Sarah dan Danu pun merasa gusar karena mereka yakin Bram pasti akan memilih Nathan sebagai penerusnya, karena Nathan merupakan anak kandungnya."Oh, benarkah?" tanya Nathan sambil mengernyitkan dahinya."Oh iya Nathan, bagaimana hubunganmu dengan Kayla sekarang?" tanya Bram setelah mereka selesai makan malam."Apa maksud Papa?" tanya Nathan sambil menautkan kedua alisnya."Bukankah kamu dan Kayla sedang menjalin hubungan?""Pa, sudah berapa kali aku katakan kalau aku dan Kayla itu tidak memiliki hubungan apa-apa, kami cuma berteman biasa, Pa!" sahut Nathan dengan nada suara penuh penekanan."Apa maksud kamu hanya berteman? Bukankah sudah sangat jelas jika Kayla itu sangat mencintai kamu?" "Aku tidak perduli dia mencintaiku atau tidak, yang pasti aku tidak mencintainya. Aku tidak memiliki perasaan apapun terhadapnya!" ucap Nathan."Nathan, Papa dan kedua orang tua Kayla sudah sepakat akan melangsungkan pertunangan kalian saat Kayla kembali dari Singapura," ucap Nathan.Sontak hal itu
"Apa kau masih perawan?" Pertanyaan itu berhasil membuat tubuh wanita itu tertegun di tempatnya.Wanita itu bernama Virani Kavita. Panggil saja Vira, wanita berusia 23 tahun itu harus menjalani kehidupan yang begitu pahit. Sebagai anak pertama, Vira harus menggantikan tanggung jawab sang ayah sebagai tulang punggung keluarga, karena sang ayah tidak mau bertanggung jawab atas istri dan kedua anaknya. Dan sekarang ia harus kembali menghadapi kenyataan pahit yaitu penyakit jantung sang ibu membuatnya terbaring lemah tak berdaya."Kenapa anda bertanya seperti itu, Pak?""Aku akan memberikanmu uang sebanyak yang kau inginkan, tetapi dengan satu syarat..." ucap seorang pria dengan nada suara baritonnya yang khas.Raditya Nathan Wijaya, nama pria itu. Dia adalah Seorang CEO muda dari sebuah perusahaan multinasional bernama New Month Company. Pria tampan yang memiliki harta melimpah yang banyak digilai para wanita.Pria itu kini sedang duduk bersandar di atas kursi kebesarannya dengan kedua
Vira sangat membutuhkan uang itu untuk Ningrum, ibunya yang sedang sakit. Tapi apakah ia harus menyerahkan kehormatannya pada Nathan? Tidak! Vira tidak akan melakukan itu.Seperti nasihat ibunya, kehormatan bagi wanita selayaknya sebuah mahkota. Vira harus menjaganya, lalu memberikannya pada suaminya kelak. Bukan pada lelaki dihadapannya yang saat ini sedang menatapnya dengan senyum penuh hinaan."Sepertinya aku telah salah meminjam uang kepada anda, Pak. Aku mengurungkan niatku, permisi!"Ceklek! Brakk! Vira membuka lalu membanting pintu tersebut dengan kasar. Melihat hal itu Nathan hanya tersenyum tipis, wanita yang benar-benar unik dan menarik untuknya.Baru kali ini ada wanita yang begitu berani bersikap kurang ajar seperti itu kepadanya, dan bahkan berani menolaknya mentah-mentah. Tidak seperti para wanita lainnya, harus Nathan akui bahwa Vira memang sangat berbeda dengan para wanita yang pernah ia temui. Para wanita itu bahkan akan secara suka rela menawarkan tubuhnya kepada N
Sambil melamun Vira berjalan menyusuri jalanan, dia kembali teringat dengan ibunya yang sedang sakit dan harus segera di operasi.Namun, bagaimana dia bisa membiayai pengobatan ibunya jika uang sepeser saja dia tidak punya, bahkan Vira kini terancam di pecat."Kemana aku harus mencari uang?" gumam Vira dengan tatapan kosong sambil terus berjalan. Namun, tiba-tiba...Byur!Cipratan air yang berasal dari genangan air yang terlindas mobil mengguyur bajunya. Alhasil, blouse berwarna putih bersih itu kini telah berubah menjadi warna cokelat meski tidak sepenuhnya."Awhhh," Vira mendesah pelan sambil mengusap pakaiannya yang sudah kotor.Dia mengamati dirinya yang kini lebih mirip seperti seekor tikus yang tercebur got. Ingin sekali Vira membalas pengemudi sialan itu, namun sayang dalam hitungan detik mobil tersebut sudah tidak terlihat lagi.Dengan penampilan yang terlihat menyedihkan, Vira masih meneruskan langkahnya. Kini kaki Vira melangkah memasuki gang kecil yang menghubung ke kontrak
