“I-itu… anu.. kepalaku terbentur, Bi. Di bawah selimut kayaknya ada laptop, aku lupa naro di meja. Udahlah, Bi. Jangan banyak tanya lagi! Bibi Sarah pergi aja. Aku mau tidur!” pungkas Bryan yang tidak ingin diganggu lagi.
Sarah akhirnya pergi setelah Bryan mengusirnya dengan paksaan.
Setelah pintu kamar kembali ditutup, Bryan segera pindah posisi dan membuka selimut itu. Ia melihat Nina yang saat ini sibuk mengatur napas. Seluruh tubuhnya telah dibasahi oleh keringat.
“Kamu gak apa-apa kan, Nina?” tanya Bryan khawatir.
Nina sontak mencubit lengan Bryan dengan kuat.
“Aw, sakit sayang! Jangan kasar-kasar dong sama jodoh sendiri!” rintih Bryan kesakitan.
“Ihh, Tuan Bryan kenapa sih pake nindih badan saya segala? Tuan Bryan itu berat tau! Saya hampir aja jadi ayam geprek karena ulah Tuan!” protes Nina.
Berbeda dengan Nina yang memasang wajah sebalnya, Bryan justru tersenyum bahagia da
Tok Tok Tok“Permisi, Pak Bryan.” Melissa masuk ke ruang kerja Bryan setelah mengetuk pintu. Gadis itu berjalan dengan sebuah senyum manis di wajah. “Pak Bryan sudah sembuh, ya?” tanyanya berbasa-basi.Bryan menatap sekilas ke arah Melissa lalu kembali fokus pada layar laptopnya. “Ada keperluan apa, Mel?” Suara Bryan terdengar begitu dingin. Seperti tidak senang dengan kehadiran Melissa.Meskipun demikian, sikap dingin Bryan tidak menyurutkan senyum di wajah Melissa. Gadis itu justru semakin bertingkah. “Ah, Pak Bryan makin cool deh kalau kayak gini,” ujarnya sembari berlenggak-lenggok menghampiri Bryan.“Kamu ini apa-apaan sih, Mel?!” Bryan semakin risih dan terkejut ketika Melissa tiba-tiba duduk di atas pahanya.Melissa tertawa kecil. “Bapak ini galak banget sih, Pak. Jangan gitu dong. Ntar gantengnya hilang,” godanya dengan suara yang manja jelita.
“Kamu kira saya ini youtuber prank apa?! Apa kamu lihat ada kameramen di sini?” balas Bryan geram.Melihat Bryan yang sangat serius, pegawai toko tersebut akhirnya percaya dan mulai mengemasi semua produk yang Bryan minta. Setelahnya, berbagai rak dan etalase produk di toko itu pun tampak sepi, stok mereka mulai menipis.“Totalnya 20 juta, Mas,” kata kasir.Bryan pun mengeluarkan black card dari dompetnya dan menyerahkan ke kasir.‘Wah, gila sih. Lucky banget yang jadi pacarnya Pak Bryan. Belanja make up aja sampai 20 juta gini. Sedangkan aku cuman 500 ribu paling banyak, itu pun habisnya dalam waktu enam bulan, Hmm, nasib gak punya doi gini amat. Menyedihkan,’ batin Natalia, mengadu nasib.*Sore ini, Bi Lastri, Sarah beserta satpam rumah sedang bersantai sambil ngerumpi di teras rumah Bryan.Pip! Pip!Klakson mobil dibunyikan berulang kali, karen
“Jika kamu benar-benar mencintainya, selalu berikan perhatian untuknya, meskipun hanya perhatian kecil. Selalu berkata lembut dan tidak menyakitkan. Selalu meluangkan waktumu untuknya, meskipun hanya sebatas memberi kabar. Pendam amarahmu, belajarlah mengalah. Hargai setiap perbedaan yang ada. Membantunya dengan suka rela untuk mengurangi pekerjaannya.”Itulah beberapa point yang Bryan baca dari buku yang baru saja ia beli. Bryan pun melanjutkan bacaannya pada point yang terakhir.“Jangan menyentuh wanitamu, kecuali ia mengizinkannya.”Bryan menarik napas kasar. “Huh. Ini poin terakhir susah banget. Mana bisa aku kalau gak nyentuh Nina seharian. Tapi tak apa lah, aku harus mencobanya dulu.”Bryan lalu menarik napas dalam-dalam dan memberi semangat untuk dirinya sendiri. “Semangat, Bryan! You can do it!”*Keesokan harinya, Bryan tau jika tugas Nina pagi ini yaitu membersihkan halaman rumah. Sebelum Nina mengerjakan
