Home / Romansa / Penakluk Hati Sang Billionaire / 7. Sisi Lain Sang Billionaire.

Share

7. Sisi Lain Sang Billionaire.

Author: Winda Venska
last update Last Updated: 2023-12-21 13:04:34

"Apa kau baik-baik saja?" tanya Syarif dari balik pintu.

Pria itu sejak tadi menunggu istrinya keluar dari kamar mandi.

Namun, sudah hampir satu jam, Syafa belum juga keluar. Sehingga membuat Syarif merasa sedikit khawatir, karena tidak biasanya Syafa berlama-lama di kamar mandi.

"A-aku baik," ucap Syafa gugup.

"Apa kau masih lama? Aku butuh ke kamar mandi," kata Syarif lagi, setelah yakin istrinya memang baik-baik saja.

"Sebentar." Syafa kembali berteriak dari dalam.

Dia segera menyelesaikan ritual mandinya, dan buru-buru berpakaian.

Setelah lima belas menit, gadis itu keluar dengan hanya memakai dress selutut berlengan pendek.

Sebenarnya Syafa tidak ingin memakai baju itu, tetapi tadi dia terlalu buru-buru mengambil baju ganti, sehingga tidak teliti.

Syarif menatap istrinya, pria itu selalu merasakan getaran aneh tiap kali melihat Syafa tanpa hijab. Sesuatu yang selalu membuat hati dan otaknya sulit untuk dikendalikan.

Syarif segera masuk ke kamar mandi, untuk menutupi kegugupannya dari Syafa.

Akan sangat memalukan, jika sampai gadis itu tahu, dirinya tengah mati-matian menahan hasrat.

Selepas sholat Isyak berjamaah di mushola keluarga, mereka semua berkumpul di gazebo samping. Yang berada di tengah kolam ikan koi.

Semua di tata ala warung makan lesehan. Bahkan menunya pun, sengaja di pilih menu-menu tradisional. Yang membuat suasana terasa semakin hangat dan akrab.

"Selamat datang di keluarga kita, Dek. Aku harap kau kuat menghadapi Mr. Workaholic satu ini," kata Amira tersenyum memeluk adik ipar perempuannya.

Wajah wanita 32 tahun itu tampak cantik dan ramah. Dari wajahnya Syafa bisa menebak jika istri dari kakak Syarif itu, memiliki darah Arab juga.

"Rasanya seperti berada di timur tengah," bisik hati Syafa.

Karena hampir semua orang di sini berwajah blasteran Arab-Turki termasuk dirinya.

"Terima kasih, Mbak." Syafa menjawab dengan wajah malu.

"Amira, panggil saja, Mbak Mira!" jelas menantu pertama keluarga Al-Ghifary tersebut.

"Hilangkan sikap dingin dan acuhmu, Rif. " Amira memperingatkan adik suaminya tersebut. "Katakan saja padaku, jika si tuan antisosial ini mengabaikan dan mendiamkanmu," katanya lagi.

Syafa hanya tersenyum malu dan menunduk, tidak tahu harus mengatakan apa.

Mengingat betapa menyebalkannya sikap Syarif padanya. Syafa tidak menyangka, jika pria itu sangat akrab dan dekat dengan seluruh keluarganya. Bahkan Syarif tampak hangat dan menyayangi kedua keponakannya.

"Apa kau akan terus mengajak adik iparku mengobrol, Sayang?" Suara Umar memecah fokus mereka. "Cepat kemari kita sudah lapar," sambungnya memanggil sang istri.

"Baiklah, kami akan segera kesana," jawab Amira tersenyum.

Dia menggandeng Syafa dan mengajaknya masuk ke gazebo dan duduk disampingnya.

Kehangatan dan kesederhanaan keluarga Syarif, benar-benar membuat Syafa merasa takjub.

Bagaimana tidak, dengan status sosial mereka di luar sana. Syafa tidak pernah membayangkan, akan menemukan sebuah definisi keluarga yang sebenarnya. Seluruh penilaian dan kecurigaannya tentang keluarga suaminya itu, seolah terpatahkan dengan semua hal yang saat ini disuguhkan dihadapannya.

Semua orang sangat dekat satu sama lain. Mereka saling mengenal dan mengerti sifat dan karakter masing-masing.

