuk. Dan ternyata, saat ia benar-benar membuka mata, matahari sudah tinggi. Rupanya mereka lupa menutup pintu balkon semalam, sehingga cahaya pagi bebas menyusup masuk dan jatuh tepat ke arah ranjang.Luna langsung terbelalak. Ia bahkan sempat mengucek matanya berkali-kali, memastikan angka yang terpampang di jam dinding. Jam delapan pagi.“Ya ampun, aku benar-benar baru bangun jam segini?” gumamnya dalam hati sambil menepuk kening sendiri.Sepanjang hidupnya, Luna tidak pernah terbangun sesiang ini. Biasanya jam lima atau setengah enam ia sudah terjaga, ent
Devan mencumbu Luna penuh gairah. Bibir keduanya saling melumat, seolah tak ingin ada jarak sedikit pun yang memisahkan. Luna pun mulai berani, tangannya dengan nakal bergerak menyentuh bagian intim atasannya, meremasnya pelan hingga milik atasannya berdenyut berulang kali. Devan menggeram pelan, lalu mendorong tubuh Luna dengan hati-hati, menuntunnya menuju kamar yang mereka tempati di villa itu.Keduanya sadar apa yang mereka lakukan tidak seharusnya terjadi. Mereka tahu jelas batasan yang sudah terlewati. Tapi keadaan membuat semuanya terasa mudah untuk dibenarkan. Devan adalah pria dewasa dengan nafsu yang selalu besar dan haus kegiatan seksual, sementara Luna terikat oleh perjanjian, dia terpaksa menggadaikan tubuhnya demi uang dua miliar.Dalam hati kecilnya, Luna tidak merasa bersalah kepada pria yang kini masih berstatus sebagai suaminya. Justru ia merasa sakit hati yang begitu dalam terhadap suaminya sendiri. Arkana, lelaki yang dulu ia cintai sepenuh hati, kini hanya memberi
Baru saja Amel hendak menghubungi seseorang melalui ponselnya, suara pintu kamar mendadak terbuka. Arkana masuk dengan lebih jauh ke dalam, menyibakkan pintu yang sedikit berderit. Amel sontak menoleh, wajahnya langsung berubah sumringah, senyumnya mekar seolah dunia mendadak cerah hanya karena pria itu muncul.“Sayang, kamu di mana?” tanya Arkana, matanya menyapu seisi ruangan, mencari sosok kekasihnya. Sungguh perbedaan yang jauh sekali ketika ia sedang berhadapan dengan Luna.“Aku di sini, sayang,” sahut Amel dengan suara manja, hampir menyerupai bisikan yang sengaja dibuat menggoda. Ia duduk bersandar di kursi balkon, rambutnya jatuh berantakan di bahu, namun justru membuatnya tampak semakin menawan di mata Arkana.Pria itu melangkah mendekat, menghampiri wanita yang sudah resmi tinggal bersamanya di rumah besar itu. Arkana lalu menunduk sedikit, mengecup puncak kepala Amel dengan lembut. Sentuhan kecil itu membuat hati Amel berdebar, seolah ia baru pertama kali menerima perlakuan
Devan mengangkat tubuh Luna setelah ia melepas seluruh pakaiannya dan juga bagian Luna. Tubuh keduanya dalam keadaan polos tanpa sehelai benang pun menjadi penutup. Kali ini Luna yang mengambil alih permainan.Luna bergerak naik turun dengan ritme yang cepat di atas tubuh atasannya. Kedua tangan Devan meremas bokong sang sekretaris cantik. Sementara mulutnya sibuk menghisap dada wanita itu penuh nafsu. Tak ada kata lelah untuk kegiatan panas ini. Nafsu sang CEO sangat besar, beruntung Luna bisa mengimbangi dengan baik. Suara decapan terdengar jelas di telinga mereka.“Oooooooh, nikmat banget, Lun,” ucap Devan disusul gerakan Luna yang semakin cepat. Peluh membanjiri tubuh keduanya.“Cium aku, Luna,” kata Devan. Pria itu duduk di atas sofa. Kakinya dibuka lebar, kepalanya bersandar di sandaran sofa, sementara matanya merem melek merasakan setiap denyutan yang menimbulkan rasa nikmat yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata.“Aaaaaaaaaah,” Devan mengerang saat milik Luna kembali menj
Luna melepaskan ciumannya. Kalau ia biarkan ciuman mereka terus dilakukan, bisa-bisa mereka baru akan keluar dari kantor setelah hari sudah benar-benar gelap. Dengan cepat ia berdiri dari pangkuan Devan, menyambar tas kecilnya, lalu menoleh sambil tersenyum.“Ayo, Pak. Kita harus segera berangkat. Perjalanan ke villa hampir dua jam, jangan sampai kemalaman di jalan. Saya sudah nggak sabar ingin tidur di sana, istirahat sejenak dari teriakan ibu mertua saya setiap pagi. Ayo Pak, kita pergi sekarang,” ucap Luna sambil menarik tangan Devan.“Tapi milikku sudah berdiri, Luna. Kau harus tanggung jawab,” balas Devan menggoda, matanya menatap nakal.Luna menyeringai kecil, lalu mendekat dan berbisik, “Nanti saya kasih double. Sekarang tutup dulu pakai jas, Pak.” ujarnya sedikit memaksa, membuat Devan hanya bisa menghela napas panjang.Pria itu tidak bisa menolak. Dengan sekuat tenaga ia berusaha meredam gejolak dalam tubuhnya yang sudah mendesak ingin segera melakukan pelepasan. Namun, berbe