"Kamu tau, anak pemilik mall ini orangnya sangat tegas. Banyak karyawan yang di mutasi tanpa sebab yang jelas."Perkataan Dea, salah satu security yang kembali melintas dalam benak Natasha. Helaan nafas mulai keluar secara perlahan mengimbangi rasa gugup yang datang.
'Bagaimana bisa aku salah menangkap orang? Dan kenapa orang itu pemilik mall ini!' gumam Natasha dalam hati.'Apa aku akan di mutasi gara-gara kesalahanku ini? Oh no! Ya Tuhan, apa yang telah aku lakukan. Jika aku tau dia pemilik mall ini, aku tak mungkin berbicara kasar padanya, apalagi memelintir tangannya hingga kesakitan. Ya Tuhan, tolonglah aku. Semoga dia bermurah hati memaafkanku!' gumam batin Natasha berdoa seraya menutup mata.Perlahan, ia mulai membuka kedua matanya. Lentik indah bulu matanya tak berhenti mengerjap mengimbangi detakan jantung yang berdetak begitu kencang saat darren sudah berdiri di hadapannya dengan pandangan yang begitu tajam.'Semoga saja kata pecat tidak keluar dari mulutnya!' gumam batin natasha mencoba bersikap dengan tenang. Ia mulai melangkah menghampiri. Tersenyum getir seraya menyatukan kedua telapak tangannya tepat di depan Darren."Maafkan saya ya, Pak. Saya benar-benar menyesal dengan apa yang telah saya lakukan kepada Bapak. Saya mohon, bapak tidak memecat saya karena semua ini," kata Natasha berharap. Darren menghela nafas berat. Sungguh, kepalanya sedikit pusing melihat drama yang telah di lakukan oleh wanita yang baru ia jumpa. Terlalu basa basi dan sangat menyita waktu.Sejenak, dua bola matanya mengerling saat melihat name tag yang tertera dalam seragam natasha.'Natasha Amora,' gumam batin Darren."Sekali lagi saya ...," pinta natasha terhenti kembali."Keluarlah! Dan kembalilah bekerja!" tegas Darren.Alis natasha bertaut. Tegakan salivanya mengalir dengan paksa saat kata singkat itu terlontar dari mulut seorang pemilik mall tersebut. Tak seperti yang ia bayangkan. "Keluar? Dia hanya menyuruhku keluar dan kembali bekerja? Bukankah ....' Natasha sedikit bingung. Padahal, ia sudah mempersiapkan jawaban untuk pertanyaan yang akan keluar dari mulut Darren."Keluar!" usir Darren mengibaskan tangannya dan duduk di kursi putar yang tersedia.Natasha mengatur nafasnya secara perlahan. Sungguh, jawaban Darren membuatnya bertanya-tanya. Seakan di gantung dengan konsekuensi yang seharusnya ia terima.Selangkah demi selangkah, ia mulai memberanikan diri untuk mendekat. Kedua tangannya meremas mengimbangi rasa gugup yang mulai menguasai dirinya."Ehm, Apa itu berarti bapak sudah memaafkan saya?"tanya Natasha memastikan.
