Share

Cek Kosong

Author: Atieckha
last update Last Updated: 2025-08-21 23:18:55

Luna segera masuk ke kamarnya. Ia menutup pintu rapat-rapat lalu bersandar lemah pada daun pintu. Bahunya bergetar menahan tangis yang sejak tadi tidak juga reda. Air matanya terus jatuh, membasahi pipi yang sudah memerah karena terlalu sering diusap dengan telapak tangan.

Ia menghela napas panjang, mencoba menenangkan diri meski dalam benaknya masih terngiang tentang perselingkuhan suaminya yang baru ia ketahui. Bayangan wajah Arkana yang berciuman mesra dengan perempuan lain seolah menempel kuat di benaknya.

Perlahan Luna melangkah menuju kamar mandi. Ia menyalakan keran, membiarkan air mengalir deras ke wajahnya. Air itu bercampur dengan sisa air mata, membuat kedua matanya terasa perih. Ia menatap wajahnya di cermin, melihat bayangan dirinya dengan mata sembab dan wajah letih.

“Aku harus kuat,” bisiknya lirih, meski hatinya hancur lebur. Luna bergegas membersihkan diri, menghapus semua jejak tangis yang tadi mengotori wajahnya.

Setelah merasa sedikit lebih segar, Luna mengenakan pakaian rumahan. Ia tak ingin terlalu lama di kamar, Luna harus segera masak makan malam untuk tamu spesial suami dan ibu mertuanya.

Saat Luna mulai mengeluarkan bahan-bahan dari kulkas, suara Bu Yuli terdengar begitu nyaring menusuk telinganya.

“Masak yang enak. Jangan dikit-dikit nangis,” seru Bu Yuli dari ruang tamu. “Harusnya kamu itu bersyukur. Suami kamu masih mau mempertahankanmu, padahal dia sudah jelas-jelas ingin punya anak. Sekarang kalau ada perempuan lain yang bisa memberikan anak untuknya, biarkan saja. Nanti kamu tinggal rawat anak itu seperti anakmu sendiri.”

Luna menghentikan gerakan tangannya sejenak. Pisau yang sedang ia pegang terasa berat. Matanya panas, tapi ia memilih tidak menjawab. Ia tahu, setiap balasan hanya akan memicu pertengkaran.

Wanita paruh baya itu tidak berhenti sampai di situ. “Jangan sekali-sekali kamu minta cerai dari Arkana. Kalau memang dia sudah bosan sama kamu, biarkan dia yang memutuskan untuk menceraikanmu. Ibu ini pusing melihat kalian ribut terus. Sesekali jadilah istri yang pengertian. Sudah tahu punya suami temperamental, masih juga jadi istri yang tidak becus.”

Uap panas dari wajan mulai mengepul, membuat wajah Luna semakin panas. Namun, panas itu tak sebanding dengan panas yang menusuk hatinya. Tangannya sibuk membuat hidangan makan malam, sementara dadanya perih seperti diremas tangan tak kasat mata akibat kalimat-kalimat menyakitkan yang meluncur tanpa henti dari mulut ibu mertuanya.

Sekali lagi, Luna memilih diam. Tetapi rupanya diamnya itu dianggap sebagai bentuk pembangkangan. Bu Yuli berdiri, melangkah mendekat ke dapur. Suaranya meninggi.

“Kamu dengar tidak, Luna, apa yang ibu bilang?” bentaknya.

Luna menelan ludah, lalu menjawab lirih, “Dengar, Bu.”

“Kalau kamu mau cerai, berarti kamu harus mengembalikan semua uang yang pernah keluarga kami keluarkan untuk pengobatan Ayahmu dulu. Ingat itu. Tapi kalau kamu tidak mampu mengembalikan, jangan harap bisa minta cerai hanya karena Arkana punya wanita lain. Lihat diri kamu sendiri! Kamu itu perempuan mandul. Masih syukur kamu dijadikan istri oleh anakku!”

Luna mencoba menahan air mata agar tidak jatuh, namun pertahanan yang gagal. Ia mengusapnya cepat-cepat, berharap Bu Yuli tidak melihatnya.

