Share

6. Welcome Home

Author: Winda Venska
last update Last Updated: 2023-12-19 09:57:39

Malam ini rombongan keluarga Abdullah Al-Ghifary terbang meninggalkan Bali. Semua orang harus kembali bekerja besok, setelah cuti seminggu penuh. Hanya tinggal Syarif dan Syafa yang masih tinggal di kediaman keluarga Musthofa Altaf. Mereka akan kembali ke Kalimantan besok siang.

"Kau ingin mampir dulu, atau langsung pulang?" tanya Syarif, ketika mobil mereka baru saja keluar dari tempat parkir bandara.

Syarif memutuskan untuk menyetir, agar mereka memiliki waktu pribadi. Sehingga dapat mengutarakan isi hati tanpa takut terdengar oleh siapapun. Seperti ketika berada di rumah keluarga Musthofa Altaf selama dua hari terakhir.

"Pulang saja, kepalaku pusing," jawab Syafa sambil memijat pelipisnya.

Ucapan ibu mertuanya tadi masih terus terngiang di kepalanya. Sesaat sebelum mereka masuk kedalam pesawat pribadi. Wanita itu membisikan sesuatu yang membuatnya merasa frustasi.

"Berikan kami bayi lucu dan sehat."

Perkataan itu seilah terus berulang di benaknya. Membuat Syafa semakin tertekan dan kacau. Belum genap seminggu mereka menikah, tapi keluarga suaminya sudah mulai berulah. Bagaimana jika mereka tahu, bahwa selama ini dirinya dan Syarif, belum melakukan hubungan suami istri sama sekali.

"Apa kau sengaja mengundang, Ben. Sebenarnya apa yang kau inginkan? Aku telah mengatakan semua padamu, tetapi selama ini kau seperti sengaja mempermainkanku," kata Syafa, menatap garang sang suami yang sedang fokus di balik kemudi.

"Abi yang mengundangnya," jawab Syarif singkat, tanpa mengalihkan pandangan dari jalanan di hadapannya.

Syafa terdiam, dia berpikir sejenak. Mencoba mencerna jawaban yang diberikan suaminya.

Memang masuk akal jika Ben diundang oleh ayah mertuanya, karena dia adalah salah satu dokter yang menangani tuan Rasyid.

"Lalu, apa alasanmu menerima perjodohan ini?" tanya Syafa lagi, seolah masih belum puas.

"Bukankah seharusnya sangat mudah untuk orang sepertimu memilih gadis lajang, yang jauh lebih cantik dan kaya dariku?"

Sebenarnya Syafa masih merasa penasaran, dengan pria yang menikahinya itu.

Sejak awal dia telah mengatakan semua dengan jujur. Namun, Syarif sama sekali tidak mengatakan apapun tentangnya. Gadis itu merasa tidak adil, jika hanya dirinya saja yang mengungkapkan masalahnya.

"Kenapa kau memilih gadis asing sepertiku?" Gadis itu masih terus mencoba.

"Padahal keluargamu bilang, kau sudah beberapa kali dijodohkan," sambungnya.  "Aku sudah mengatakan semua padamu, sekarang giliranmu untuk jujur!"

Syarif bergeming, dia hanya sekali melirik ke arah istrinya, yang tampak manis dengan wajah kesal dan penasaran itu.

Pria tampan itu tersenyum tipis, dan kembali memfokuskan diri pada kemudi. Membiarkan Syafa bergulat dengan rasa ingin tahunya sendiri.

"Aku mau makan bakso," ucapnya tiba-tiba.

Setelah berusaha untuk mengorek informasi, tetapi tidak membuahkan hasil, perutnya pun, jadi terasa lapar.

"Beberapa meter dari sini, ada warung bakso solo. Tepat di sebelah kanan rumah sakit Ibnu Sina. Kita makan di sana, aku lapar!" Syafa menyandarkan tubuhnya dan menghela nafas berat.

Berbicara dengan Syarif, membuatnya seperti orang tolol. Pria itu seperti orang bisu, yang membuatnya semakin jengkel.

"Ayo!" Syarif menghentikan mobil tepat di parkiran sebelah kiri warung bakso yang dimaksud istrinya.

Membuat Syafa lagi-lagi dibuat terkejut dengan kelakuan sang suami.

Tadinya gadis itu mengira, suaminya tidak akan mau makan di tempat seperti itu. Nyatanya pria itu justru malah keluar dari mobil tanpa menunggunya.

"Kau?" Syafa duduk dengan ekspresi tak percaya, melihat suaminya itu dengan santai duduk di warung tersebut.

Beberapa pengunjung memperhatikan mereka. Kedatangan Syarif dan Syafa sedikit menyita perhatian. Karena selain mobil mereka yang sangat mencolok, Syarif tampak begitu kontras berada diantara para pengunjung lain. Walaupun pria itu hanya memakai celana jeans dan kemeja biasa.

"Monggo, Mbak Syafa. Lama ndak pernah mampir. Sekalinya datang bawa suami baru. Selamat ya, Mbak," ucap pak Slamet, pemilik warung tersebut.

