Share

Pemuda Sakti Di Tengah Desa Penuh Godaan
Pemuda Sakti Di Tengah Desa Penuh Godaan
Penulis: Charles Fariz

Bab 1

Penulis: Charles Fariz
"Arif, apa kamu nggak tahu apa yang sudah kamu dan istriku lakukan di malam pernikahan kami? Kiki bukan keponakanmu, melainkan putri kandungmu! Aku menderita kanker paru-paru stadium akhir, hidupku nggak panjang lagi. Setelah aku pergi, kamu ... kamu jaga mereka baik-baik!"

Di sebuah rumah beratap jerami yang bobrok dalam Desa Sukasari, Arif Hidayat duduk di samping tempat tidur sambil mendengarkan kata-kata kakak sepupunya, Seno Lukardi. Begitu mendengar ucapan itu, dia hampir jatuh dari tempat tidur. Kepalanya terasa berdengung.

"Kak Seno, o ... omong kosong apa yang kamu bicarakan? Mana mungkin aku melakukan hal seperti itu dengan Kakak Ipar?"

Tenggorokan Arif terasa kering. Dia benar-benar dikejutkan oleh kata-kata Seno. Dia tidur dengan kakak iparnya di malam pernikahan mereka?

Kemudian, dia juga berhasil menghamili kakak iparnya, sedangkan Kiki yang dia kira adalah keponakannya selama setahun terakhir ternyata adalah putri kandungnya? Jika hal itu benar, bukankah dia akan menjadi pria yang benar-benar sangat berengsek?

Namun ... Arif memang mabuk sampai hilang ingatan di hari pernikahan Seno. Bukannya tidak mungkin juga dia berbuat macam-macam setelah mabuk, apalagi kakak iparnya itu adalah wanita yang sangat cantik. Jadi, dia juga tidak tahu apakah dia memang sudah melakukan sesuatu atau tidak.

"Uhuk, uhuk! Arif, yang kukatakan itu benar."

Seno melambaikan tangannya dengan susah payah, lalu berseru ke arah luar dengan terengah-engah, "Melati, masuklah!"

Baru saja Seno selesai berbicara, seorang wanita yang mengenakan baju terusan bermotif bunga, berambut kepang, bertubuh seksi, dan berwajah cantik pun berjalan masuk. Kepalanya tertunduk dan wajahnya terlihat merah. Dia menggendong seorang bayi perempuan yang bahkan belum genap setahun.

Mereka adalah kakak ipar Arif, Melati Wijaya, serta keponakan perempuannya yang masih kecil, Kiki.

Melati memiliki alis yang melengkung, pipi kemerahan, dan mata berbentuk almond. Dengan pinggang ramping, kaki jenjang, dan kulitnya yang putih, dia adalah salah satu dari tiga wanita tercantik di Desa Sukasari. Setiap pria yang melihatnya pasti sangat ingin memeluk dan menyayanginya.

Sementara itu, Kiki yang berada dalam pelukan Melati terlihat menggemaskan dan mungil.

Wajah Melati yang putih sedikit memerah. Dia jelas tahu apa yang dibicarakan Seno dan Arif.

Arif menatap Melati dan tenggorokannya terasa agak kering.

Melati yang cantik dan memiliki tubuh montok adalah gadis idaman setiap pria di Desa Sukasari. Arif sendiri juga pernah memimpikannya beberapa kali. Namun, Melati tetap adalah kakak iparnya. Dia tidak pernah berani memendam niat yang tak senonoh. Namun ... Seno malah mengatakan bahwa dia sudah meniduri Melati di malam pernikahan mereka!

Arif bahkan tak berani membayangkan adegan itu. Itu terlalu menggairahkan!

Pantas saja Seno terkena kanker. Setelah menikahi istri secantik ini, adik sepupunya malah menghamili istrinya di malam pernikahan mereka. Setelah diselingkuhi seperti itu, bagaimana mungkin dia tidak kesal sampai sakit?

Seno berkata, "Arif, kakak iparmu cantik dan berbudi luhur. Semua pria di desa juga mengincarnya. Jujur saja, kamu incar dia nggak?"

Arif merasa sangat serbasalah. Bagaimana dia harus menjawab pertanyaan ini?

"Arif, aku juga ngerti tanpa perlu kamu ngomong. Kamu itu seorang pria dan pasti mengincarnya. Aku akan kabulkan keinginanmu. Mulai sekarang, Melati akan jadi wanitamu, mencuci kakimu, dan menghangatkan tempat tidurmu. Tapi, kamu harus berjanji satu hal padaku."

Arif spontan bertanya, "Apa?"

Begitu kata-kata itu keluar dari mulutnya, wajah Arif memerah. Dia sangat berharap dirinya bisa lenyap ditelan bumi.

