Setelah beberapa lama, para tamu undangan sudah tak lagi naik ke atas panggung untuk memberikan ucapan selamat, mereka semuanya sudah pada sibuk sendiri, ada yang menikmati prasmanan, ada yang berdansa, ada yang selfie-selfie dan lain-lain. Nina dan Bryan bernapas lega, karena akhirnya mereka bisa turun dari pelaminan dan mengambil makan.
Setelah keduanya makan, maka tiba saatnya mereka untuk berdansa di tengah ruangan. Tangan Bryan melingkari pinggang Nina. Sedangkan tangan Nina mengalung di leher kokoh Bryan. Mereka bergerak sangat pelan seirama dengan alunan suara musik. Musik romantis yang dialunkan oleh para pemain biola, mengiringi dansa mereka.
“Kamu cantik sekali, sayang. Aku beruntung memilikimu,” bisik Bryan di telinga istrinya. Dia lalu mencium bibir istrinya yang sontak membuat para tamu undangan histeris dan bertepuk tangan.
“Ya ampun, Mas. Ini kita sedang di tengah ruangan dan jadi perhatian banyak orang. Kamu mencium tidak lihat tempat!” sungut Ni
Sore itu Bryan beserta keluarga kecilnya pergi ke sebuah hotel yang sudah dia sewa untuk perayaan hari jadi pernikahan. Perayaan hari jadi pernikahan Bryan dan Nina berada di tepi pantai dengan dekorasi yang nilainya fantastis.Bryan yang mengetahui kalau istrinya adalah seseorang yang mencintai bunga, maka dekorasinya juga dipenuhi dengan bunga.Dimulai dari pintu masuk yang akan dilewati oleh Nina dan Bryan, di sekitar pintu itu ada berbagai macam rangkaian bunga berwarna merah muda. Bunga-bunga itu dirangkai seolah sedang merambati pintu. Pada kursi untuk para tamu juga diberi hiasan bunga di sisi sandaran kursi yang tentunya tidak akan mengganggu duduk para tamu.Acara itu diadakan di sore hari. Bryan ingin menikmati momen matahari terbenam bersama orang terdekatnya di acara wedding anniversary-nya. Dan pilihan pesta di tepi pantai adalah sebuah pilihan yang tepat.Event organizer yang Bryan sewa, sudah membua
Pukul sebelas malam, Nina baru keluar dari kamar anak-anaknya setelah anak-anaknya itu tertidur lelap. Nina memasuki kamarnya sendiri dan berjalan menghampiri Bryan yang sudah menunggunya di tempat tidur.Bryan menatap istrinya seraya membuka kedua tangannya, ingin menyambut kedatangan Nina dengan sebuah pelukan hangat.“Anak-anak sudah tidur, sayang?”“Sudah, Mas,” jawab Nina kalem. Wanita itu terlalu nyaman berada di dalam dekapan suaminya.Bryan membelai rambut Nina dengan lembut sembari berbisik. “Kamu lelah gak, sayang? Kamu kan udah seharian berada di dapur, memasak untuk aku dan anak-anak.”“Iya, Mas. Aku agak lelah,” jawab Nina. Dia ingin dimanja-manja oleh suaminya. Bryan yang peka langsung mengeratkan pelukannya di tubuh Nina lalu mengecup pucuk kepala istrinya itu.“Hei, aku punya solusi terbaik untuk menghilangkan rasa lelahmu,
“Bi Cholifah, Bi Ilis, mulai sekarang kalian jangan sentuh-sentuh dapur lagi ya. Urusan masak-memasak biar aku yang kerjakan. Kalian berdua kerjakan yang lain saja, seperti beberes rumah dan yang lainnya, asalkan jangan memasak.”“Apa Nyonya tidak repot nantinya harus menyiapkan makanan untuk suami dan anak-anak Nyonya dari pagi sampai malam?” tanya Bi Ilis.“Tidak repot sama sekali kok, Bi. Sudah ya, kalian menurut saja.”Kedua ART itu menganggukkan kepala. “Baik, Nyonya.” Setelahnya mereka berdua pun pergi dari dapur, meninggalkan Nina yang hendak membuat sarapan pada pagi hari ini.Rencananya pagi ini, Nina akan membuat pancake pisang sebagai menu utama sarapan keluarganya. Nina mengambil bahan-bahan dari lemari penyimpanan dan mulai mengadon bahan-bahan tersebut.“Loh, Bi Ilis dan Bi Cholifah mana? Kok kamu yang memasak?” tanya Bryan heran.Nina menoleh ke belakang. Melihat suaminya yang berjalan masuk ke dapur untuk mengambil segelas air.“Aku menyuruh mereka agar tidak membantuku
