Share

Perempuan Mandul

Author: Atieckha
last update Last Updated: 2025-08-21 23:18:06

“Kenapa kamu lakukan ini padaku, Mas? Kalau memang kamu sudah tak mencintaiku lagi, kenapa tidak kamu ceraikan aku lalu kamu nikahi pelacur itu?” teriak Luna pada sang suami.

Air matanya mengalir deras tanpa bisa dicegah, dadanya terasa sesak seolah ada benda yang cukup besar menghimpitnya. Ia bahkan hampir sulit bernapas saat menyaksikan dengan mata kepala sendiri suaminya berciuman dengan perempuan lain di hadapannya. Apa ini yang selalu Arkana lakukan di kantor? Apa ini alasannya hingga Arkana tak betah ada di rumah? Namun tak ada satupun dari pertanyaan itu menemukan jawabannya.

“Apa katamu? Cerai?” tanya Arkana sinis. Pria itu bangkit, berjalan mendekati Luna dengan tatapan penuh amarah. Tangannya yang besar menjepit rahang kecil istrinya sampai membuat Luna meringis.

“Kamu tidak pantas memintaku menceraikanmu. Kamu berhutang budi pada keluargaku, ingat itu, Luna! Siapa yang membiayai pengobatan mendiang Ayahmu, huh? Kalau bukan keluargaku mungkin Ayahmu sudah mati muda. Jadi jangan pernah sok berani menantangku. Tanpa aku dan keluargaku, kamu bukan siapa-siapa. Kamu hanya perempuan miskin dan mandul yang tidak akan pernah bisa memberiku keturunan.”

Kata-kata yang keluar dari mulut suaminya begitu menusuk hati Luna, bahkan lebih tajam dari pisau belati. Tubuhnya terhuyung ke belakang ketika Arkana menghempaskannya dengan kasar. Ia hampir terjatuh ke lantai, namun cepat-cepat menahan tubuhnya sendiri dengan berpegangan pada meja. Air matanya makin deras, wajahnya memerah bukan hanya karena sakit fisik, tapi karena luka akibat hinaan dari mulut suaminya sendiri.

“Aku tidak mandul, mas. Berapa kali aku harus bilang kalau aku tidak mandul!” bantah Luna.

“Kalau kamu tidak mandul, mana buktinya? Apa kita punya anak setelah sekian tahun menikah? Jawaaaaab!” bentaknya lagi.

Tubuh Luna semakin bergetar hebat.

Wanita seksi yang berdiri tak jauh dari Arkana, menatap Luna dengan senyum penuh kemenangan sambil melipat tangan di depan dada. Kali ini dia puas karena Luna akhirnya sudah tahu tentang hubungannya dengan Arkana.

“Aku tak sudi diduakan seperti ini, mas,” ucap Luna parau sambil terisak.

“Aku tak pernah meminta persetujuanmu!” sahut Arkana dingin. “Dan aku juga tak perlu melakukannya. Mana uang pinjaman itu?”

Luna membisu. Suaranya tercekat. Ia ingin bicara, tapi lidahnya terasa kelu. Hanya air matanya yang terus mengalir tanpa henti, membasahi wajahnya.

Braaaaaak

“Mana uang pinjamannya, Lunaaaa!” Arkana menggebrak meja dengan keras. Suaranya menggema memenuhi ruang kerjanya, membuat tubuh Luna menggigil. Ia tahu suaminya benar-benar sudah kehilangan kesabaran.

Lalu, suara Amel yang manja terdengar menusuk telinga Luna. “Itu yang di bawah cek, bukan, Sayang?” ujarnya sambil menunjuk selembar kertas yang tergeletak di lantai, persis di dekat kaki Luna.

Arkana segera membungkuk, mengambil cek itu. Senyum puas terbit di wajahnya ketika menyadari kertas itu adalah uang dua miliar yang ia butuhkan.