Sudut mata Darren mengerut. Ia menoleh menatap kembali natasha yang masih saja berdiri di depannya."Apa kamu tuli?" Darren menopangkan kedua tangan di dada. Memicing ke arah natasha dengan penuh amarah yang tertahan. "Saya akan keluar, Pak. Tapi, saya ingin kepastian dari Bapak," tutur natasha berlutut tepat di hadapan Darren."Saya mohon, Pak. Tolong jangan pecat saya! Saya sangat membutuhkan pekerjaan ini. Dan jangan libatkan masalah ini dengan yang lain. Apapun hukuman bapak akan saya terima, Pak!" Ucapan natasha membuat Darren tak mampu menegak salivanya sendiri.Tubuh Natasha kembali meremang. Sungguh, untuk kali pertama ia meminta maaf kepada seseorang layaknya seorang pengemis. Bibirnya merapat menatap lelaki yang duduk di hadapannya terdiam begitu saja, seolah-olah tak merespon perkataan darinya.'Sialan! Bisa-bisanya dia mencuekiku seperti itu. Bilang aku tuli lagi! Andai saja aku tak membutuhkan pekerjaan ini dan menanggung pekerja lainnya, tak mungkin aku mau meminta maaf kepadanya dan bersujud seperti ini,' gumam batin Natasha memicing memandang Darren yang masih saja terdiam seraya menatapnya."Keluarlah! Hukumannya akan saya berikan lain waktu," ucap Darren terdengar begitu lembut."Apa itu berarti bapak ...," kata natasha terhenti saat telapak tangan Darren mengkodenya untuk diam."Keluar!" usir Darren yang membuat Natasha tak mampu menegak salivanya sendiri.Alih-alih tak mau memperkeruh keadaan, Natasha berdiri dan bergegas keluar menuruti permintaan Darren tersebut.KlekNatasha menutup pintu secara perlahan. Helaan nafas keluar mengimbangi rasa tak percaya dengan perlakuan yang ia terima."Ternyata serumit ini berurusan dengan dia," gumam Natasha memanyunkan bibir dan melangkah pergi.DanBukLangkah Natasha terhenti. Ia mendongak dan terkejut saat orang yang ia tabrak jatuh tersungkur."Auwww!" ucap lelaki berjas hitam itu mengerang kesakitan."Maaf-maaf, saya tak senga ...," kata Natasha terhenti. Dua bola matanya mengerling melihat orang yang ia tabrak adalah sahabat dekatnya waktu sekolah dulu."Bara!" Natasha memastikan."Caca!" Senyum Bara mengembang. Rasa sakit yang datang menghampiri seketika hilang melihat sahabat yang sangat ia rindukan berdiri di hadapannya. Seakan seperti mimpi yang telah menjadi kenyataan. Dua bola matanya berputar, menatap perubahan sahabat dekatnya yang sangat berubah drastis.****
'Dasar wanita gila! Bisa-bisanya dia membuat tanganku seperti ini,' ucap batin Darren memplester tangannya yang lecet terkena borgol.CeklekDarren menoleh. Alis tebalnya bertaut melihat Bara berjalan sembari tersenyum ke arahnya."Kenapa dengan pihak keamanan? Apa ada masalah besar? Sampai-sampai kamu berada di sini?" tanya Bara menghampiri Darren."Apa kamu menemukan orang itu?" tanya Darren menopangkan kedua tangan di dada."Tidak!" jawab Bara menggelengkan kepala.BukDarren melempar dompet itu tepat di atas meja. Bara terkejut dan bingung, dengan apa yang akan di perintahkan kepadanya tentang dompet itu."Kenapa kamu melempar dompet itu di depanku? Apa kamu marah, aku tak menemukan pemilik dompet itu?" tanya Bara mengernyitkan dahi.Darren berdiri. Helaan nafas panjangnya kembali keluar. "Kamu tau! Gara-gara dompet ini, salah satu security menuduhku sebagai seorang pencopet!" ujar Darren yang membuat Bara terkejut."What?""Aku tak mau tau! Besok pagi, masalah ini harus selesai. Dan, kamu beri surat peringatan kepada semua staff keamanan dan potong gaji mereka 10%! Dan, kirimkan data pribadi staf keamanan yang bernama natasha amora. SECEPATNYA!"pinta Darren keluar meninggalkan Bara seorang diri."Natasha Amora? Kenapa Darreen meminta data milik caca? Apa mungkin cacalah yang menuduhnya sebagai pencopet?" tanya Bara seorang diri.***
Natasha menghela nafas panjang.. Bibir mungilnya merapat mengimbangi rasa takut yang datang melanda."Semua kena Sp gara-gara dia. Bener-bener menyebalkan!" tutur Dio, salah satu staf keamanan."Iya! Kalo Sp sih, kita nggak masalah. Yang jadi masalah itu adalah gaji kita di potong 10%. Itu yang jadi masalah!""Iya, mau bagaimana lagi. Nasi sudah menjadi bubur!" sahut staff yang lain.Tenggorokan Natasha tercekat, perkataan dua staf keamanan yang terlontar beberapa jam yang lalu masih terngiang di telinga. Sungguh terasa sangat membekas. Sampai-sampai rasa bersalah terus saja datang menghampiri.
