'Ratu!' gumam batin Darren tersenyum tipis. Rasa rindu yang terpendam beberapa tahun tak bertemu, akhirnya mulai hilang dengan kedatangan sahabat dekatnya.
"Jika aku datang kepadamu sebelum usiaku 25, itu berarti keinginanmu terwujud!" Perkataan Ratu kembali terlintas dalam benaknya.'Dia benar-benar mewujudkannya!' gumam batin Darren tersenyum senang.Namun, senyum manis itu mendadak memudar saat wanita itu membalikkan badan."Selamat malam, Pak Darreen!" ucap Natasha mengembangkan senyum manisnya.'Dia lagi!' gumam Darren dalam hati. Menghela nafas panjang seraya menatap ke arah arloji yang melingkar di tangannya."Maaf mengganggu waktu malam Anda. Sebenarnya saya ingin bicara dengan bapak besok, tapi ..." jelas Natasha terhenti."Saya mau pergi! Jika ini tentang pekerjaan, kamu bisa berbicara besok pagi!" kata Darren lantas berlalu. Melangkahkan kaki ke arah mobil jeep yang terparkir tak jauh darinya.Lagi dan lagiLangkah kaki Darren terhenti. Dua matanya menyipit menatap natasha berdiri di hadapannya. "Tunggu sebentar, Pak! Tolong, berikan saya waktu lima menit saja untuk berbicara dengan bapak!" pinta Natasha memohon. "Apa kamu tuli!" tegas Darren yang seketika membuat Natasha tercekat. Untuk kedua kalinya, kata tuli keluar dari mulut Darren kepada dirinya."Bagi saya waktu itu sangat berharga. Meskipun hanya lima menit. Saya tak mau menyia-nyiakannya!" umpat Darren berlalu. Bibir Natasha memanyun. Kedua tangannya mengepal mengimbangi rasa amarah yang bergejolak di dada."Dia sangat berbeda denganku. Asal kamu tahu! Dia itu sangat menghargai waktu. Tak semua orang bisa mendapatkan waktu untuk berbicara dengannya. Apalagi berbicara sama kamu yang statusnya hanya karyawan biasa. Dan, Jika, ada hal yang ingin kamu bicarakan padanya, bicaralah padaku. Nanti akan aku sampaikan padanya. Yah, daripada kamu datang ke sana tapi sia-sia!" Perkataan Bara yang terlontar beberapa jam yang lalu."Ternyata benar apa yang di katakan Bara. Dia sama sekali tak memberikankanku waktu sedikitpun. Huft! Kalo bukan karena mereka, aku tak mungkin datang menemuinya dan mengemis-ngemis untuk mendapatkan maaf darinya!" desah Natasha menghela nafas panjang."Dan tak mungkin juga aku membahas tentang uang itu sebelum masalah ini selesai."Semilir angin kencang menerpa wajah cantik Natasha. Sudut matanya mengerut, bibirnya merapat menahan dinginnya angin malam. Sungguh, hari ini benar-benar melelahkan.Sampai-sampai, ia menguap tiada henti. ***Mama berjalan menghampiri Darren yang duduk seorang diri di depan kolam renang. Terlihat sangat jelas, putra sulungnya sedang memikirkan sesuatu."Sayang!" Usapan tangan lembut mama membuat Darren mematikan rokok yang berada di tangannya."Ma," jawab Darren mengembangkan senyum manisnya."Ada apa? Apa yang papa katakan padamu?" tanya mama penasaran.Darren terdiam sesaat. Perkataan sang ayah tiba-tiba kembali menaungi pikirannya."Sebelum papa pergi nanti, papa ingin melihatmu menikah.Tak peduli wanita itu berasal. Entah itu kaya atau miskin. Papa tak peduli. Yang terpenting bagi papa, dia seiman dengan kita," pinta papa waktu itu."Renn," kata mama yang seketika membuat lamunan Darren buyar.Darren tersenyum. Perlahan, ia menggenggam tangan sang mama yang masih mulus terawat."Tidak ada apa-apa, Ma. Semua baik-baik saja!" jawab Darren."Sungguh?" Mama seakan tak percaya dengan apa yang terlontar dari mulut putra sulungnya itu. Biasanya, jika Darren dan sang ayah bertemu, sudah pasti ada hal penting yang sedang mereka bicarakan."Heem!" ucap Darren seraya melihat ke arah arloji yang melingkar di pergelangan tangannya.Mama menghela nafas berat. Dua bola manik matanya tak berhenti menatap ke arah Darren yang terlihat biasa-biasa saja."Sayang. Kamu tidak pergi ke luar kota kan? Apakah boleh untuk sementara pak Danu menjadi sopirnya mama dan