Tanpa sedikit pun mengucapkan terima kasih ke istrinya, Arkana menatap dingin dan berkata, “Pergi dari sini. Jangan pernah berani datang lagi ke tempat ini. Dan satu lagi, jangan coba-coba meminta cerai atau menggugat cerai aku. Kalau kamu berani melakukannya, aku pastikan membuatmu cacat seumur hidupmu.”

Ancaman itu membuat darah Luna serasa berhenti mengalir. Hatinya hancur berkeping-keping. Namun ia tak berani melawan. Dengan langkah gontai, ia berbalik dan pergi dari tempat itu.

Baru saja ia sampai di lobi, suara Amel kembali terdengar lagi, menusuk telinganya.

“Luna, tunggu!” serunya sambil berjalan mendekati Luna.

Luna mematung di tempatnya.

“Kamu tenang saja, aku tidak akan menyuruh Arkana menceraikanmu. Aku siap jadi istri kedua Mas Arka,” ucap Amel.

Luna menoleh ke arah wanita tak tahu malu ini. Air matanya belum berhenti mengalir.

“Suatu saat kamu juga akan merasakan seperti yang aku rasakan sekarang,” jawabnya lirih, sebelum benar-benar pergi meninggalkan tempat itu dengan hati yang remuk.

Luna segera pulang ke rumah.

Saat masuk ke dalam rumah, langkahnya terhenti ketika suara lantang ibu mertuanya terdengar sangat menyakitkan.

“Dari mana saja kamu baru pulang jam segini? Sekretaris macam apa pulang lewat dari jam kerja? Sekretaris plus-plus?” tuduh wanita paruh baya itu tanpa tedeng aling-aling.

Luna refleks menahan napas. Matanya memerah, air mata yang baru saja kering kembali menggenang. Ia mencoba menahan diri agar tidak terbawa emosi, lalu menoleh pelan ke arah ibu mertuanya yang sedang berdiri di dapur sambil mengaduk teh yang dibuatnya.

“Luna pulang kerja langsung ke kantor Mas Arka untuk memberikan cek itu, Bu. Makanya Luna baru sampai di rumah,” jawabnya dengan suara serak, berusaha tetap tenang meski hatinya terasa perih.

Bu Yuli segera mendekat. Ia menatap menantunya dari atas ke bawah seolah mencoba mencari kesalahan sang menantu.

“Kenapa kamu menangis? Apa kamu tidak ikhlas membantu suamimu yang sedang kesusahan, hmmm?” tanyanya dingin.

“Bu–bukan begitu, Bu…” sahut Luna terbata, suaranya nyaris tak terdengar.

“Lalu apa?” desak Bu Yuli, alisnya terangkat, tatapannya menusuk ke relung hati Luna yang paling dalam.

Luna menarik napas panjang, dadanya naik turun. Ia memberanikan diri membuka suara meski awalnya ragu.

“Barusan… Luna memergoki Mas Arka sedang bermesraan dengan Amel,” ucapnya lirih. Luna berharap ibu mertuanya akan membelanya atau paling tidak menenangkan dirinya.

Namun harapan itu seketika hancur saat jawaban sang ibu mertua terdengar begitu menyakitkan.

“Baguslah. Arka butuh pewaris. Kalau Amel nanti hamil, anaknya akan jadi anakmu juga. Jangan campuri urusan Arka dengan Amel. Sekarang lebih baik kamu segera masak makan malam untuk kami.”

Kata-kata itu diucapkan tanpa belas kasihan. Air mata Luna jatuh lagi tanpa bisa ditahan. Jantungnya berdetak kencang, menahan rasa sakit yang begitu dalam. Ia baru saja diperlakukan buruk oleh suaminya, dan kini justru dipaksa menerima wanita lain dalam rumah tangganya oleh ibu mertuanya sendiri.

“Cepat, Luna. Amel dan Arka akan ikut makan malam di sini,” ucap Bu Yuli sekali lagi.

