“Ah… Terus Mas.”
Lenguhan terdengar ketika Alea hendak masuk ke dalam kamar. Buah tangan untuk sang suami jatuh begitu saja. Dengan tangan bergetar, dia membuka pintu. Pagi itu, Alea berniat memberi kejutan untuk suaminya. Tapi ... siapa sangka kini justru Alea sendiri yang terkejut kala pemandangan polos suaminya yang terlihat menggagahi seorang wanita nampak jelas di depan mata. Sontak tangisnya keluar, disusul dengan suara lantangnya. “Apa yang kalian lakukan?!” Detik itu juga, Rian, suaminya, buru-buru menarik tubuhnya. Pria itu terlihat terburu-buru mencari celana, sementara kekasihnya, Sheryl, menutup tubuhnya dengan selimut.Usai memakai celana, Rian berjalan mendekati Alea dengan senyuman manisnya. “Sayang, kamu sudah pulang? Kenapa tidak menghubungi aku?” Mendengar kata sayang, seketika membuat Alea geram, sehingga dirinya tak kuasa melayangkan tamparan tepat di pipi sang Suami. “Jelaskan semua ini!” Teriaknya yang diikuti tangisan keras. "Tidak ada yang perlu dijelaskan, semua seperti yang kamu lihat." Jawab Rian santai. Selama menikah dengan Alea, Rian tidak pernah sekalipun menyentuhnya karena penyakit yang Rian derita. Namun, kali ini, dia melihat sendiri suaminya dengan perkasa menggagahi perempuan lain di ranjang. Apa artinya selama ini dia dibohongi? “Bukankah kamu sakit, Mas!? Bagaimana bisa berhubungan dengan wanita lain?!” Tatapan tajam Alea melesat ke sang suami. “Menurutmu bagaimana?” Ucapan Rian membuat Alea mengerutkan alis. “Apa maksud kamu?” Tanyanya bingung. Rian justru membalasnya dengan tawa yang menggelegar, “Aku sehat, Alea! Sempurna! Tidak sakit sama sekali!” Merasa dibohongi, Alea sangat marah dan kecewa. Tiga tahun bukan waktu yang singkat untuk menahan nafkah batin yang tak terpenuhi. Selama ini, hasrat yang terkadang mencuat harus dia tahan kuat-kuat. Tapi, hari ini semua kebusukan suami tercintanya terkuak, menyisakan sakit hati yang teramat sangat."Tega kamu Mas!" Tangisan Alea semakin keras, sejurus dengan sakit hatinya.
Pantas dulu Rian enggan ditangani dokter. Dia hanya mau melakukan pengobatan herbal saja, ternyata memang tidak sakit sama sekali. Tangan Alea bersiap untuk menampar suaminya kembali, tapi dengan cepat, Rian menangkap tangannya. “Jangan coba-coba memukulku, Alea! Memangnya kamu siapa?” Dengan keras, dia membuang tangan Alea. “Karena kamu sudah tahu, maka aku tidak perlu bersandiwara lagi.” sambungnya. “Sandiwara?” tanya Alea, menautkan alisnya. “Ya, aku menikah denganmu hanya karena harta! Penyakit itu hanya akal-akalanku saja agar aku tidak menyentuhmu!” Tawa keras menggelegar dari mulut Rian, sementara Alea menangis kesakitan. “Biadab kamu Mas!” Teriak Alea lantang. Mendengar pengakuan dari suaminya sendiri, Alea sangat terkejut. Dia tak pernah menyangka, bahwa selama ini, ia memuja pria dengan kelakuan macam binatang. Sakit hati dan marah, Alea mengusir Rian dan Sheryl. Detik itu juga, dia memutuskan akan menceraikan suaminya itu. "Pergi dari sini! aku ingin kita berpisah!" “Kamu mengusirku?” Rian menyeringai menatap Alea. Respon dari sang suami membuat Alea mengingatkan kembali jika semua yang Rian nikmati adalah fasilitas darinya. Alea juga menjelaskan pada Sheryl jika Rian adalah seorang yang tidak memiliki apa-apa. "Kamu pikir dia kaya? dia hanya pria pengangguran yang aku