“Mama jawab dong!! Kok Mama diam terus sih??” desak Brianna.“Anak kecil gak boleh tau. Sudah kamu tidur saja sana,” suruh Nina.Brianna makin kesal kepada ibunya karena pertanyaannya itu tidak terjawab. Dengan ringan tangan, anak kecil itu lalu menabok mulut ibunya.“Heh, kok Mama ditabok?” Nina terkejut melihat Brianna yang main tangan. Sedangkan Bryan justru tertawa kencang. Nina menatap suaminya dengan tatapan tajam. “Jangan ketawa kamu, Mas! Gak lucu ya.”“Soalnya Mama bikin aku kesel sih!” Brianna makin jengkel dan menabok-nabok wajah Nina.“Sudah dong, sayang. Mama gak salah apa-apa loh padahal. Kenapa kamu malah marah sama Mama?”Brianna tidak peduli. Anak kecil itu tetap memukul wajah ibunya dengan kesal. “Aku marah sama Mama! Mama pelit! Gak mau bagi mainan sama aku!!”Nina langsung menghindar dari anaknya yang mengamuk tidak jelas itu. Nina pindah ke sebelah Bryan dan meminta perlindungan pada suaminya. “Mas, bantuin dong. Jangan lihat doang. Itu anak kamu mengamuk sama aku
Semenjak hari itu, Nina dan Bryan telah berbaikan. Hubungan mereka tak lagi renggang. Nina tidak lagi punya niatan untuk bercerai dari Bryan. Rasa percaya dirinya telah kembali. Daripada menyuruh Bryan mencari wanita yang lebih baik darinya, mendingan dia sendirilah yang berusaha untuk meningkatkan kualitas diri menjadi lebih baik dan setara dengan suaminya itu.Tidak terasa genap dua minggu Nina berada di Malaysia, kini saatnya dia pulang ke rumahnya yang ada di Jakarta. Lagian masa sekolah keempat anaknya itu sudah habis di desa ini. Dan tepat pada hari ini, Nina beserta keluarga kecilnya itu akan pergi dari rumah Paul.Pagi ini, Paul dan Zulaikah sengaja mengadakan acara makan-makan di rumahnya sebagai salam perpisahan kepada cucu dan cicitnya. Dengan bantuan ART, meja makan sudah dipenuhi oleh hidangan lezat yang menggugah selera.“Sedih sangatlah Atuk hari ni. Kamu orang semua akan pergi. Rumah mesti sunyi selepas ni,” imbuh Paul merasa berat hati melepas kepergian cucu dan empat
Fredrinn memperhatikan Bryan yang sudah tiga hari ini tampak galau. Putranya itu selalu termenung di teras rumah sepanjang hari.“Kamu ini kenapa lagi sih, Bry?” tanya Fredrinn yang ikut duduk di samping Bryan.Bryan menoleh. “Aku baik-baik saja, Pa.”“Jangan membohongi Papa! Muka kamu itu loh kusut, seperti banyak pikiran. Kamu kelilit pinjol ya?”“Papa sembarangan saja!” sangkal Bryan.“Lalu, kenapa?”“Papa sadar tidak? Nina makin hari makin berubah. Dia sepertinya berniat menjauhiku. Bahkan kemarin-kemarin dia bilang mau bercerai dariku dan menyuruhku untuk mencari penggantinya. Aku ini salah apa sih, Pa? Apa dia sudah bosan sama aku ya? Aku harus ngapain sekarang, Pa? Tidak mungkin aku mengabulkan permintaannya untuk bercerai. Apa kabar anak-anak kami nanti?”“Papa punya solusi, Bry. Solusi supaya kalian tidak bercerai.”“Apa itu, Pa?&