"Mbak Syafa, kok malah bengong? Makan, Mbak," kata Zahra yang sejak tadi memperhatikan kakak ipar barunya itu, hanya diam menatap mereka semua, tanpa menyentuh makanannya.

"Ah, iya," jawab Syafa tersenyum malu-malu, menyadari dirinya diperhatikan.

"Makan yang banyak, kau terlalu kurus, Nak. Tubuhmu hampir tidak terlihat disamping Syarif," kata Ny. Annisa tersenyum.

Membuat Syafa semakin tersipu, dia hanya mengangguk dan mulai memasukkan makanan ke mulutnya.

"Bukan tubuhku yang kurus, pria ini saja yang terlalu besar," ujar Syafa dalam hati.

Perawakan Syarif memang seperti rata-rata orang Timur Tengah. Tinggi, tegap, dan bongsor, sehingga dirinya yang hanya setinggi 165cm dan berat 48 kg, nampak terlalu kecil. Jika disandingkan dengan sang CEO.

***

"Jadi kapan, kita pindah dari sini?" tanya Syafa. "Aku juga sudah ingin kembali mengajukan program intership-ku yang tertunda." Dia tidak mau lagi menunggu terlalu lama.

Sudah seminggu mereka tinggal di mansion keluarga Abdullah Al-Ghifary. Namun, suaminya itu sudah kembali sibuk bekerja, sehari setelah mereka tinggal disana. Membuat Syafa merasa sangat bosan dan bingung.

"Tunggu setelah aku selesai dengan Eropa," kata Syarif singkat, sambil mendaratkan bokongnya di sofa.

"Kapan kau akan ke Eropa, dan berapa lama?" tanya Syafa.

"Minggu depan. Sekitar dua atau tiga Minggu," jawab Syarif singkat.

Pria itu menatap istrinya yang sedang menekuk wajah, setelah mendengar jawaban darinya.

Syarif tahu, Syafa bukan orang yang suka berdiam diri. Karena itu, dia meminta ibunya untuk mengajak Syafa ikut kegiatan sosial di panti asuhan milik keluarga mereka, dan mengikuti kajian rutin bersama ustad ibunya.

Selain untuk mengisi waktu, Syarif juga ingin agar ibunya dan Syafa bisa lebih akrab.

Namun, Syafa justru merasa tidak nyaman dan canggung.

"Kita bicarakan semua itu, setelah aku pulang," ucap Syarif, tanpa mengalihkan pandangannya dari laptopnya.

Sebenarnya melihat Syarif sibuk dan mengacuhkannya, sedikit membuat Syafa kesal.

Sang CEO terlalu memfokuskan diri pada pekerjaan, sehingga tidak punya waktu, untuk membencinya. Padahal Syafa ingin sekali banyak berulah, untuk membuat suaminya kesal.

Syarif bahkan tidak berminat dengan kekacauan yang dilakukannya di dapur tiga hari yang lalu.

Syafa sengaja membuat semua masakan buatannya gosong dan terlalu asin. Metika ibu mertuanya, memintanya memasak makan siang untuk mereka.

Tidak seorang pun, memarahi atau menyinggungnya. Mereka justru tertawa dan menganggap kejadian itu lucu.

Bahkan saat dia sengaja memecahkan vas bunga antik milik ibu mertuanya. Syarif hanya diam, semua orang kembali tidak menghiraukan hal itu.

Padahal mereka bilang itu vas kesayangan sang ibu mertua. Namun, ketika dia berhasil memecahkan benda itu, semua orang bersikap seolah benda itu tidak penting sama sekali.

"Kita boleh menyukai sesuatu, Nak. Tetapi kita tidak boleh merasa memilikinya," ucap Ny. Annisa ketika dia berpura-pura meminta maaf.

"Semua yang ada di dunia hanya milik Allah, yang dititipkan pada kita. bahkan nyawa kita sendiri, bukanlah hak kita."

Perkataan ibu mertuanya saat itu, masih terngiang jelas di telinga Syafa.

Dia pikir, Ny. Annisa akan marah dan kecewa pada kecerobohannya. Syafa sampai hampir frustasi, karena telah mencoba berbagai cara untuk membuat ulah di rumah keluarga suaminya.

Namun, tidak satu pun, yang berhasil membuatnya di benci.

Prinsip dan cara hidup salah satu keluarga paling berpengaruh di Asia tersebut, membuatnya semakin tertekan. Sulit sekali memahami pola pikir mereka.