“Ya Tuhan. Sampai kapan aku harus begini? Aku jijik disentuh oleh suamiku setelah tahu dia bersama perempuan lain,” bisiknya lirih penuh rasa sakit.

***

Di sisi lain, Arkana sedang bersiap pulang ke rumah bersama Amel. Kini tak ada lagi yang ia sembunyikan dari istrinya. Namun langkahnya mendadak terhenti ketika di depan lobi ia melihat Devan sedang bersandar di mobilnya. Pria itu berdiri tegak dengan tangan terlipat di dada, kacamata hitam membingkai matanya.

Sebetulnya Devan sudah datang sebelum Luna sampai di kantor ini. Tapi Devan lebih memilih membiarkan Luna masuk dan dia tetap berada di dalam mobilnya. Bahkan Devan melihat dengan mata kepalanya sendiri Luna menangis keluar dari tempat bisnis suaminya. Dan sekarang terjawab sudah yang membuat Luna menangis.

Arkana buru-buru menjauhkan tangan Amel dari lengannya, berusaha menampilkan sikap seolah tidak terjadi apa-apa. Ia kemudian melangkah mendekat.

“Devan, apa kamu mau masuk ke dalam? Tapi di dalam masih sepi,” ucap Arkana, mencoba terdengar biasa saja seakan Dia sedang menyambut pelanggannya.

Devan menoleh pelan dengan wajah datar. Tangannya masih terlipat di depan dada, seakan tidak berniat mengubah sikap.

“Bisa kita bicara sebentar, Arka?” tanya Devan tanpa basa-basi.

Arkana menghela napas singkat, lalu menggeleng. “Mungkin lain kali, Devan. Sekarang aku sedikit terburu-buru,” jawabnya cepat.

Ia jelas ingin menghindari percakapan itu. Dalam hati, Arkana hanya ingin segera pergi dan berpura-pura tidak tahu soal uang dua miliar itu.

“Ini soal uang yang akan kamu pinjam. Aku mau buat perjanjian denganmu,” ujar Devan dingin. Suasana di antara mereka lebih menyerupai dua musuh dalam dunia bisnis daripada terlihat seperti sahabat masa kecil.

Arkana menggeleng, mencoba menolak lagi. “Oh soal itu. Sama Luna saja ya. Aku benar-benar harus segera pulang, barusan Ibu menelponku sepertinya Ibuku sedang sakit.” Arkana kembali mencoba memberi alasan untuk menolak ajakan Devan.

Namun Devan langsung memotong, suaranya tegas. “Cek yang kuberikan pada Luna itu adalah cek kosong.”

Mata Arkana melebar. Ia yakin pendengarannya tidak beres.

“Jangan bercanda, Devan,” ucapnya. Dia mencoba menahan kesal.

“Kalau kamu tidak percaya, coba saja tukarkan cek itu ke bank,” ucapnya lagi.

Hening beberapa saat, sampai akhirnya Arkana mengangguk. “Baiklah kalau begitu, ayo ikut aku ke ruanganku,” jawab Arkana mengalah.

Devan pun menyusul Arkana masuk lebih jauh ke dalam tempat hiburan malam milik sahabat kecilnya itu, sementara Amel memilih duduk di depan bartender.

“Silakan duduk,” ucap Arkana, sambil menunjuk kursi di depan meja kerjanya.

Devan duduk di depan ruang kerja Arka. Pria itu meletakkan map berwarna coklat di atas meja kerja Arkana, lalu dengan tegas ia berkata, “Aku akan memberikan pinjaman itu. Tapi ada syarat yang harus kamu dan Luna penuhi. Luna sudah menandatangani surat perjanjian, sekarang giliranmu.”

Arkana masih diam, mendengarkan apa yang akan disampaikan sahabat kecilnya ini.

“Mulai besok, sampai hutang itu lunas, Luna akan menjadi sekretaris pribadiku. Dia harus datang tepat waktu, siap lembur, dan siap ikut dalam perjalanan bisnis ke luar negeri maupun luar kota. Kamu tidak bisa menghalanginya. Dengan kata lain, kamu sudah menjadikan istrimu sebagai jaminan atas uang yang kamu pinjam padaku. Kalau kamu melanggar, maka duit itu harus dikembalikan dua kali lipat.”