"Mereka benar. Semua ini karena ulahku," gumam Natasha menggigit bibir bawahnya. Perlahan, ia mulai merebahkan tubuhnya. Kedua bola matanya terpejam. Mencoba menenangkan hati dan pikiran yang mulai kacau balau."Orang kaya itu benar-benar tak mau mendengarkanku. Bukankah aku sudah memohon kepadanya supaya tidak melibatkan mereka semua. Huft! Bener-bener keterlaluan!" Natasha mendesah sebal."Tapi, bagaimana caranya aku membantu mereka?" ujarnya kembali berpikir.Sejenak, sudut bibirnya mengembang. Dengan cepat, ia mengambil ponsel miliknya yang bersembunyi di dalam tas."Bara! Dia pasti bisa membantuku," gumam natasha mencoba menghubungi sahabatnya itu.Tepat jam 8 malam, Darren bersiap untuk pergi ke rumah kedua orangtuanya. Memakai kaos putih dengan celana hitam tiga seperempat telah melekat di dirinya. Apalagi dengan rambut hitam klimis yang ia punya, benar-benar menambah ketampanan yang sangat hakiki.Dengan gayanya yang perfect, Darren mulai menuruni anak tangga yang menjulang tinggi di rumahnya. Tet tet Suara bel pintu rumah membuat langkah Darren melambat. Dahinya mengernyit sembari menatap ke arah pintu rumah yang tak jauh darinya."Ngapain dia kemari? Bukankah malam ini aku membebaskannya dari semua pekerjaan?" tanya Darren yang tertuju pada sepupunya ( Bara). Tet tetHelaan nafas kembali keluar dari hidung mancung Darren. Sungguh, suara bel yang berbunyi berkali-kali itu membuatnya sangat risi. Ia kembali melangkah dan bersiap melontarkan amarahnya yang tertahan."Anak itu bener-bener menguji kesabaranku," gerutu Darren membuka pintu rumahnya.CeklekSesaat, mulut Darren seakan terkunci rapat. Alisnya bertaut melihat seorang wanita berdiri membelakanginya. Rambut panjang terurai, memiliki tubuh ideal yang membuatnya teringat dengan seseorang yang spesial dalam hatinya.
'Ratu!''Ratu!' gumam batin Darren tersenyum tipis. Rasa rindu yang terpendam beberapa tahun tak bertemu, akhirnya mulai hilang dengan kedatangan sahabat dekatnya."Jika aku datang kepadamu sebelum usiaku 25, itu berarti keinginanmu terwujud!" Perkataan Ratu kembali terlintas dalam benaknya.'Dia benar-benar mewujudkannya!' gumam batin Darren tersenyum senang.Namun, senyum manis itu mendadak memudar saat wanita itu membalikkan badan."Selamat malam, Pak Darreen!" ucap Natasha mengembangkan senyum manisnya.'Dia lagi!' gumam Darren dalam hati. Menghela nafas panjang seraya menatap ke arah arloji yang melingkar di tangannya."Maaf mengganggu waktu malam Anda. Sebenarnya saya ingin bicara dengan bapak besok, tapi ..." jelas Natasha terhenti."Saya mau pergi! Jika ini tentang pekerjaan, kamu bisa berbicara besok pagi!" kata Darren lantas berlalu. Melangkahkan kaki ke arah mobil jeep yang terparkir tak jauh darinya.Lagi dan lagiLangkah kaki Darren terhenti. Dua matanya menyipit menatap natasha