Tanpa berpikir panjang, Nina langsung menuju dapur dan membuat nasi goreng sesuai permintaan Bryan. Setelah beres, Nina pun bersiap-siap pergi ke kantor Bryan. Saat sudah tiba di halaman rumah, langkah Nina terhenti karena memikirkan sesuatu.“Apa aku mandi lagi ya?” gumam Nina yang tiba-tiba berubah pikiran. Ia melihat penampilannya sendiri yang sangat sederhana, saat ini ia hanya mengenakan rok plisket hitam polos dan juga hoodie big size tak bermotif untuk menutupi tubuh montoknya.Nina pun memutuskan untuk kembali masuk ke rumah dan mandi lagi. Ia lalu memilih pakaian yang lebih pantas dan lebih bagus dari yang ia gunakan sebelumnya. Entah mengapa, tiba-tiba Nina ingin tampil cantik dan menawan di depan Bryan. Padahal sebelumnya, ia tidak terlalu memedulikan penampilannya dan selalu berpakaian apa adanya di depan Bryan.Sudah 30 menit berlalu, tetapi Nina masih kebingungan untuk mengenakan setelan apa. ‘Aduh… pusing aku… bagus
Bryan menggeleng kecil. “Kamu selalu terlihat cantik, Nina. Kamu bahkan lebih cantik dari langit malam yang bertaburan bintang-bintang,” jawab Bryan lembut. Pria itu bahkan tidak mengalihkan pandangannya sedetik pun dari wajah Nina.Nina hampir saja dibuat terbang ke langit kala mendengar pujian dari Bryan. Tetapi ia kurang percaya sebab hampir semua orang di luar sana memandangnya aneh.“T-tapi kata mereka, penampilan saya ini norak banget. Soalnya terlalu berwarna. Dandanan saya juga menor.”“Jangan terlalu memikirkan kata orang-orang di luar sana. Mereka hanya iri dengan kecantikanmu, Nina. Kamu itu sama seperti pelangi, warna-warni tapi enak dipandang. Jika ada yang mengatakan bahwa kamu norak, mungkin mereka juga tidak suka melihat pelangi.”Nina hanya terdiam setelah mendengar kata-kata itu. Nina kembali memberi suapan ke mulut Bryan. Tapi mendadak tangannya tremor parah. Bryan bisa melihat dengan jelas betapa gem
Kini mereka telah sampai di pinggir jalan, Bryan memberhentikan taksi untuk Nina.“Pak sopir, tolong antarkan gadis cantik ini ke alamat xxx ya. Pastikan dia sampai dengan selamat,” ucap Bryan kemudian membukakan pintu mobil untuk Nina.Nina lantas masuk ke dalam mobil itu. Bryan kembali berbicara kepada sopir taksi tersebut. “Pak sopir, jika gadis ini ingin singgah ke suatu tempat, turuti saja kemauannya ya. Sebagai imbalannya, ini aku akan membayar Bapak lebih,” tutur Bryan kemudian mengeluarkan uang senilai 500 ribu dari dompetnya.Sopir taksi itu mengambil uang Bryan dengan senyum sumringah. “Siap, bosku. Aman!”Bryan kembali berbicara melalui jendela mobil sebelum mobil itu melaju pergi. “Nina, jangan lupa memberiku kabar jika kamu sudah tiba di rumah ya.”Nina hanya mengangguk kecil.Taksi itu pun melaju ke jalan raya, dari kejauhan Nina bisa melihat Bryan masih berdiri di tempatnya.“Suaminya cakep banget, Neng. Udah cakep, der
