Share

Penakluk Hati Om Dokter
Penakluk Hati Om Dokter
Penulis: eLFa Zara

Part 1-Bocah SMP VS Om Dokter

Di anak tangga taman selebar 80 cm yang terbuat dari batu alam, suasana semakin akward. Di taman yang tak jauh dari rumah sakit, Dirga yang sedang menyalakan rokok menggeser duduknya karena gadis remaja yang duduk di sampingnya terus menatapnya heran sedari tadi.

Ehem! Dirga berdehem untuk sekedar mengurangi kecanggungan.

Merasa risih, ia mematikan rokoknya. Kemudian menyeruput kopi yang masih hangat dalam gelas sekali pakai.

“Itu minumannya ....” Setelah hanya menatap, gadis itu akhirnya bicara sambil menunjuk kopi di tangan Dirga.

“Kenapa? Pingin?” Tanya Dirga, laki-laki berkulit tan dengan nada ketus. Setelah melirik sedikit ke arah gadis remaja yang memakai pakaian olahraga dengan rambut dikuncir kuda. Gadis itu menggeleng. “Bukan. Itu minumannya tadi ada lalatnya.”

Uhukk!

Minuman yang sudah sampai di ujung tenggorokan membuatnya tersedak karena berusaha untuk dimuntahkan. Ia terus terbatuk-batuk dengan tangan yang sibuk menepuk-nepuk dadanya. Sambil menahan tawa, gadis remaja yang duduk di sampingnya mengulurkan air mineral dalam botol yang masih tersegel.

Setelah reda batuknya, Dirga kembali berdehem untuk mengurangi rasa malunya sebelum berterimakasih.

“Terimakasih,” ucapnya sambil menyodorkan kembali botol air mineral yang masih setengahnya.

“Oh, nggak usah makasih. Itu nggak gratis, kok.” Tolak gadis remaja itu dengan senyum yang dibuat manis dan tanpa rasa bersalah.

“What?! Situ jualan?” Dirga tidak habis fikir bahwa ternyata gadis remaja itu mendekatinya untuk berjualan. Melihat gadis di sebelahnya masih senyam-senyum dengan kepala naik-turun, akhirnya ia mengeluarkan uang 5 ribuan.

“Apaan ini? Harganya 10 ribu itu,” protes gadis remaja saat Dirga mengulurkan uang 5 ribu yang cukup lecek.

“Mana ada. Biasanya juga itu harganya Cuma 4 ribu. Udah terima aja itu sisa parkir,” sahut Dirga tidak terima.

“Harga 4 ribu itu ketika normal. Nah, ketika dibutuhkan segera dan mendesak seperti ini harga bisa naik 3 kali lipat harusnya. Harga suatu barang akan naik ketika permintaan meningkat, atau barang itu sulit untuk didapatkan.” Gadis remaja itu justru semakin semangat menjelaskan membuat Dirga geram dan heran dengan pemikiran remaja di depannya.

Kini mereka malah semakin semangat mengeluarkan argumennya masing-masing. Hal yang sangat jarang dilakukan oleh Dirga. Bukan, bukan karena ia pelit atau tidak ada uang, tapi ini adalah pertama kalinya ia tidak canggung dengan orang asing. Mungkin karena lawan bicaranya adalah remaja atau karena ia merasa ditipu oleh remaja itu? Entahlah.

“Ok, sekarang gini aja, nih uang 50 ribu,” ucap Dirga mengeluarkan pecahan uang kertas berwarna biru itu. “Terus kembaliannya 40 ribu, sini!” Pinta Dirga saat uang biru itu sudah di tangan ‘penjual minuman’. Ia pikir, ia harus mengalah kepada anak kecil dengan uang yang tidak seberapa baginya.

“Emm, nggak ada kembaliannya.” Jawab gadis remaja itu dengan senyum kaku yang menampilkan deretan gigi putihnya. Ya, ia menjawab jujur, karena di sakunya kini hanya ada uang 2 ribu saja.

Namun melihat Dirga akan membuka mulut, ia buru-buru memberikan ide yang sebenarnya hanya menguntungkan untuk dirinya.

“Begini aja, ini uang 50 ribu buat aku semua. Sebagai gantinya, bubur ini ...,” sembari membuka plastik yang berisi bubur ayam dengan wadah steorofoam, “free for you.”

“Aku nggak mau be—“

“Dan, dan aku akan merahasiakan bahwa seorang dokter yang selalu menasehati pasien justru diam-diam merokok di taman.” Gadis itu tersenyum penuh kemenangan.

“Ok, terserah, yang penting sekarang kamu, PERGI! Ini pertama dan terakhir kali aku ditipu penjual licik seperti kamu. Lagian sekarang saatnya anak SMP sekolah malah keluyuran. Bolos kamu ya!” Hardik Dirga setelah merelakan uang 50 ribunya.

Mendengar tuduhan Dirga, gadis berkuncir kuda itu sedikit kaget. Tapi kemudian ia menundukkan kepalanya sambil memainkan uang 50 ribu di tangannya, “Aku udah nggak sekolah, Om.”

Mendengar jawaban lirih gadis remaja itu Dirga mendadak iba, rasa marahnya berganti kasihan. “Kenapa?”

“Nggak ada duit, Om,” jawab gadis itu semakin lirih.

“Ooooh, memangnya ...,”

“udah dulu ya, Om. Aku mau lanjut cari duit lagi, hehe.” Pamit gadis itu sembari berdiri tegak di depan Dirga untuk mencegah ia bertanya lebih banyak.

Belum sempat Dirga menjawab, gadis itu sudah berjalan 4 langkah. Namun tiba-tiba dia berbalik dan berkata, “Oh ya, Om Dok. Sebenarnya tadi minumannya nggak ada lalatnya. Huahahaha!” Ungkap gadis itu dengan suara tawanya yang kencang. Melihat Dirga berdiri dengan raut wajah yang memerah marah, ia segera berlari sebelum uang 50 ribunya diminta kembali.

“Dasar setan cilik licik! Penipu! Balikin sini duitnya! Woi jangan kabur ya!”

Samar-samar gadis itu mendengar umpatan sang dokter yang terdengar cukup keras meski sudah tidak kelihatan.

“Yeee, salah sendiri. Aku yang udah kuliah di ujung tanduk malah dikira anak SMP. Tahu, aku emang pendek tapi nggak jauh gitu lah perbedaannya.” Celoteh gadis itu kesal namun tetap puas juga mengerjai laki-laki yang mengiranya sebagai bocah SMP yang bolos sekolah. Catat, udah anak SMP, bolos lagi!

eLFa Zara

maaf karena suatu alasan, cerita ini di post ulang atau diedit. Selamat membaca

| Sukai

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status