angkat derajatnya!" Namun, Alea bingung saat Sheryl tak memberikan respon. Wanita yang baru saja merusak rumah tangganya itu tidak terkejut sama sekali, dan justru tertawa puas. "Aku tahu kok! Asal kamu tahu, saat kamu menikah dengannya, kami sudah menjalin kasih." Perkataan Sheryl membuat Alea kembali terkejut, jadi semua memang sudah mereka rencanakan. "Pergi kalian dari rumahku!" Teriak Alea frustasi. Raut wajah Rian masih sama, tak ada rasa menyesal, apalagi khawatir ketika Alea mengusirnya. Sebaliknya, pria itu justru tertawa bahagia. “Kamu yakin bisa mengusir kami, Alea?” "Tentu saja! Apa kamu lupa? Ranjang tempat kamu bercinta dengan pelakor itu, rumah ini, semua ini adalah milikku, Rian!" Sahut Alea geram. Tak lama, pria itu berjalan mengambil sebuah berkas dan melemparnya ke hadapan Alea. “Lihat semua surat itu, siapa pemilik semua aset kamu sekarang.” Katanya dengan tersenyum licik. Segera Alea mengecek surat-surat itu, dan alangkah terkejutnya dia saat tersadar, bahwa semua asetnya kini berubah kepemilikan menjadi atas nama Rian. “Tidak….Tidak mungkin!” Alea menggeleng, kemudian menatap Rian, “Surat ini palsu! Aku tidak merasa mengalihkan asetku padamu!” Alea membuang suratnya. "Hahaha, biar aku bantu ingatkan. Waktu itu saat kamu sakit, aku meminta beberapa tanda tanganmu. Memangnya, kamu tak baca apa yang kamu tanda tangani, Alea?" tanya Rian kembali tertawa. Alea melongo, lalu tubuhnya terhuyung ke belakang. Waktu itu, suaminya memang pernah meminta tanda tangannya. Tapi yang ia ingat, suaminya sendiri yang bilang berkas yang ia tanda tangani adalah surat penebusan obat. Lagipula, saat itu Alea memang sangat sakit, sehingga untuk membaca isi surat pun, maniknya tak sanggup untuk bisa fokus. Tapi bisa-bisanya, sang suami memanfaatkan momen itu untuk mengelabuinya. Reaksi Alea membuat Rian tertawa, sekeras apapun Alea menyangkal, semua aset sudah kini teralihkan menjadi milik Rian. Sheryl turut mendekat dan masuk ke dalam debat Rian dan Alea. “Sudahlah, Mas. Jangan bicara panjang lebar lagi sama wanita miskin ini. Usir saja dia, lalu kita lanjut lagi percintaan panas kita.” Di depan Alea, Sherly meraba bidang datar Rian. “Kalian yang seharusnya pergi bukan aku!” Alea tetap bersikukuh. Geram, Rian segera menarik tangan Alea. Dengan tega, pria itu mendorong Alea dengan keras, dan mengusir wanita yang telah memberikan semua padanya, sementara Sheryl mengambil beberapa baju Alea dan melemparnya.“Biadab kalian!” sambil menangis, Alea memunguti bajunya yang berserakan di lantai.
Seolah tak puas, Rian mengambil ATM di dalam dompet Alea sebelum melemparnya ke Alea.
“Berikan ATM-ku, Rian, kumohon. Itu uang tabunganku, bukan uangmu!” Alea mencoba mengambil ATM-nya, namun Rian memberikannya pada Sheryl, dan kembali mendorong Alea menjauh.
“Isi dalam ATM ini juga jadi milikku, Alea.” Kata Rian sambil tertawa puas.
Mereka kemudian masuk ke dalam dan menutup pintu meninggalkan Alea di depan rumah yang bingung harus kemana.
“Kalian memang binatang!” Umpatan-umpatan Alea ucapkan.
Rian dan Sheryl hanya tertawa dari dalam rumah, tak ada rasa khawatir, apalagi iba sedikitpun padanya.
Kala talak sudah terucap, tubuh Alea mulai melemas. Percuma jika ia terus menghabiskan tenaganya, pria itu tak pernah mencintainya, dan hanya menargetkan harta Alea.