Melihat ekspresi Nina yang menggemaskan membuat Bryan terkekeh.“Tuan Bryan kok ketawa sih?” tanya Nina dengan raut wajah merengut.“Kamu itu lucu kalau lagi manyun begini.”“Hmm.”“Kamu juga kepengen ya?” tanya Bryan.Nina menggeleng pelan. Masih jual mahal.“Kalau kamu mau, masih ada kok di mobil.”Nina langsung mengangkat wajahnya dan menatap Bryan penuh binar. “Benarkah?”“Benar dong. Aku emang sengaja beli dua porsi. Kan niatnya buat kita makan berdua.”Nina seketika bahagia mendengar jawaban dari Bryan.“Ayo ke mobil. Ambil makananmu.”“Makasih ya, Tuan. Saya masuk duluan ya,” ucap Nina bersorak bahagia. Gadis itu lalu masuk ke dalam rumah setelah mendapatkan apa yang ia mau. Ia pun menikmati makanannya sendirian di dalam kamar.*Pukul 01.00, larut malam…Nina belum
Nina mendadak salah tingkah. Ia menoleh ke belakang dengan mata yang membelalak. “Eh? T-Tuan Bryan? Sejak kapan Tuan ada di sini?”“Sejak lima menit yang lalu. Sedari tadi aku memperhatikanmu membongkar isi lemariku. Memangnya kamu sedang mencari apa di lemariku, Nina?”Nina menggeleng cepat. “T-tidak. S-saya tidak nyari apa-apa kok, Tuan.”“Oh begitu. Baiklah. Tapi kamu beresin lagi ya isi lemariku,” jawab Bryan dengan santainya.Nina mengangguk pelan. Ia lalu memperhatikan susunan pakaian Bryan yang telah acak-acakan saat ini. Semuanya karena ulahnya. Dengan kesadaran diri, Nina pun melipat ulang semua pakaian yang ia bongkar tadi dan menyusunnya lagi dengan rapi. Sedangkan Bryan memilih untuk mandi sekarang.Tidak lama kemudian, Bryan telah keluar dari kamar mandi dengan mengenakan handuk pendek yang melilit di tubuhnya. Buliran air masih berjatuhan dari tubuhnya. Handuk itu hanya menutupi bagian b
“Tidak. Kamu ini jangan asal menuduh.”Nina merebahkan tubuhnya di ranjang mengikuti Bryan yang lebih dulu rebah di sana. Nina menoleh ke suaminya yang tidur dengan posisi membelakanginya. “Mas, kamu langsung mau tidur ya? Kamu gak mau minta jatah dulu?” tawar Nina.“Iya, sayang. Aku mau langsung tidur,” jawab Bryan tanpa berbalik badan.Tubuh Nina makin menempel ke tubuh Bryan. Nina sengaja ingin memancing gairah suaminya. Nina lalu memeluk erat Bryan kemudian berkata dengan manja. “Kok gitu, Mas? Biasanya kan kamu gak bisa tidur kalau gak dilayani dulu. Ayo, Mas. Kita habiskan malam ini dengan bercinta menggunakan seribu macam gaya.”Bryan menjauhkan tangan Nina yang melingkar di perutnya. “Lain kali saja ya, sayang. Aku benar-benar lelah malam ini. Aku mau tidur sekarang.”“Mas, ayo dong. Kita main! Aku kebelet, Mas. Pengen dicolokin sama kamu,” ucap Nina berusaha menggoda i
Sudah lima hari Nina bedrest di rumah sakit akibat pendarahan yang dialaminya, hingga menyebabkan janinnya gugur di dalam kandungan. Kini saatnya Nina kembali pulang ke rumah setelah memeriksa kondisinya. Dengan senyum yang merekah, Nina merapikan pakaiannya dan menunggu suaminya yang sedang mengurus administrasi rumah sakit.Bryan tersenyum sumringah melihat istrinya yang sudah siap dan tampak segar saat dia masuk ke dalam ruang rawat inap. Bryan lalu mencium bibir ranum Nina yang semakin hari terlihat semakin menggoda.“Sudah siap pulang ke rumah?” tanya Bryan sambil mengarahkan lengan kanannya untuk dirangkul istrinya.“Sudah dong, Mas. Aku sudah siap dari tadi. Ayo kita pulang sekarang, Mas. Aku sudah gak sabar mau ketemu dengan anak-anak,” sahut Nina. Dengan cepat dia melingkarkan tangannya di lengan kanan suaminya. Namun, Nina melepaskan lagi tangannya yang sudah melingkar manis di lengan Bryan, kala pria itu tiba-tiba menghentikan