Syafa kembali menatap Syarif yang tengah sibuk dengan ponselnya, setelah dia selesai dengan lamunannya.

"Pasti ada cara," gumam Syafa dalam hati. "Bukankah setiap orang pasti memiliki kelemahan?" pikir Syafa dalam hati.

"Boleh aku ikut?" tanya Syafa secara spontan.

Tiba-tiba saja ide gila muncul di kepala gadis itu.

"Kau serius?" Syarif menatap istrinya dengan pandangan ragu.

"Tentu saja, lagi pula pasti menyenangkan bisa jalan-jalan ke Eropa," jawab Syafa sekenanya, dia berencana mengacau pekerjaan Syarif saat di benua biru nanti.

"Kali ini aku pasti berhasil mengusikmu, Mr. Workaholic!" bisik Syafa dalam hati.

###

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Penakluk Hati Sang Billionaire   Bab 41. Curahan Hati Sang CEO

    "Ummi tidak ingin mencampuri masalah kalian, Nak. Tapi Ummi sedih melihat kalian berdua seperti berseberangan." Ny. Annisa akhirnya tidak dapat menahan lagi. Wanita berwajah kalem dan ramah itu, merasa hubungan putranya dan sng istri sudah dalam taraf yang harus di selesaikan segera. Sebagai seorang ibu sekaligus wanita, yang telah memakan asam garam kehidupan. Sang istri miliarder berdarah arab tersebut, dapat denga jelas melihat kejanggalan dalam pernikahan putra keduanya. "Ummi tidak ingin melihat kalian menderita, terlebih Syafa yang saatbini tengah mengandung anak kalian. Dia butuh ketenangan dan kenyamanan selama menjalani kehamilan ini," kata Ny. Annisa dengan lembut. Meskipun Syarif adalah putra kandungnya, diamtetap tidak ingin terlalu kuat campur. "Ummi hanya ingin membantu, mungkin dengan kau menceritakan semua dengan jujur. Ummi bisa memberikan saran," lanjutnya, sambil mengelus lengan Syarif. Setelah beberapa hari tinggal dan mengurusi bisnis di Balikpapan, Ny. Annis

  • Penakluk Hati Sang Billionaire   Bab 40. Perubahan Sikap

    Steven menatap pria yang berdiri dan memegang tangannya dengan pandangan tidak suka. Sementara Syafa menatap orang yang sama dengan keterkejutan yang tidak dapat ia sembunyikan. Dia sama sekali tidak mengira jika suaminya kini berdiri dihadapannya, memegang tangan teman masa lalunya dengan sorot mata tajam. Jelas terlihat Jika sang CEO tidak menyukai pria berwajah blasteran tersebut. "Mas, Syarif?" gumam Syafa pelan dengan suara tercekat. Syarif melepaskan genggaman tangannya pada Steven dan menatap Syafa dengan sorot intimidasi yang menakutkan. Syafa tahu suaminya sedang tidak senang. "Kau mengenal pria ini?" tanya Steven menatap Syafa yang masih tercengang di tempatnya. Dalam hati Syafa sedang bingung dan takut. Dia takut Syarif akan salah paham padanya, dan bingung bagaimana cara menjelaskan tentang semua ini. Syafa juga masih belum bisa mengerti, bagaimana suaminya bisa berada di tempat itu. Biasanya Syarif akan pulang dari kantornya, sekitar jam 8-9 malam. Kecuali memang

  • Penakluk Hati Sang Billionaire   Bab 39. La Laguna dan Seorang Teman Lama.

    "Mau kemana?" tanya Syafa saat Syarif mengemasi pakaiannya ke dalam koper. "Aku akan ke Kalimantan besok pagi, ada beberapa pekerjaan yangnharus aku sendiri yang menangani." jawab Syarif "Berapa lama?""Mungkin tiga atau empat hari. Karena akuningin melihat tambang barunkami di muaralawa. Setelah itu menghadiri pernikahan putri rekan bisnis Abi di sana." Syarif mengatakan semuanitu tanpa melihat istrinya. Diamgokus mengemas dan menyiapkan emua barang yang dia butuhkan selama berada di tanah kelahirannya itu. "Aku menyimpan vitaminmu di laci, jangan lupa meminumnya stelah sarapan dan sebelum tidur. Mbok Minah dan mbak arus sudah aku berikan jadwal makananmu selama seminggu, sesuai yang dianjurkan dokter Anna." Syarif,enutuo kopernya dan menatap sang istri. "Tolong jaga diri baik-baik selama akuntidak di rumah, jangan berpikir untuk menyakiti anak-anak," kata Syarif pelan tetapi penuh penekanan. Entah kenapa setelah kejadian Syafa menyembunyikan kehamilannya waktunitu, membuat Sya

  • Penakluk Hati Sang Billionaire   Bab 38. Kegalauan Hati Sang Putra Billionaire.