Luna berdiri terpaku. Kakinya lemas, tubuhnya gemetar. Ternyata sang ibu mertua sudah mengetahui hubungan Arka dan Amel.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Sherly Monicamey
udahlah jgn jadi wanita cengeng, Luna. Balas perbuatan mereka
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Pemuas Hasrat Atasanku   Prepare

    “Mom, apa Daddy akan pulang telat lagi?” Sudah beberapa hari ini Devan pulang melewati batas jam pulang. El selalu sedih kalau sang Daddy gak ada saat mereka makan malam bersama. Kadang sang Daddy berangkat kerja saat mereka masih terlelap dan pulang setelah mereka kembali tidur di malam hari. El sedih gak bisa bermain sama Daddy-nya.“Semoga hari ini pekerjaan Daddy lancar jadi bisa pulang tepat waktu,” jawab Luna.Keduanya mengangguk. Luna memang tak pernah memberi jawaban pasti kepulangan Devan pada anak-anaknya. Dia takut kalau tiba-tiba sang suami ada pekerjaan di kantor sehingga menyebabkannya kembali terlambat pulang. Luna yang sudah pernah menjadi sekretaris Devan tentu tahu betul pekerjaan yang sering menyita waktu. Terlebih perusahaan Devan sekarang jauh lebih berkembang ketimbang saat dirinya masih menjadi sekretaris sang suami. “Hmmmm, El nanti mau berdoa sama Tuhan biar Daddy pulang tepat waktu,” ucap El.“Me too,” jawab Nia.Luna menyajikan makan siang untuk anak-anakn

  • Pemuas Hasrat Atasanku   Penutup Wajah

    “Kamu ngapain tidur di kamar aku? Kalau istrimu bangun gimana?” pekik Maria terkejut saat tangan kokoh menggerayangi tubuhnya. Dan Maria tahu ini pasti Arkana.“Dia kalau tidur kayak orang mati. Besok pagi baru bangun. Tadi aku kurang puas, sayang,” jawab Arkana. Tangannya meremas dada Maria. Dia benar-benar kecanduan untuk menghisap dada besar itu. Aku lagi selama 3 tahun ke belakang dia tak menyentuh Maria. Bahkan Arkana jauh lebih merindukan untuk menyentuh Maria ketimbang Briella.“Tapi tetap saja ini bahaya, sayang,” ucap Maria. Dia mencoba mendorong tubuh Arkana agar menjaga, justru pria itu semakin menempel. “Dia gak akan bangun, sayang.”Akhirnya Maria menyerah. Dia membiarkan Arkana membuka seluruh pakaiannya, lagian Maria juga tadi memang belum puas saat berhubungan badan dengan Arkana, dia takut Amel keluar dari kamar mandi sementara mereka masih memadu cinta.“Kenapa kamu gak nyentuh istrimu saja?” tanya Maria.“Tubuhmu lebih menggoda dan membuatku tak bisa tidur,” balas

  • Pemuas Hasrat Atasanku   Chapter 311

    Ternyata keinginan Amel untuk disentuh oleh Arkana kandas sudah. Saat dia keluar dari kamar mandi justru Arkana sudah terlelap di atas ranjang bahkan mengenakan pakaian tidur lengkap. Arkana memang jarang sekali pergi seperti dulu, tapi entah kenapa karena seperti tak memiliki nafsu seperti dulu. Rasanya mustahil kalau Arkana memiliki perempuan lain di luar sana yang menjadi pelampiasan nafsunya. Sementara dia selalu ada di rumah dan kalaupun pergi tidak terlalu lama. “Kenapa ya? Apa dia gak nafsu sama aku, atau-” Tak ingin mengotori pikirannya sendiri dengan hal-hal yang menyakitkan hati, Amel pun memilih menganggap kalau Arkana saat ini sedang kelelahan. Lalu dia teringat dengan ucapan Luna yang memintanya melihat rekaman CCTV. Kebetulan CCTV hanya ia pasang di luar rumah. Dan itu pun baru ia pasang setelah ia benar-benar kembali lagi ke rumah ini ketika Bu Yuli sudah tiada. Amel langsung mengambil ponselnya, untuk segera melihat kebenaran yang sebenar-benarnya. “Kalau sampai Lu