“Gampang. Mana suratnya?” ujar Arkana lagi, terburu-buru, takut Devan berubah pikiran dan membatalkan pinjamannya.

“Dengarkan dulu. Syarat yang kedua—” namun ucapan Devan terpotong.

“Aku tidak peduli apa pun syarat yang kamu berikan. Yang jelas aku akan menyetujuinya demi uang dua miliar,” sambarnya cepat.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Sherly Monicamey
suami bodoh
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Pemuas Hasrat Atasanku   Chapter 156

    TingPonsel Mayang berdering. Ada pesan masuk dari M-bankingnya. Mayang meraih ponselnya untuk melihat pesan yang masuk, dan matanya membulat saat nama Devan mentransfer jumlah fantastis.“Seratus juta?” Mulutnya menganga. Jantungnya berdebar kencang. Dia mengenal betul nama pengirimnya Devan Erlangga Putra Wijaya. Dan itu nama bosnya.Mayang buru-buru mengetik pesan yang dikirim ke Luna. Namun sayangnya, pesan yang dikirim ke Luna centang 1. Dia memutuskan untuk langsung naik ke lantai atas menuju meja kerja Luna. Awalnya Mayang sempat tertegun melihat sosok pria asing di meja kerja Luna, namun akhirnya ia teringat dengan informasi yang ia dengar tadi kalau Devan sudah mendapatkan sekretaris baru. “Permisi, Bu Luna di mana?” tanya Mayang. “Selamat pagi, Bu.” Ryan berdiri menyapa Mayang, “Bu Luna, meja kerjanya pindah ke ruangan Pak Devan. Apa ibu mau menemui beliau?” tanya Ryan.Suara intercom di meja kerja sekretaris terdengar. Ryan mengangkatnya dan mendengar perintah dari Deva

  • Pemuas Hasrat Atasanku   Chapter 155

    “Siapa kira-kira yang menyebarkan unggahan kita di grup?” tanya wanita berambut pendek itu.“Apa mungkin Bu Mayang?” celetuk yang lainnya.“Nah iya. Bisa jadi dia yang ngomong sama sahabatnya. Aku gak ikhlas hanya karena unggahan itu kita dipecat. Pokoknya kita harus temui Bu Mayang sekarang. Dia harus bertanggung jawab mengembalikan pekerjaan kita!” Seru yang lainnya. Mereka sama sekali tidak merasa bersalah kalau yang mereka lakukan itu salah.Mereka semua pun mengangguk setuju dan langsung menuju divisi keuangan untuk menemui Mayang. Mereka gak akan tinggal diam kalau sampai dugaan mereka benar.“Bu Mayang!” Seru salah satu dari mereka. Lebih tepatnya orang yang memprovokasi masalah tersebut dan menyebarkan foto tentang Devan di grup mereka.Mayang mendongak, “bisa gak adabnya digunakan kalau masuk ruangan divisi lain?” tegurnya. Beberapa orang yang berada di divisi keuangan menoleh ke arah Mayang yang sedang di serbu 4 orang karyawan Wijaya Group. “Sudahlah jangan basa-basi. Puas

  • Pemuas Hasrat Atasanku   Chapter 154

    Berita tentang Luna dan Devan sudah tersebar di grup yang di dalamnya tidak ada Devan dan Luna. Bahkan beberapa petinggi yang dianggap dekat dengan Devan juga tidak ada dalam grup tersebut. Sementara Mayang ada di sana dan melihat salah satu rekan kerjanya mengirim foto Luna dan Devan saat bergandengan tangan di restoran.Mayang segera mengirim foto itu kepada Luna melalui pesan singkat.“Luna, anak-anak di kantor mulai gaduh ngomongin kamu dan Pak Devan. Katanya ada yang melihat kamu di restoran barusna. Ribut banget mereka, Lun. Bahkan ada yang berani memprovokasi obrolan dan menuduh Pak Devan menjadi penyebab perceraianmu dengan si brengsek Arkana.”Luna tertegun membaca isi pesan yang Mayang kirim. Bahkan fotonya dan Devan diambil dari arah samping dan belakang. Siapa pelakunya? Kenapa Luna tidak menyadari itu? pikirnya. Wajahnya yang tadi berseri mendadak menjadi muram.Devan yang menyadari itu langsung bertanya pada Luna, “ada apa, sayang?”Luna tak menjawab namun dia menyerahka