Melati yang ada di sampingnya juga tersipu dan tak berani mengangkat kepalanya.

Untungnya, Seno sepertinya tidak keberatan. "Arif, kamu harus janji padaku bahwa identitas asli Kiki akan jadi rahasia di antara kita bertiga selamanya. Bagi orang luar, bahkan di mata Kiki, dia itu putriku. Aku mau punya keturunan supaya ada yang urus makamku kelak."

Mulut Arif terasa kaku. "Kak Seno, a ... aku ...."

"Kamu nggak perlu ngomong apa-apa. Setelah aku pergi, kamu nikahilah kakak iparmu. Kalau kamu nggak setuju, aku akan menghantuimu meski sudah mati ...."

Suara Seno melemah. Sebelum selesai bicara, dia tiba-tiba mencengkeram lehernya. Dia menunjukkan ekspresi yang sangat kesakitan dan terengah-engah.

Melati berseru panik, "Arif, dia nggak bisa napas! Cepat bantu lancarkan napasnya!"

Arif bergegas maju. Akan tetapi, sebelum dia sempat menepuk-nepuk punggung Seno, Seno sudah tiba-tiba memuntahkan darah. Kemudian, kakinya kejang sejenak dan dia tidak lagi bergerak.

"Kak Seno!" panggil Arif dengan panik. Namun, Seno tidak memberikan reaksi apa pun.

Arif mengulurkan tangan ke arah hidung Seno, lalu wajahnya langsung memucat. Tidak ada embusan napas lagi.

Dari ekspresi Arif, Melati mengerti apa yang telah terjadi. Tubuhnya langsung terasa lemas, dan dia jatuh terduduk di kursi dengan tatapan kosong. Dia terlihat putus asa, entah itu karena dia sedang berduka atas kematian suaminya atau merasa bingung dengan nasib tragisnya sendiri.

Perasaan Arif juga campur aduk. Meskipun dia tidak dekat dengan Seno, mereka tetap adalah saudara sepupu dan dia juga merasa ada yang mengganjal di hati. Bagaimanapun juga, Seno telah mengungkapkan hal yang begitu mengejutkan kepadanya dan tidak menjelaskannya sebelum meninggal.

Arif adalah penduduk asli Desa Sukasari. Sejak kecil, orang tuanya sudah meninggal. Dia tumbuh besar dengan mengandalkan belas kasihan sesama penduduk desa. Mereka bahkan membantunya mengumpulkan uang sekolah supaya dia bisa bersekolah hingga SMA.

Namun, ketika hasil panen di desa memburuk dan kehidupan semua orang menjadi sulit, Arif tidak melanjutkan kuliah dan pulang untuk bertani. Sesekali, dia juga akan pergi memburu di pegunungan untuk menghasilkan uang.

Dengan keadaan ekonomi yang sangat terbatas, Arif juga masih lajang di usia 25 tahun. Oleh karena itu, pengalaman hidupnya sangat sedikit. Mana pernah dia mengalami hal seperti ini sebelumnya?

Saat ini, Arif sangat terpukul.

...

Satu jam kemudian, sebuah tenda duka sederhana didirikan di halaman rumah Seno. Alunan musik perkabungan menggema di seluruh Desa Sukasari. Ada banyak penduduk desa yang datang.

Seno tidak memiliki orang tua. Jadi, hanya Arif dan beberapa penduduk desa yang membantu mengurus pemakamannya.

Sementara itu, Melati menggendong Kiki sambil berlutut di depan tungku pembakaran uang kertas. Pakaian berkabung dengan warna seputih salju itu menonjolkan lekuk tubuhnya, juga membuatnya terlihat makin cantik dan menawan. Bahkan dalam suasana seperti ini, banyak pria yang tak dapat menahan diri dan meliriknya.

Arif berdiri di samping ibu dan anak itu. Dia menyapa penduduk desa yang datang untuk mengantar kepergian Seno.

"Uwaa!"

Tiba-tiba, Kiki yang ada dalam pelukan Melati mulai menangis. Suaranya mengalahkan alunan musik perkabungan di halaman dan menarik perhatian banyak orang.

Saat mendengar tangisan Kiki, entah kenapa dada Arif terasa agak sesak. Apakah mungkin ini yang namanya ikatan hati ayah dan anak? Mungkinkah Kiki benar-benar adalah putrinya?

Arif buru-buru melangkah maju dan bertanya, "Kak Melati, ada apa dengan Kiki?"

Melati menjawab dengan agak malu, "Kiki ... lapar."

Ucapan itu membuat Arif tertegun.

Kiki baru berusia satu tahun dan masih minum ASI. Namun, baik halaman depan maupun belakang, dan bahkan bagian dalam rumah juga dipenuhi penduduk desa. Bagaimana mungkin Melati bisa menyusuinya?