“Sudah beribu kali aku katakan padamu. Aku cinta sama kamu.”Nina merasa sedikit lega mendengar jawaban Bryan. Meskipun belum bisa dipastikan benar atau tidaknya.Di saat Bryan tengah memeluk tubuh istrinya, tiba-tiba pintu kamar ruang rawat inap itu terbuka. Aliyah dan Rozak beserta keempat anaknya berjalan memasuki ruangan.“Mama!” seru anak-anaknya secara bersamaan.Nina sontak melepaskan diri dari pelukan suaminya dan merentangkan kedua tangan, menyambut keempat anaknya.“Nana, Yaya, Lala, Jojo, sini sayang!” ucap Nina dengan tatapan penuh kerinduan.Walaupun keempat anaknya itu setiap hari mengunjunginya di rumah sakit, tapi tetap saja Nina merasa rindu pada anak-anaknya.Bryan membawa keempat anaknya ke atas ranjang perawatan dan menempatkan mereka di sisi Nina, kiri dan kanan.“Mama kapan pulangnya? Yaya kangen sama Mama,” ucap Cattleya ketika berada dalam pelukan ibunya. Dia menatap ibunya dengan tatapan penuh kerinduan.“Iya, Lala juga kangen sama Mama. Pengen Mama cepat-cepa
Bryan mondar-mandir berjalan di depan ruang UGD seraya mengusap wajahnya berulang kali. Sementara Pak Jaka hanya duduk di kursi tunggu sembari memperhatikan majikannya yang dari tadi bergerak gelisah.“Mendingan Tuan duduk saja dulu di kursi,” ucap Pak Jaka.“Tidak bisa, Pak. Aku khawatir sama istriku. Kenapa sih dia harus menyusul aku ke hotel? Kenapa Pak Jaka mau saja mengantarkannya menemuiku?”“Maaf, Tuan. Tapi Nyonya sendiri yang mau bertemu dengan Tuan. Katanya sih ada hal penting yang mau disampaikan kepada Tuan. Nyonya juga tampaknya bersemangat sekali ingin bertemu dengan Tuan,” jelas Pak Jaka, sedikit merasa bersalah.Bryan memutuskan untuk duduk sembari menghela napas panjang. “Sesuatu yang penting seperti apa yang ingin dia katakan kepadaku sampai harus mengorbankan nyawanya?” gumam Bryan pelan kemudian kembali mengusap wajahnya.Tak lama kemudian, seorang dokter muncul dari dalam ruang UGD yang pintunya baru saja terbuka.“Apa Anda suaminya Ibu Nina Anatasya?” tanya dokte
“Mama juga gak tau. Kita samperin Papa sekarang yuk.”Nina menguatkan dirinya sendiri untuk melanjutkan langkahnya menghampiri sang suami.Bryan sedikit terkejut ketika melihat Nina dan juga anak sulungnya berada di bandara.“Nina? Kenapa kamu bisa ada di sini? Aku kan gak nyuruh kamu menjemputku di bandara,” ucap Bryan dalam kondisi yang masih bergandengan tangan dengan wanita cantik di sebelahnya.“Kenapa, Mas? Supaya kamu bisa mesra-mesraan dengan wanita ini ya?” semprot Nina. Nina menoleh lalu melemparkan tatapan tajamnya ke arah wanita itu. “Bisa lepasin tangan suami saya?”Dengan cepat wanita itu melepaskan tangannya di lengan Bryan dan berdiri agak menjauh dari Bryan. “Maaf, Bu. Saya hanya menjalankan tugas saja.”Nina menyipitkan matanya kala mendengar suara itu. Suara yang familiar. ‘Oh ternyata ini wanita yang juga mengangkat telponku waktu itu.’“
Dua minggu kemudian…Nina terkesiap ketika menatap kalender. Dia baru menyadari kalau saat ini dia telah terlambat datang bulan. Dalam perhitungannya, sudah ada dua bulanan dia tidak mengalami datang bulan. Seketika tangannya mengelus perut ratanya. Senyum merekah dari bibirnya yang ranum.Nina memang belum memeriksakan dirinya ke dokter kandungan untuk memastikan apakah benar dia hamil atau tidak. Namun, ciri-ciri kehamilan sudah dia alami saat ini. Dia sering mengantuk dan pusing pada pagi hari dengan disertai mual. Sehingga hal itu, membuat Nina yakin bahwa dirinya memang tengah mengandung buah hatinya.“Mas Bryan pasti senang kalau tau ada buah cinta kami di dalam sini. Nanti setelah Mas Bryan sampai, aku akan memintanya untuk menemaniku ke dokter kandungan. Dia pasti sangat antusias,” ucap Nina bermonolog.Sesuai janji yang pernah Bryan katakan sebelumnya, hari ini adalah hari kepulangan Bryan ke Jakarta. Saat ini Bryan sudah berad