"Kenapa diam? Apa kamu keberatan?" tanya Darren memastikan. Memandang wanita yang tadinya gencar menginginkan keinginannya kini seolah-olah keberatan dengan semua itu."Apa keinginan bapak tak ada yang lain? Jujur, saya sangat keberatan dengan permintaan bapak itu. Saya akan melakukan apapun permintaan Anda, asalkan jangan menyuruh saya untuk berhenti bekerja. Jika bapak menyuruh saya untuk berhenti bekerja, bagaimana saya bertahan hidup? Saya bukan Anda, Pak! Yang mempunyai segalanya. Saya hanyalah orang biasa yang membutuhkan pekerjaan untuk makan."Darren menghela nafas secara perlahan. Hatinya mulai berdesir saat mendengar perkataan natasha yang terucap. Ia tak habis pikir, di balik wajah cantik dan berpenampilan seperti orang kecukupan, ternyata ada kenyataan pahit di dalam kehidupan wanita tersebut.***Lentik indah bulu mata Natasha tak berhenti mengerjap. Merengkuh guling yang ia dekap untuk menghangatkan tubuhnya setelah di guyur hujan setengah jam yang lalu."Saya akan memaa
Dengan cepat, ia membuka pintu mobil dan mengejar pak Danu yang akan masuk pintu rumah yang berdiri kokoh tak jauh darinya."Pak Danu!" teriak Bara menghentikan langkah pak Danu."Mas Bara," jawab pak Danu membalikkan badan. "Bapak ngapain di sini? Bukankah seharusnya bapak mengantarkan Darren untuk pergi ke luar kota?" cecar Bara penasaran."Nyonya besar menyuruh saya untuk menjadi sopir pribadinya kembali, Mas!" jawab Pak Danu yang membuat Bara mengerling."Menjadi sopir pribadinya tante ayu lagi? Jika pak Danu kembali ke sini, lalu siapa yang mengantar Darren pergi keluar kota? Dan tak mungkin juga, kalo dia pergi seorang diri?" gerutu Bara mulai bingung."Maaf, Mas. Saya juga kurang tau!" jawab pak Danu."Kenapa dia tak menyuruhku untuk mengantarkannya? Apa dia nekat pergi ke luar kota seorang diri?" tanya batin Bara menopangkan kedua tangan di pinggang.****Di mobil, Natasha sesekali melirik ke arah spion yang memperlihatkan wajah Darren yang duduk di belakangnya.Terlihat beg
"Hotel?" tanya Natasha bingung. Lentik indah bulu matanya tak berhenti mengerjap. Tatapan matanya beralih menatap ke arah langit yang mulai menghitam."Masih ada meeting lagi?" lirih Natasha terkejut saat Darren melempar sebuah kertas menggumpal pada dirinya."Mulai saat ini, hilangkanlah sikap aneh kamu itu ...," kata Darren berpikir sejenak. Bingung! Siapa nama sebenarnya sopir pribadinya itu."Siapa nama kamu?""Natasha, Pak. Panggil saya Natasha. Atau bapak juga bisa panggil saya cacha. Seperti ...," ucap Natasha terhenti."Masuk mobil dan antar saya ke hotel. SEKARANG!" tegas Darren melangkah pergi."Baik, Pak!" jawab Natasha mulai menutup pintu mobil."Huft! Dasar boss sombong!' gumam batin Natasha bergegas masuk ke dalam mobil. Bersiap melajukan kendaraannya untuk mengantar boss yang menurutnya sangat sombong dan rese.Di mall, Bara terdiam sejenak. Dua bola matanya berputar menyaksikan orang-orang yang berjalan lalu lalang di depannya.Sejenak, ia menunduk menatap ke arah benda
Sejenak, senyum Natasha memudar melihat orang yang mengetuk pintu bukanlah pelayan hotel yang mengirim makanan untuknya. Melainkan orang itu adalah Darreen Andaraksa, atasannya sendiri."Ba ...," kata Natasha terhenti ketika Darren memeluknya tiba-tiba. Tenggorokannya tercekat. Kedua bola matanya mengerling saat pelukan hangat mendekap tubuhnya dengan erat. Aroma khas yang di miliki bossnya kian menghipnotisnya, meskipun hanya sesaat."Bantu saya mengusirnya! Saya akan memberikan apapun yang kamu minta," lirih Darren yang membuat Natasha bingung dengan maksud bossnya itu."Kak Darren!" Natasha mendongak. Mata indahnya tertuju pada wanita cantik bertubuh mungil berdiri tepat di depannya. Mematung, menyaksikan drama yang telah di buat bossnya itu.Sejenak, natasha terkejut saat kehangatan yang menghampirinya perlahan menghilang. Bibirnya merapat menatap lelaki berpenampilan rapi dan menarik itu mulai melepas pelukannya."Siapa dia, Kak?" tunjuk Agatha ke arah Natasha yang masih mengen