Arif juga dengan jelas menyadari bahwa ada beberapa pemuda yang menatap tajam ke arah Melati. Mata mereka seolah-olah sedang berkata, 'Bayinya lapar, cepat kasih dia ASI! Nggak perlu sembunyi-sembunyi waktu kasih ASI!'

Melati jelas juga menyadari tatapan itu. Dia tiba-tiba menggertakkan gigi dan menarik Arif ke samping. "Arif, aku mau menyusui Kiki. Tolong berdiri di depanku, ya. Jangan sampai kelihatan orang lain ...."

Jantung Arif berdebar kencang. "Kak Melati, kamu nggak takut kelihatan aku?"

Wajah cantik Melati terlihat pucat. Dia menghela napas dan menjawab, "Arif, aku juga nggak punya pilihan lain."

Sambil berbicara, Melati langsung membuka ikatan pakaian dukanya dan menyuapi Kiki.

Kiki mulai menyedot dan langsung berhenti menangis. Mulut kecilnya bergerak dengan penuh semangat.

Mata Arif langsung terasa panas.

"Ah!"

Saat Arif sedang tenggelam dalam fantasi, Melati tiba-tiba berseru.

Hati Arif pun terasa tegang dan dia buru-buru bertanya, "Kak Melati, ada apa?"

Melati melirik Arif dan menjawab, "Kiki menggigitku, tapi nggak apa-apa."

Arif menelan ludah. ​​Ternyata Kiki tahu apa yang enak ....
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Pemuda Sakti Di Tengah Desa Penuh Godaan   Bab 50

    Beberapa saat kemudian, Rania baru menutup wajah meronanya, lalu bertanya dengan terbata-bata, “Kak Arif, ngapain kamu nonton video itu?”Arif pun tersenyum. Meskipun kakak ipar mengatakan Arif telah menidurinya pada malam pengantin, tetapi Arif telah mabuk dan tidak mengingat apa pun. Seandainya benar ada kejadian seperti itu, dia juga tidak teringat apa-apa dan boleh dikatakan tidak memiliki pengalaman sama sekali.Sekarang, Rini memiliki perasaan terhadap Arif. Dia pun mesti belajar sedikit pengetahuan terlebih dahulu. Setelah Arif berhasil menaklukkan Rini, dia tidak percaya Rini tidak akan memberi tahu kenyataan pada malam pengantin abang sepupunya!“Aku cuma ingin duluan belajar untuk calon istriku nanti?”Rania menunduk. Dia mencubit-cubit jari tangannya dengan gugup, lalu berkata, “Teman sekolahku kirim banyak video kepadaku. Kalau Kak Arif ingin nonton, silakan saja.”Usai berbicara, Rania menambahkan, “Tapi Kak Arif, aku nggak nonton sama sekali. Kamu jangan salah paham ya.”

  • Pemuda Sakti Di Tengah Desa Penuh Godaan   Bab 49

    Ketika kepikiran hal ini, Arif pun tersenyum lebar.Pada saat ini, pada penduduk desa sudah mengerumuni Rania. “Rania, cepat daftarkan nama kami.”Rania sungguh merasa gembira. Ini pertama kalinya dia diperlakukan ramah oleh para penduduk desa setelah dia kembali ke desa. Dia segera mengeluarkan kertas dan pena yang sudah dipersiapkan, lalu berkata dengan suara keras, “Semuanya jangan buru-buru. Semuanya akan kebagian kok!”Lima menit kemudian, akhirnya Rania sudah menyelesaikan pendaftaran. Para penduduk desa merasa sangat puas, lalu memujinya, “Rania itu orang pertama di desa yang tamatan universitas, kerjanya cepat dan tangkas!”“Aku ingat waktu kecil dulu, Rania selalu mengekor di belakang Arif, bahkan pernah mengatakan ingin menikah dengan Arif!”“Sampai sekarang Arif belum menikah. Bagaimana kalau Rania jadi istrinya saja?”Wajah Rania spontan merona. “Paman, Bibi, aku berbaik hati membantu kalian mencari pekerjaan, kenapa kalian malah jadikan aku sebagai bahan candaan?”Suara t