Nina terdiam cukup lama sebelum memberanikan diri untuk menjawab pertanyaan anaknya. “Papa pasti pulang kok,” jawabnya penuh yakin di hadapan anak-anaknya.“Kalau misalnya Papa gak mau pulang gimana, Ma?”“Kenapa Lala ngomong gitu? Papa pasti pulang ke rumah.”“Siapa tau Papa ketemu anak-anak yang lebih baik dari kami. Makanya Papa gak mau nelpon dan bicara sama kami,” cetus Khaylila.“Lala kok bisa kepikiran seperti itu? Jangan pikir yang macam-macam ya, sayang. Papa di sana cuman kerja doang. Gak buat yang aneh-aneh.”“Soalnya di sekolah, Lala punya teman yang Mama Papanya udah pisah.”Kata-kata anak berusia empat tahun itu sukses membuat air mata Nina luruh seketika. “Kalau Papa ketemu anak-anak baru di sana, ya udah, berarti Mama juga harus cari Papa baru buat kalian. Bagaimana? Mantap kan rencana Mama?”“Tapi pilih Papa barunya jangan
Lima hari berlalu, Nina masih belum mendapatkan kabar dari Bryan. Setiap kali dirinya menghubungi Bryan, nomor suaminya itu selalu saja tidak aktif bahkan semua akun sosmednya terlihat seperti diblokir oleh Bryan. Dan kali ini, Nina berinisiatif menggunakan nomor baru untuk menghubungi nomor suaminya itu. Nina berkacak pinggang kala panggilannya tersambung ke nomor sang suami.“Ternyata benar dugaanku, kamu ngeblokir nomorku. Kurang ajar ya kamu, Mas!” ucap Nina bermonolog.“Kamu ini ke mana sih? Lama banget ngangkat teleponnya!” sungut Nina kesal.Setelah beberapa detik, panggilan suara itu pun terhubung ke si pemilik nomor. Tetapi Nina dibuat terkejut karena bukan Bryan yang menjawab panggilannya melainkan seorang wanita.“Hello. Can I help you?”Nina menjauhkan ponselnya dari telinga dan melihat kembali nomor yang dia hubungi, takutnya salah sambung. Tetapi sudah benar yang dia hubungi adalah nomor suaminya sendiri.‘Kenapa yang mengangkat telpon kamu malah orang lain? Siapa peremp
Nina pun kembali mengirimkan sebuah chat ke nomor Bryan.[Setidaknya ngasih kabar dong, walaupun satu chat saja. Aku cemas banget sama kamu, Mas]“Hmm, kok centang satu sih?” gumam Nina terheran-heran. “Seharusnya dari subuh dia udah sampai di apartemen. Tapi kok ceklis? Masa iya dia gak ada kuota atau wifi sih? Apa dia sengaja matiin data selulernya biar gak diganggu?”*Jam dinding menunjukkan pukul lima sore. Tetapi sampai detik ini juga, Bryan masih belum memberikan kabar. Bahkan nomornya saja masih centang satu. Nina semakin cemas dibuatnya. Tiba-tiba teleponnya berdering, membuatnya merasa lega.Nina segera mengecek ponselnya, berharap sang suami yang menghubunginya. Namun hatinya kembali diserang oleh rasa kecewa ketika orang lainlah yang menghubunginya.“Halo. Nina, apa kamu di rumah?” tanya seseorang di balik sana.“Iya. Tumben kamu menghubungi aku. Ada apa, Dicky?”Semenjak mengetahui bahwa Dicky telah menjalin hubungan dengan William, Bryan tidak mempermasalahkan lagi jika