Tak punya pilihan lain, Alea lalu pergi dari rumahnya. Sepanjang jalan dia terus menangis, yang dia punya hanyalah beberapa puluh ribu uang di dalam tasnya. Lelah, Alea duduk di depan minimarket, sambil memainkan ponselnya. Saat membuka aplikasi chat miliknya, tak sengaja Alea membaca story temannya, yang bertuliskan butuh ART urgent.Dia terus menatap story itu. Lama Alea berpikir, agaknya pekerjaan ini yang cocok untuk dirinya saat ini. Mengingat dia tidak memiliki tempat tinggal.
“Memang lucu cara Tuhan mengatur takdir. Beberapa menit yang lalu, aku memiliki segalanya. Kini aku tak tahu harus apa, dan tiba-tiba, lowongan ART muncul begitu saja ..."Gina bergegas pergi ke apotek untuk mengambil tespek, dia ingin memastikan Apa benar dia hamil atau hanya masuk angin. Saat Gina memeriksanya, benar saja dua garis muncul di tespacknya dan untuk kedua kalinya dia hamil."Tidak! tidak...." Gina berteriak. Dia menolak bayi yang ada di rahimnya. Tangisnya pecah, dia merasa apabila dunia tak adil padanya. Saat dia berhasil menetap di ibukota kini malah ada benih tumbuh di perutnya. Dan parahnya siapa ayah biologis anaknya dia tidak tahu. “Kenapa hal seperti ini selalu terjadi padaku! Kenapa bukan Alea saja!” Katanya keras. Lagi-lagi dia terus menyalahkan orang lain atas tindakannya, tidak ada yang menyuruh memberi obat perangsang pada Aiden dan Adrian, tidak ada juga yang menyuruhnya menginginkan suami orang tapi ketika perbuatannya dibalas dia malah menyalahkan orang lain. Tangan Gina mengepal, dendam terhadap Alea membara, dia menyesal karena waktu itu tidak langsung membunuh Alea. Waktu menunjukkan pukul tiga sore hari, sudah wa
Pagi harinya Gina menangis mendapati dirinya yang tak berbusana di samping beberapa pria tak dikenal. Dia mengutuk Aiden dan Adrian yang berlaku kejam terhadapnya. Masih menangis dia memunguti pakaiannya, lalu dia keluar kamar neraka itu. Niatnya ingin bersama Adrian dan Aiden tapi dirinya justru dikoyak pria yang tak dikenal. Di bawah shower Gina mengamuk, warna biru di sekujur tubuhnya membuktikan betapa ganasnya orang-orang semalam. “Adrian, Aiden!” Wanita itu berteriak. Usai membersihkan diri dia bersiap ke rumah sakit, kebetulan di depan lobi dia bertemu dengan Adrian. “Adrian brengsek kamu!” makinya dan langsung menampar pipi mantan suaminya itu. Kejadian itu tentu menjadi pusat perhatian banyak orang. Tangan Adrian mengepal, ingin rasanya mencekik Gina di depan umum. “Apa maksudmu datang-datang langsung main tampar.” Sambil mencengkram kuat lengan Gina. “Apa pantas perbuatan kamu semalam!” Air matanya keluar. Adrian melepas tangannya, “Bukankah kamu dulu yang mencari
“Tenang Sayang gak usah malu.” bajuk Adrian sambil tersenyum licik. Tidak ada yang bisa Alea lakukan selain menuruti kemauan suaminya lagi pula ini semua demi Azalea. “Baiklah.” Sahut Alea pasrah. “Yes,” kata Adrian. Pria itu begitu senang akhirnya setelah beberapa hari dia bisa mencicipi dada istrinya. Sudah dapat dipastikan jika Adrian menghisap area dadanya, Alea pasti menggeliat keenakan. “Ahhh Mas.” Alea menggeliat. Isapan suaminya membuat hasrat wanita itu mencuat, tangan Alea menekan kepala Adrian agar menghisap lebih kuat. “Mas, terus.” Pintanya sambil memejamkan mata. “Dengan senang hati.” Sahut Adrian. Tak hanya hasrat Alea, hasrat Adrian pun mencuat. Miliknya kini sudah menegang, “Sayang apa sudah surut?” Tanyanya.Bersamaan Aiden masuk, dia yang mendengar pertanyaan Aiden langsung menyahut. “Jangan macam-macam Alea baru saja sembuh.” Ujar Aiden. Adrian melemas lalu bagaimana dengan nasibnya kali ini, semalam dia sudah disuntik obat disfungsi ereksi, apakah sek