  • Pemuas Hasrat Atasanku   Chapter 310

    Devan pun masuk ke dalam rumah untuk segera membersihkan diri. Kedua anaknya menuju ke ruang keluarga ditemani oleh sang nenek. Nyonya Wijaya kampak puas melihat keduanya kena hukuman oleh sang Daddy. Nia tetap manyun sementara El memilih pasrah.“Udahlah jangan ngambek. Lagian mau ulang tahun pasti banyak kado mainan yang bagus-bagus,” El menirukan ucapan nenek buyutnya tempo hari dalam situasi yang berbeda. Mereka mampu merekam apapun dan mengingatnya. Sehingga baik nyonya Wijaya maupun kedua orang tua mereka harus berhati-hati bicara di depan si kembar. Mereka benar-benar persis seperti Devan. Dan nyonya Wijaya sudah hafal karakter El dan Nia yang mewarisi Daddy-nya.“Kalau dapat kado, kalau enggak gimana? Duduuuuuuuuuu kasihan cucu nenek gak bisa ngoleksi mainan tiap Minggu hanya gara-gara makan 1 es krim, mana makannya berdua lagi,” Nyonya Wijaya dengan penuh kesadaran menggoda kedua cucu buyutnya. El dan Nia tampak pasrah. Keputusan sang Daddy gak akan bisa mereka tawar lagi.R

  • Pemuas Hasrat Atasanku   Chapter 309

    “Jangan ikut campur urusan wanita ya, Mas, apalagi kalau sampai Mas melabrak Amel dan Maria. Kalau itu sampai terjadi, aku nggak akan izinin kamu tidur di kamar!”Pesan dari Luna itu langsung membuat Devan berdecak kesal. Baru saja dia menurunkan ponselnya ke atas meja kerja, niat untuk menemui Maria dan Amel sudah berputar-putar di kepalanya. Ada banyak hal yang ingin dia tuntaskan. Rasa kesal karena Luna diperlakukan tidak menyenangkan, ditambah perasaan tidak terima karena nama istrinya diseret-seret, membuat dadanya terasa sesak. Tapi satu pesan dari Luna langsung menghancurkan semua rencana itu.“Dari mana lagi dia tahu?” gumam Devan sambil menghela napas panjang. Tangannya mengusap wajah kasar. “Apa dia cenayang?”Devan mengenal betul istrinya. Luna bukan tipe yang asal bicara. Kalau sudah mengirim pesan seperti itu, artinya Luna sudah tahu hampir semuanya. Pasti Inem sudah bercerita panjang lebar, dari awal sampai akhir. Devan bisa membayangkan Luna membaca cerita itu sambil me

  • Pemuas Hasrat Atasanku   Chapter 308

    “Ngapain kamu datang ke rumah ini mencari suamiku? Apa kamu tidak sadar kamu itu adalah mantan istri suamiku? Ngapain harus ketemu dengan suamiku? Segitu gatalnya kamu kah sampai harus menemui suamiku langsung? Atau suamimu tidak berhasil memuaskanmu sehingga kamu harus menggoda suami orang lagi? Dasar perempuan gatal!” umpat Amel penuh amarah saat dia sudah membuka pagar rumahnya dan berhadap-hadapan langsung dengan Luna.Apalagi melihat Luna dengan penampilan nyentrik dan semakin cantik membuat Amel cemburu dan takut kalau suaminya masih menyimpan perasaan pada mantan istrinya ini.“Siapa bilang aku mau ketemu Arkana? Aku bilang aku hanya mau bertemu tuan rumah, entah kamu atau suamimu. Aku datang ke sini untuk niat baik memberikan undangan agar anakmu bisa datang ke acara ulang tahun anak-anakku. Tapi kamu justru menuduhku seperti ini,” jawab Luna. Suaranya masih lembut meski darahnya sudah mendidih.“Bohong! Kamu pasti bohong! Nggak mungkin Maria berbohong sama aku. Jelas-jelas di

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status