Bruk!"Kakak, ibu pingsan!" teriak Panji.Vira langsung menoleh, "Panji, kita bawa ibu ke rumah sakit sekarang! Ibu harus segera ditangani oleh dokter. Untung saja kakak tidak menyerahkan semua uang kakak pada ayah, jadi kita bisa membawa ibu berobat sekarang."Harapan kembali tumbuh di hati Panji. Matanya berbinar menatap Ningrum yang tidak sadarkan diri."Baik, kak. Ayo kita berangkat sekarang."Sesampainya di rumah sakit, perawat datang dan membawa Ningrum untuk dilakukan pemeriksaan.Tanpa terasa air mata menetes di manik mata Vira. Gadis itu tampak lemas ketika ia melihat para suster dan dokter sedang melakukan tindakan untuk menyelematkan sang ibu.Beberapa saat kemudian, pintu ruangan tersebut terbuka. Seorang wanita berpakaian serba putih menyembul keluar."Keluarga pasien atas nama Ibu Ningrum?" ucap suster tersebut."Saya sus," sahut Vira. Vira dan Panji pun langsung menghampiri suster tersebut."Anda keluarganya?" tanya suster tersebut."Iya dok, kami anak-anaknya," sahut
"Vira, sebaiknya kamu ikut aku. Kita berbicara di tempat lain," ucap Ana.Kemudian Ana membawa Vira masuk ke dalam mobilnya. Kini Ana akan membawa Vira ke sebuah taman."Ini, minumlah!" Ana membawa dua gelas minuman hangat ditangannya. Ia pun memberikan salah satunya kepada Vira yang sedang duduk di sebuah kursi panjang."Terimakasih, Na." Vira menerima minuman itu dari tangan Ana lalu meminumnya untuk meredakan rasa dingin dari dinginnya angin malam yang mulai menusuk hingga ke tulangnya. Ana pun duduk disebelah Vira."Sekarang katakan! Apa masalahmu, Vira? Siapa tahu saja aku bisa membantumu," ucap Ana.Vira menatap Ana dengan tatapan yang dipenuhi keraguan."Kenapa kamu menatapku seperti itu?" tanya Ana."Vira," Ana memegang kedua bahu Vira sambil menatapnya."Sudah berapa lama kita saling mengenal dan bersahabat?" tanya Ana lagi."Sejak kita masih SMA, sekitar tujuh tahun," jawab Vira."Lalu kenapa kamu, masih saja tidak mau berbagi masalahmu denganku, Vira?" tanya Ana."Apa kamu
Hingga larut malam, Vira masih terjaga disisi Ningrum. Vira benar-benar tidak bisa memejamkan matanya, ditambah lagi dia masih terus memikirkan dimana dia harus mencari uang untuk biaya operasi ibunya.Panji yang tertidur di sofa, dia terbangun dan mendapati kakaknya yang masih terjaga."Kak?" ujar Panji memanggil. Panji kemudian bangkit lalu menghampiri Vira."Ada apa, dek? Kenapa kamu bangun? Tidurlah, ini sudah malam," ucap Vira."Sebaiknya sekarang kakak saja yang tidur, biar aku yang menjaga ibu. Aku lihat sepertinya kakak sangat kelelahan," ucap Panji."Tidak apa-apa, dek. Kakak tidak mengantuk, kalau kamu mau tidur ya tidur saja!" sahut Vira sambil tersenyum."Bukankah besok kamu harus sekolah?" tanya Vira."Kak, besok itu hari minggu. Apa kakak lupa?" tanya Panji.Vira pun menertawakan kebodohannya, bahkan dia tidak tahu besok itu hari apa."Benarkah? Ternyata bodoh sekali aku ini," Vira merutuki dirinya sendiri."Ya sudah sana, kakak tidur gih!" titah Panji lagi.Akhirnya Vir
Bagaikan teriris dengan sembilu, dada Vira benar-benar perih saat ia menyaksikan pemandangan yang begitu menyakitkan hatinya. Vira bisa melihat bagaimana Andi yang begitu menikmati permainan yang dia lakukan dengan wanita itu.Tes! Tes! Tanpa Vira sadari air matanya mulai jatuh membasahi pipinya yang putih dan mulus. Merasa tidak tahan dengan apa yang ia lihat, Vira pun langsung pergi meninggalkan apartemen itu."Hiks! Hiks! Hiks!"Vira tidak kuasa menahan tangisnya. Vira duduk disebuah kursi panjang di taman sambil memegangi dadanya yang terasa sesak. Vira tidak pernah menyangka bahwa Andi, lelaki yang ia cintai tega mengkhianati dan memberinya luka sesakit ini."Kamu jahat, Andi! Aku tidak percaya, ternyata kamu sama saja dengan para lelaki di luaran sana!" ucap Vira dalam isak tangisnya."Aku benci kamu, Andi! Hiks, hiks." Vira kembali menangis. Kini perasaannya hancur sehancur-hancurnya.Disaat yang bersamaan, ponsel Vira berdering. Vira mengusap air matanya lalu ia menjawab pang