papa? Hanya seminggu saja.""Iya, boleh! Kalaupun ada meeting ke luar kota, Darren akan pergi bersama Bara!" tutur Darren."Ok. Makasih Sayang. Tapi ingat! Kamu tidak boleh mengemudi di saat perjalanan jauh. Ok!" ucap mama mengingatkan."Ok!""Oiya, Ren. Apa kamu tau kabar Ratu saat ini?" Pertanyaan mama seketika membuat Darren menoleh. Tenggorokannya tercekat saat nama itu kembali terdengar olehnya."Mama benar-benar merindukannya!Hah, andai saja dia ....""Jangan lagi bertanya tentang ratu padaku lagi, Ma!" tegas Darren. "Kenapa? Apa kamu tidak merindukannya?""Tidak. Dia sudah sibuk dengan dunianya sendiri," ucap Darren.Mama terdiam. Bola matanya terus saja menatap ke arah putra sulungnya yang terlihat begitu kesal."Apa yang sebenarnya terjadi pada mereka? Sampai-sampai, Darren terlihat kesal dan tak mau membahas tentang wanita yang bisa membuatnya tersenyum lepas?" batin mama bertanya."Ehm, Sayang. Bagaimana kalo mama kenalkan ka ....""Darreen pulang dulu, Ma!" ucap Darren dengan sengaja menghentikan perkataan sang mama. Alih-alih, tak mau membahas tentang hal yang baginya sangat tak penting."Kok buru-buru pulang? Kamu nggak nginap di sini saja?""Lain kali saja, Ma! Darren ada urusan," jawab Dareen meraih dan mencium tangan mamanya."Bye, Ma!"Mama tersenyum tipis melihat Darren berlalu pergi meninggalkan dirinya. "Sekarang dia sudah sibuk dengan urusannya sendiri! Tak seharusnya waktu itu, aku mengijinkannya untuk tinggal di rumah barunya!" sesal mama dalam hati.Sesampai di rumah, Darren terkejut melihat ada sepeda terparkir di depan rumahnya. Dahinya mengernyit sembari berpikir siapa pemilik sepeda itu.Ia mulai turun dari mobil. Sebelum membuka pintu pagar rumahnya, ia berjalan menghampiri sepeda gunung tersebut."Apa sepeda ini milik pak Lukman ( security komplek di wilayah tersebut)?" tanya Darren asal menebak. "Yah, mungkin saja!" Sesudah memasukkan mobil dan menutup pagar rumahnya. Darren menyatukan telapak tangan hingga menimbulkan suara. Di mana titik rasa lelah mulai hilang.Sejenak, ia melangkah secara perlahan. Alis tebalnya bertaut melihat ada seseorang yang berbaring di bangku panjang miliknya.GlekTegakkan salivanya mengalir dengan paksa, ketika orang itu adalah Natasha. Wanita yang beberapa jam lalu mencoba mengganggu waktunya."Dia lagi!" gegas Darren menghampiri."Apa yang sebenarnya ingin dia katakan?" gerutu Darren dalam hati.Drt ... Drt ...Darren meraih benda layar pipih yang bersembunyi dalam saku celananya. Dahinya mengernyit melihat nama Bara bergerak ke atas ke bawah dalam layar ponsel miliknya.Suatu pertanda ada masalah besar jika Bara menghubunginya di malam hari."Ya!" Daarren menjawab telepon tersebut.Beberapa menit kemudian, Natasha mulai membuka kedua matanya secara perlahan. 'Akhirnya dia pulang juga!' batin Natasha tersenyum senang. Jemari tangannya dengan cepat merapikan rambut panjang terurai yang sedikit berantakan. Sembari menunggu pemilik mall yang masih sibuk dengan telpon genggam yang menempel di telinga."Baiklah! Besok pagi aku akan berangkat lebih awal!" ucap Darren menutup teleponnya. Berbalik dan terkejut melihat Natasha yang tadinya tertidur pulas kini berdiri tepat di depannya."Akhirnya bapak pulang juga!" ucap Natasha sumringah. Bak seperti anak kecil ketika bertemu dengan temannya."Apa kamu tak menyadari kalo ini sudah lewat jam 10 malam?" Darren mengingatkan."Iya, Pak. Saya tau itu. Dan saya mohon beri saya waktu untuk berbicara dengan Anda. Lima menit saja, Pak! Agar saya bisa pulang dan meninggalkan rumah bapak ini!" pinta Natasha memohon.Darren menegak salivanya dengan paksa. Baru kali ini, ia melihat ada orang yang bersikukuh untuk berbicara padanya. Padahal, sebagai seorang karyawan yang bekerja di mall miliknya, malam hari adalah waktu dimana mereka melepaskan rasa penat."Katakanlah!" ucap