“Beri kami obat disfungsi ereksi!” Kata Aiden sambil menahan hasratnya yang terus bergejolak. Gina terdiam dia menatap Adrian dan Aiden secara bergantian. “Cepat atau kami berdua akan memakanmu disini!” Sambung Aiden. Digilir Aiden dan Adrian, mungkin itu yang Gina inginkan. “Kalau itu bisa membuat kalian sembuh tidak masalah.” Ujar Gina. Meski tubuhnya dipenuhi hasrat membara tapi Adrian masih sadar.“Tidak!” Kedua pria itu menggeliat seperti cacing Adrian bahkan sudah melepas semua kancing bajunya. Tubuhnya yang putih dan berotot terpampang jelas di hadapan Gina. Melihat pemandangan indah itu, Gina menelan salivanya dengan kasar. Pikirannya melayang kembali ke saat dia masih menjadi istri Adrian. Dia teringat cara pria itu menciumnya, dia juga dapat merasakan bagaimana otot perut yang bak roti sobek itu menjadi satu dengan tubuhnya. Namun belum sempat mengingat lebih jauh suara Aiden membuyarkan lamunannya. “Cepat! Teriak Aiden. Tangan Aiden menarik tangan Gina, Adrian y
Pagi itu saat Gina hendak menuju ruangannya dia melihat Aira yang sedang menggendong baby Grey. Sontak tangan Gina mengepal, dendam karena tidak dibantu telah menyelimuti hatinya. Dengan langkah cepat wanita itu segera menghampiri Aira. “Hey Aira.” Panggil Gina. “Hai Dok.” Sahut Aira sambil tersenyum. Dia bersikap biasa pada Gina karena Aira memang merasa tak bersalah. “Aku kira kamu berbaik hati akan membantu Namun ternyata kamu tidak melakukannya.” kata Gina sambil menunjukkan ekspresi sedih. Melihat Gina, Aira merasa bersalah. Bukan tidak ingin membantu tapi suaminya memang tidak ingin membahas masalah itu. “Maafkan saya Dok.” Ujar Aira. “Tidak bisakah kamu mencobanya lagi Aira?” Pinta Gina memelas. Helaan nafas terdengar, Aira benar-benar tidak bisa membujuk Aiden. “Tuan Aiden tidak bisa dibujuk.” Kata Aira. Gina terus memohon, tapi bagaimana lagi karakter suaminya memang seperti itu jika dia tidak mau sampai mati pun tak kan tidak mau.Sekali lagi maafkan saya Dokter
“Bagaimana ya Dok, bukannya aku tidak mau tapi tahu sendiri kan bagaimana Tuan Aiden.” Kata Aira yang mencoba menolak keinginan Gina. Wanita itu tak menyerah dia kembali memprovokasi Aira supaya mau menolongnya bahkan dia tak segan mengeluarkan air mata buayanya agar mendapatkan iba. Melihat Gina Aira tak tega dia pun mengangguk tapi dia juga tidak berjanji membuat Aiden mendengarkannya. Senyum indah merekah di bibir Gina pasti Aiden mau mendengarkan perkataan Aira. “Aku tunggu kabar baiknya Aira.” kata Gina lalu dia meninggalkan Aira di depan lobby rumah sakit. Meski hanya membujuk tapi itu benar-benar menjadi beban Aira walaupun Aiden mencintainya tapi suaminya tetaplah seorang yang berpendirian teguh bukan lelaki menya-menye yang apabila bucin mengikuti semua kemauannya. Esok harinya Aira datang ke rumah sakit dengan membawa baby Grey dan baby sitternya. Bersamaan anak Alea juga dibawa ke rumah sakit oleh orang tua Adrian, jadi di ruang rawat Alea rame dengan beberapa orang.