    Stella dan dokter Anna yang kebetulan belum sampai keluar dari rumah mereka, segera berlari dan menghampiri Syafa. Saat mendengar teriakkan Syarif. Dua dokter rekan kerja Syafa tersebut, segera mengikuti langkah sang CEO menuju kamar mereka d lantai atas untuk memeriksa kondisi Syafa. Seluruh keluarga tampak panik, Ny. Annisa dan Ny. Fatima, dan Amira, segera ikut ke kamar sementara para lelaki tetap di bawah untuk menemani para tamu yang sedang berpamitan untuk pulang. Semua orang terlihat khawatir, tetapi mereka yakin Syafa dan kedua bayinya baik-baik saja. "Bagaimana dokter?" tanya Syarif setelah dokter Anna selesai memeriksa.Untung saja anggota dokter masih membawa peralatannya di tas. Karena mereka berangkat langsung setelah tugas dari rumah sakit. "Tekanan darahnya naik. Saya belum bisa memastikan, tetapi Syafa sepertinya sedang kelelahan dan stres. Dia butuh istirahat saat ini," kata dokter Anna menjelaskan. Sementara Syafa perlahan membuka mata ketika beberapa saat sang

  • Penakluk Hati Sang Billionaire   Bab 37. Merasa Terasing

    Seluruh keluarga besar Syarif dan Syafa hadir dalam acara syukuran kehamilan Syafa. Semua rekan bisnis dan juga teman-teman mereka juga di undang semua. Rumah bergaya klasik modern, dengan halaman luas tersebut penuh dengan kebahagiaan dan kehangatan. Terlebih saat mengumumkan jika Syafa sedang mengandung bayi kembar. Rona bahagia tidak dapat ditutupi oleh semua anggota keluarga. Membuat Syafa merasa cukup kesulitan untuk menampakkan ekspresi bahagia, ditengah kegundahan dan kegalauan yang dirasakannya. "Aku tidak menyangka kalian akan memiliki bayi kembar," kata Almeera, menghampiri Syarif dan Syafa yang sedang duduk. "Selamat, Rif. Semoga kehamilan dan persalinannya nanti lancar." Almeera tersenyum, meskipun dalam hatinya tidak terlalu senang. "Bagaimana dengan permintaan tolongku? Apa kau sudah mempertimbangkannya?" Almeera tidak ngin menyia-nyiakan peluang untuk meminta pertolongan Syarif. Minggu depan sidang pertama hak asuh anaknya, akan segera di gelar. Karena mantan suam

  • Penakluk Hati Sang Billionaire   Bab 36. Sikap Tegas Sang CEO

    Syarif dan Syafa masih duduk termenung di tempatnya. Dua buah kelapa muda dan beberapa camilan de meja terlihat utuh tak tersentuh. Mereka saling berhadapan tetapi seperti berada dalam dimensi yang berbeda. Sesekali hanya terdengar suara Isak tangis Syafa yang membelah keheningan. Suasana kafe pagi itu belum terlalu rame, sehingga hanya mereka berdua yang saat ini mengisi meja di bagian outdoor resort tersebut. "Aku sudah memutuskan," kata Syarif beberapa saat setelah memikirkan tindakan apa yang harus dia lakukan saat ini. Syafa mengangkat kepala dan menatap sang suami dengan perasaan cemas. "Karena kau telah memutuskan sesuatu tanpa berunding denganku sebelumya. Aku juga akan memutuskan semuanya secara sepihak." Deg, Belum reda semua kekalutan di hatinya, Syafa kembali diterpa gelombang rasa takut dan kepanikan, mendengar ucapan Syarif barusan. "Setelah anak-anak lahir, dan kau selesai masa nifas. Aku akan menceraikanmu. Sesuai perjanjian kita, hak asuh anak-anak berada pada

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status