Darren yang membuat Natasha tersenyum senang. "Sekali lagi saya minta maaf, Pak. Atas kejadian tadi siang. Saya melaksanakan semua itu karena tugas dari pekerjaan, Pak. Dan tak ada maksud menuduh bapak sebagai seorang pencopet," tutur natasha kembali menjelaskan."Bicaralah pada intinya! Telinga saya risi mendengar perkataan itu berulang kali!" tegas Darreen memicing.Natasha menggigit bibir bawahnya. Helaan nafas panjang mulai keluar mengimbangi rasa kesal dengan ucapan Darren kepadanya."Saya minta agar bapak mencabut Sp dan tidak memotong gaji pada semua staff keamanan, Pak. Semua itu salah saya. Jadi, tolong! Biarkan saya menanggung kesalahan yang telah saya perbuat! Dan jangan libatkan masalah ini pada mereka semua," ujar Natasha.Darren terdiam. Sudut matanya mengerut menatap natasha yang berbicara dengan mudahnya. Tanpa ada rasa takut sedikitpun saat berhadapan dengan dirinya."Seperti apa yang saya katakan tadi siang. Saya akan melakukan apapun asalkan Anda memaafkan saya!" tutur Natasha memohon."Apapun itu?" Darren memastikan.Tubuh Natasha seakan meremang. Sudut bibirnya mengembang mendengar ucapan Darren barusan."Iya! Apapun yang Anda inginkan akan saya laksanakan sesuai dengan kemampuan saya!" ucap Natasha sumringah saat permohonannya sebentar lagi akan di kabulkan."Ok! Kalo begitu, mulai besok kamu bisa berhenti bekerja!" Seketika, perkataan Darreen membuat senyum Natasha memudar. Sungguh, ia tak menyangka sang pemilik mall menyuruhnya untuk berhenti bekerja. Sebuah syarat yang bisa memaafkan dirinya dan membebaskan teman lainnya.'Berhenti bekerja? Jika aku berhenti bekerja, bagaimana nasibku selanjutnya?Mama ayu mengernyit heran melihat Darren yang memberikan sesuatu pada lelaki itu dan pergi meninggalkannya."Lah!Mau ke mana dia?" tanya mama ayu bergegas turun dari mobil. Mencoba mengejar sang putra, meski tak berhasil.Kedua tangan menopang di pinggang seraya memicing ke arah mobil putih yang di kendarai Darren."Mau ke mana anak itu? Bisa-bisanya, dia meninggalkan mamanya seorang diri di jalan. Dan haruskah aku mengemudi seorang diri untuk pulang ke Jakarta? Menyebalkan! Dia pasti memilih ...." kata mama ayu terhenti saat Danu menghampiri."Maaf, Nyonya! Saya Danu, sopir pribadi opa Andara. Saya akan mengantar nyonya untuk pulang ke Jakarta," kata Danu begitu sopan.Mama ayu hanya mendesah sebal. Mau tak mau, ia harus pulang tanpa Darren."Apa kamu tau Darren mau ke mana?" tanya mama ayu mengernyit ketika Danu menggelengkan kepala."Maaf, Nyonya. Saya kurang ....""Sudah ku duga, kamu tak tau! Ya sudah! Buruan! Antar saya pulang sekarang!" ucap mama ayu melangkah memasuki mobil yan
"Ayu, kenapa dia datang ke sini?" tanya batin mama dewi seakan tak percaya melihat mantan sahabatnya datang bersama calon menantunya."Dewi Kumalasari?" tanya batin mama Ayu yang juga terkejut melihat orang yang di benci hampir dua puluh tahun itu berada di ruang rawat calon besannya."Jangan-jangan dia itu ... Tidak-tidak! Tidak mungkin aku berbesanan dengannya?Tidak! Dan itu tak mungkin terjadi! Siapa tau juga, dia itu hanyalah tamu atau kerabat jauh dari natasha. Yah, semoga saja begitu!'"Ayo, Ma!" ajak Darren membuyarkan lamunan mamanya.Mama ayu membuang nafasnya secara perlahan. Menegakkan tubuh dan berusaha bersikap seperti biasanya. Menganggap kehadiran orang yang pernah membuat luka di hatinya seolah-olah tidak ada.Natasha berdiri dan tersenyum menyambut kedatangan Darren dan mama ayu. "Ma, pa, kenalkan ini mama ayu. Mamanya mas Darren!" ucap Natasha seketika membuat mama Dewi dan mama ayu saling menatap satu sama lain. Seperti terkena tamparan keras pada keduanya saat per