"Tapi, masa' iya itu punyanya cacha? Lagian, ngapain juga dia ke sini?"Bara tersenyum tipis. Jemari tangannya dengan cepat meraih kacamata yang menempel di kedua matanya."Bara-bara, bagaimana mungkin sepeda itu milik cacha. Yang ada sepedanya cacha, kemungkinan sudah berada di loakan," kata Bara seraya menggelengkan kepala. Mengingat kembali, momen indah antara dirinya, natasha dan sepeda kesayangan Natasha waktu dulu."Argh! Ngapain juga aku pusing mikirin sepeda itu. Kurang kerjaan banget." Bara meraih benda layar pipih yang tergeletak di atas meja. Menunggu sebuah pesan yang mungkin ada dari sepupunya."Tumben banget dia tidak mengaktifkan handphone?" Bara meletakkan kembali ponselnya. Jemari tangannya dengan cepat mengendorkan dasi merah marron yang terasa memekik leher. Membuang nafas seraya menopangkan kedua kaki tepat di atas meja yang ada di depannya."Hari yang melelahkan! Sebelum ke sini, seharusnya aku mampir dulu ke tukang urut. Tubuhku rasanya pegal-pegal semua!" gumam
"Seseorang? Siapa? Bukankah mereka sudah tak mau mengakuiku?" gumam Natasha dalam hati. Mengingat momen, di mana ia mulai terpuruk saat keluarga besar mengusir dirinya."Silahkan, Nona!" ucap wanita itu dengan ramahnya.Natasha melangkahkan kakinya secara perlahan. Rasa penasaran kian menghampiri di saat rasa lelah menguasai dirinya. KlekPintu mobil terbuka. Ia tercekat saat melihat orang yang telah mencarinya adalah pemilik mall ARANZA."Nyonya Ayu, nona Natasha sudah datang," ucap pengawal cantik tersebut."Madam Ayu? Bukankah dia madam Ayu, pemilik mall sekaligus ibunya pak Darren?" tanya Natasha dalam hati."Bisa kita bicara sebentar?" tanya madam Ayu yang membuat Natasha tak mampu menegak salivanya sendiri. Yah, untuk kali pertama ia mendengarkan suara yang sangat di nantikan oleh semua staff keamanan di mall Aranza. Di sisi lain, Darren melangkah berjalan memasuki rumahnya. Helaan nafas mulai keluar saat melihat pintu rumahnya sudah terbuka secara lebar."Kebiasaan!" gumam D
"Pak Darren? Syukurlah pak Darren ke sini. Jadi, aku tak perlu menunggu besok untuk menceritakan kejadian ini,' gumam batin natasha tersenyum tipis dan mulai melangkah menghampiri bossnya itu."Bukankah saya sudah bilang untuk selalu mengaktifkan handphone sebelum jam 10 malam," tutur Darren."Ya, Pak. Saya ingat pesan bapak. Tapi, masalahnya handphone saya lowbat. Jadi, saya ....""Masuklah! Ada hal yang ingin saya bicarakan padamu," ucap Darren seraya membuka pintu mobil untuk natasha."Iya, Pak!" gegas Natasha mulai masuk dalam mobil jeep berwarna hitam tersebut.***"Darren-Darren, kenapa dia membiarkan wanita yang ia cintai tinggal di kos-kosan? Dia kan boss, seharusnya dia memberikan fasilitas untuk calon menantuku itu," gumam madam ayu seorang diri."Maaf, Nyonya. Mungkin saja tuan Darren sudah menawarkan hal itu pada nona natasha. Dan mungkin juga nona natasha menolaknya," sahut Yuna, pengawal pribadi madam Ayu."Yah, mungkin saja!" jawab madam Ayu mulai menscroll benda layar