  • Pemuas Hasrat Atasanku   Chapter 153

    “Sayang, kamu kenapa?” tanya Devan. Luna bergerak gelisah di kursi penumpang persis di samping Devan. Pria itu hanya takut kalau Luna mual lagi.Luna menoleh lalu berkata, “setelah tahu hamil, aku jadi kayak takut bergerak, sayang,” jawab Luna. Bisa hamil anak kembar seperti jackpot terbesar dalam hidup Luna. Dia yang selama ini mengira kalau dirinya benar-benar mandul, tapi sekarang semua terpatahkan dengan dua janin kembar yang sedang berkembang di dalam rahimnya. “Dokter kan bilang kandunganmu kuat. Asal tetap ikuti saran dokter aku yakin semuanya aman kok, sayang. Anak kita pasti sehat di dalam sini,” jawabnya mengusap perut Luna. Dia ingin memberi keyakinan pada Luna kalau semuanya akan baik-baik saja. Luna mengangguk sambil tersenyum. Senyum manis yang selalu berhasil membuat Devan mabuk kepayang.Mobil pun melaju dengan kecepatan sedang menuju ke restoran yang dimaksud. Luna masih bisa menggunakan mini dress miliknya, hanya bagian dadanya saja yang tampak sedikit ketat. Semen

  • Pemuas Hasrat Atasanku   Chapter 152

    “Apa itu, Mas?” tanya Luna.“Orang butik bawain kado yang kita pesan buat nenek.”Devan meletakan box beludru berwarna biru tua di atas meja sofa, namun ada box beludru berwarna merah marun yang masih ia pegang dan diserahkan pada Luna.“Ini untuk Mommy,” ucap Devan.“Loh kok aku, Mas? Kan yang ulang tahun nenek.” “Ini hadiah untukmu, sayang. Karena hari ini aku hampir mati berdiri setelah mendengar kamu nyaris tertabrak mobil dan dilarikan ke rumah sakit. Setelah itu, aku justru mendapatkan kabar baik yang bahkan sebelumnya tak berani aku khayalkan.”Ucapan Devan membuat mata Luna berkaca-kaca. Tuhan sangat baik pada mereka berdua, sesuatu yang nyaris saja tidak berani mereka khayalkan, tapi kini benar-benar tumbuh di rahim Luna.Melihat Luna hanya diam, Devan kembali buka suara, “Bukalah, sayang.”Devan menyerahkan box itu kepada Luna. Setelah Luna membukanya ternyata di dalam box itu berisi sebuah jam tangan mewah yang ada berliannya. “Wow cantik banget,” puji Luna. Jam itu berwa

  • Pemuas Hasrat Atasanku   Chapter 151

    “Permisi, Nyonya, Tuan. Ini ada kiriman parcel dari Bu Yuli,” ucap salah satu pelayan di rumah keluarga Wijaya. Pelayan wanita itu mendekat ke arah Nyonya Wijaya sambil membawa sebuah box yang berisi parcel. “Siapa yang mengantarkannya? Parcel untuk acara apa ini?” tanyanya pada sang pelayan setelah melihat isi dari parcel tersebut.“Tadi dibawakan saudaranya. Katanya sih iparnya Bu Yuli yang tugas keliling membawa parcel ke tetangga, nyonya. Dia bilang ini hanya syukuran karena Bu Yuli sudah punya cucu,” jawabnya.Nyonya Wijaya mengernyit, “sudah brojol aja?” “Nek,” tegur Devan. Devan sudah mendengar keributan sang nenek dengan Bu Yuli serta Amel.“Buang saja itu. Jangan dimakan dan jangan digunakan. Saya pernah berselisih paham soalnya dengan dia, jangan sampai itu di gunakan buat menyakiti kita. Jangan dibuang utuh seperti itu ya, Inem. Dibuka dulu bungkusnya baru dibuang ke bak sampah,” ujarnya memberi perintah.“Baik, Nyonya. Saya izin ke belakang dulu,” pamitnya.Setelah pelay

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status