"Papa!" Teriak natasha yang terbangun dari tidurnya. Helaan nafas panjang keluar dari mulut dan hidung mancungnya."Syukurlah! Semua itu hanya mimpi," ujar natasha memegang dada seraya mengatur nafasnya secara perlahan. Bibirnya merapat. Dua bola matanya berputar mencari keberadaan Darren dan sang sopir yang meninggalkan dirinya dalam mobil seorang diri.Sejenak, alisnya bertaut melihat Darren dan pak sopir sedang berbicara dengan seseorang di pinggir jalan. Terlihat begitu jelas, Darren mengeluarkan beberapa uang dari dompet dan menyerahkannya pada lelaki tua renta itu."Tapi, ini kebanyakan, Nak!" ucap Kakek penjual jagung rebus itu."Tak apa, Kek. Sisanya buat kakek!" kata Darren mengembangkan senyum manisnya."Terimakasih ya, Nak. Terimakasih banyak. Semoga Allah membalas kebaikanmu ini," ujar kakek itu tak mampu menahan rasa haru yang datang menghampiri.Di mobil, natasha tersenyum senang saat membaca sebuah pesan dari mamanya."Alhamdulillah. Papa sudah melewati masa kritisnya,"
"Apa kamu mau?" tanya Bara membuyarkan lamunan ratu.Ratu tersenyum tipis. Dengan perlahan, ia meraih kartu kredit yang masih berada di tangan Bara. Satu barang yang akan menyelesaikan masalah dalam hidupnya saat ini."Tentu saja, aku mau!" ucap Ratu menorehkan senyumnya.Bara tersenyum tipis. Ia benar-benar tidak menyangka, ratu menerima tawaran yang di berikan oleh Darren. Padahal, ratu pernah bilang kepadanya kalo dia ingin menjadi seorang artis saja. Tak mau jadi pekerja kantoran seperti dirinya dan Darren."Seriously?" Bara memastikan."Heem!" jawab Ratu dengan yakin."Argh, aku benar-benar beruntung memiliki kalian berdua. Di saat kondisiku seperti ini, kalian selalu ada untukku," tutur Ratu."Lalu, saat di Amerika. Siapa yang menolongmu di saat kamu terjatuh?" Bara mulai kepo dengan kehidupan Ratu di negeri orang."Hah, untungnya. Selama dua tahun hidup di sana, aku dalam keadaan baik-baik saja," ujar ratu menorehkan senyum yang teramat manis."Syukurlah! Aku tak bisa bayangkan
"Mama sudah datang!" Darren membantu natasha merapikan kancing baju miliknya.Natasha menghela nafas panjang. Senyumnya mengembang saat apa yang ia pikirkan tidak terjadi padanya."Bagaimana bisa kamu memasukan kancing ini tidak pada tempatnya? Apa kamu berniat menggoda imanku lagi?" Natasha mengerucutkan bibirnya. Ia mendengus sebal saat Darren mencoba menggodanya."Ishhh, apaan sih!" gumam natasha melangkah pergi meninggalkan Darren yang tersenyum tipis.Di teras rumah, madam ayu berbalik dan tersenyum sumringah saat melihat putra dan calon menantunya keluar dari rumah."Mama tak mengira lho, kamu bisa ada waktu untuk fitting baju pengantin," ujar madam ayu yang tertuju ke arah sang putra tercintanya itu."Ehm, apa mungkin ini semua karena rayuannya natasha?"Alis natasha bertaut seketika. Tenggorokannya tercekat saat pertanyaan itu terdengar menyindir dirinya."Aduh, kenapa mama bilang seperti itu, sih? Apa mungkin, mama tau ya kalo aku dan dia melakukannya?" gumam batin natasha ta
"Siapa yang sakit?" tanya natasha melangkah menghampiri Darren. Mengernyitkan dahi saat melihat calon suaminya seolah-olah berpikir untuk menjawab pertanyaan darinya. "Dia pasti marah besar, jika tau ratulah yang sakit," gumam Darren merapatkan bibirnya. Menghela nafas panjang mengimbangi rasa gugup yang datang menghampiri."Siapa yang sakit, ya? Sampai-sampai dia berpikir keras untuk menjawab pertanyaan dariku?" tanya batin natasha memicing menatap Darren yang masih terdiam seribu bahasa."Amora, sebenarnya ...," kata Darren terhenti saat kedua lengan putih mulus tanpa goresan itu melingkar pada lehernya.Kecupan kecil juga meleset tepat di pipi kanannya. Membuat tubuh kekar nan atletis itu meremang seketika. "Aku tak akan marah jika kamu memberi perhatian pada orang lain. Asalkan, tidak berlebihan!" tutur natasha mencubit hidung mancung yang di miliki Darren."Meskipun, orang itu pernah membuatmu cemburu?" Pertanyaan Darren yang membuat natasha bisa menebak siapa yang di maksud c