  • Pemuda Sakti Di Tengah Desa Penuh Godaan   Bab 48

    Begitu ucapan itu dilontarkan, para penduduk desa juga merasa agak ragu. Mereka memang ingin mencari nafkah, tapi mereka juga ingin tetap tinggal di desa.Demi upah 40-60 ribu, mereka benar-benar tidak perlu menyinggung Wawan, apalagi ribut sampai ke pemerintahan setempat.Bahkan Rania juga mulai merasa ragu. Dia yang telah membujuk para penduduk desa untuk menekan Wawan, tapi mengenai berapa upah yang akan diberikan kepada warga, dia tidak berani mengambil keputusan, semua itu mesti menunggu penjelasan Arif.Hanya saja, Rania tetap berkata, “Paman, Bibi, kalian semua melihat Kak Arif dari kecil. Aku percaya Kak Arif nggak akan merugikan kalian!”Wawan melihat para penduduk desa yang mulai goyah. Dia pun menunjukkan senyuman puas. Dia sudah mengelola Desa Sukasari selama bertahun-tahun, apa mungkin dia tidak sanggup menghadapi bocah miskin seperti Arif dan gadis muda seperti Rania?Arif malah berani mengatakan akan membuat Wawan memohon Arif untuk menyewa rumahnya. Sepertinya Arif seda

  • Pemuda Sakti Di Tengah Desa Penuh Godaan   Bab 47

    Gambaran ajaib benar-benar terjadi. Energi spiritual berwarna keemasan itu bergabung dengan tanaman herbal dan berputar-putar di dalam ember kayu.Sekitar sepuluh menit kemudian, tanaman herbal dan energi spiritual telah bergabung, membentuk seember cairan spiritual yang berwarna transparan. Cairan itu tidak berwarna dan tidak beraroma, seperti air saja.Arif berkata dengan antusias, “Bagus sekali. Ramuan spiritual mesti diencerkan. Asalkan aku menuang cairan spiritual ke dalam sumur, nggak ada yang akan menemukan rahasia bercocok tanam jamur pinus!”Ketika kepikiran hal ini, rasa penat di hati Arif langsung menghilang. Pada saat ini, langit sudah sepenuhnya gelap. Saking gembiranya, Arif bahkan tidak bisa tidur. Dia pun duduk di atas tempat tidur, lalu memejamkan matanya untuk mulai latihan.…Keesokan paginya, Arif dibangunkan oleh suara ricuh di depan pintu rumah. Dia membuka matanya, lalu mengenakan sepatu sebelum keluar. Pada saat ini, ada belasan penduduk desa sedang berkumpul d

  • Pemuda Sakti Di Tengah Desa Penuh Godaan   Bab 46

    Arif terus menatap Rini. Napasnya juga mulai tidak karuan. Dia sedang mencari tahu jati diri Kiki. Riko yang mengetahui kenyataan malah tidak bersedia untuk memberitahunya.Namun Arif sungguh tidak menyangka bahwa Rini juga mengetahui kenyataan pada hari pernikahan abang sepupunya waktu itu!Arif sungguh merasa antusias. Sebelumnya dia mencari ke sana kemari, tetapi tidak menemukan jawabannya. Sekarang tanpa mencari, dia justru menemukan jawabannya tanpa perlu usaha sama sekali. Jika Arif tahu Rini juga mengetahui masalah itu, untuk apa dia bertanya pada Riko!“Kak Rini, masalah ini sangat penting bagi aku. Kamu mesti beri tahu aku!” Mata indah Rini berkilauan. Dia bertanya dengan bingung, “Kamu sendiri jelas dengan apa yang kamu perbuat, untuk apa tanya aku?”Arif sungguh merasa panik. “Kak Rini, waktu itu aku mabuk dan nggak ingat apa-apa lagi. Kamu cepat beri tahu aku, sebenarnya apa yang terjadi waktu itu?”Tatapan Rini kelihatan berkilauan, tetapi dia tidak segera menjawab.Arif

  • Pemuda Sakti Di Tengah Desa Penuh Godaan   Bab 45

    Tangan Sari sudah disandarkan ke atas pintu. Asalkan dia membuka pintu, dia pun dapat melihat gambaran Rini berpelukan dengan Arif.Jantung Arif berdebar kencang. Dia bahkan tidak berani bernapas dengan terlalu kencang. “Kak Rini, kamu jangan bandel lagi!”Kalau sampai kepergok oleh Sari, belum pasti Sari akan menghukum Rini, tetapi Sari pasti akan memukul Arif fan mengusirnya keluar dari rumah. Pada saat itu, Arif-lah yang akan dipermalukan.“Kenapa kamu malah takut sama dia?” Rini berusaha untuk menenangkan Arif. Kemudian, terdengar nada bicara tinggi dari luar pintu. “Ibu, aku dan Arif lagi ngomong masalah serius. Kalau kamu ikut campur, bisa jadi malah nggak akan berhasil!”Di luar pintu, Sari sungguh kelihatan galau. Dia merasa Rini dan Arif sedang melakukan hal buruk di dalam kamar. Namun setelah dipikir-pikir, ada dia yang berjaga di depan pintu, mereka berdua seharusnya tidak akan melakukan hal di luar batas. Sari sungguh berharap Rini bisa berhasil mencari tahu cara Arif menca

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status