Semua orang tentu sudah mendengar pernikahan putri dari pemilik rumah sakit Ibnu Sina, dengan putra kedua Al-Hassan Group.

Sehingga hampir semua orang yang mengenal Syafa, tahu jika pria yang bersamanya itu adalah suaminya. Yang membuat heran beberapa orang di sana adalah, sang putra miliarder itu mau duduk dan makan bakso di pinggir jalan seperti saat ini.

"Sudah tidak lapar?" tanya Syarif ketika dia melihat istrinya hanya diam menatap bakso di hadapannya.

"Ini lezat, pantas kau menyukainya," kata pria itu lagi, sambil memakan baksonya dengan lahap.

Sebenarnya Syafa sangat lapar, tetapi lagi-lagi selera makannya hilang, karena ulah suaminya itu.

Sebenarnya niatnya tadi  ingin membuat Syarif kesal, dengan mengajaknya makan di pinggir jalan. Dia pikir suaminya itu tidak akan pernah mau. Namun, sekali lagi usahanya untuk membuat pria itu marah dan membencinya, gagal.

Syafa mendengus kesal, dan memakan baksonya dengan lahap.

Dia merasa suaminya adalah orang yang sangat sulit ditebak. Pria yang membuat hidupnya kacau balau itu. Yang seolah bisa membaca semua pikiran dan rencananya.

***

"Ini?"

Syafa mengerjapkan matanya beberapa kali. Dia bahkan hampir tidak mempercayai penglihatan sendiri. Saat ini mereka baru saja tiba di mansion kediaman keluarga Abdullah Al-Ghifary.

Sesuatu yang membuatnya kembali seperti dibodohi. Awalnya dia pikir mansion milik salah satu keluarga terkaya di Asia itu. Adalah sebuah rumah megah bergaya Eropa atau American classic, yang dipenuhi dengan berbagai fasilitas mewah.

Namun, semua dugaannya tersebut salah. Dia bahkan berpikir, jika kekayaan mereka itu hanya sebuah gossip saja.

Mobil mereka baru saja berhenti di depan sebuah pagar beton setinggi 3 meter, dengan gerbang besi berwarna hitam.

Tidak terlihat bangunan tingkat, atau megah dari balik pagar tersebut. Karena itulah Syafa merasa agak aneh.

"Welcome home, semoga kau menyukai rumah keluarga kami," kata Syarif sambil menekan tombol remot, yang tergantung bersama kunci mobilnya.

Gerbang besi bercat hitam itu terbuka, menyajikan sebuah pemandangan yang lagi-lagi membuat Syafa merasa terkecoh. Jika dari luar pagar tempat ini tampak biasa saja.

Dari dalam berbeda lagi kenyataannya. Syafa seperti masuk kedalam dimensi waktu yang berbeda.

Mobil mereka berjalan perlahan memasuki sebuah jalan berbatu, yang kanan kirinya ditumbuhi pepohonan dan bunga perdu yang cantik.

Bahkan ada kolam ikan dan sungai buatan, yang mengalir di sepanjang jalan tersebut.

Sekitar 500 meter masuk kedalam, mobil mereka berbelok ke arah kiri. Syarif memarkir range Rover putih miliknya, bersama deretan mobil lain yang hampir 80% nya adalah jenis super car.

Tempat parkir itu seperti lapangan berlantai keramik khusus carport, dengan atap kanopi yang kokoh.

Ada sekitar 7 super car, termasuk mobil suaminya, dan beberapa mobil jenis minibus serta sedan. Total ada sekitar 12 mobil disana.

"Ayo, semuanya sudah menunggu kita," kata Syarif, menyadarkan Syafa dari kekagumannya.

Gadis itu seperti orang linglung. Dia kembali merasa dipermainkan oleh keadaan. Jika tadi dia menganggap mansion ini terlalu sederhana, dan bahkan mengira kekayaan suaminya hanya gosip.

Sekarang dia dibuat bergidik  ngeri dengan apa yang terlihat sesungguhnya.

Ini bukan mansion, tapi ini seperti miniatur pedesaan. Mulai dari jalannya, taman yang mengelilinginya, sampai pada bangunan yang ada di sana.

Memang bukan rumah megah bergaya Eropa yang mewah. Tetapi sebuah rumah kayu bergaya Jawa tradisional, lengkap dengan berbagai ukiran-nya. Dan hampir 80% semua terbuat dari kayu jati dan kayu ulin kualitas terbaik. Syafa semakin dibuat penasaran oleh keluarga suaminya.

"Selamat datang di rumah, Nak." Suara lembut menyapa mereka, ketika menapaki tangga teras, dengan bentuk joglo yang luas.

Bangunan depan rumah ini, seperti pendopo dalam film kolosal Jawa yang pernah dilihat Syafa.  

"Bagaimana perjalanan kalian? Pasti melelahkan." Ny. Annisa memeluk menantu dan putranya, secara bergantian.

"Sebaiknya kalian istirahat dulu, selepas sholat Isyak nanti, kita makan malam bersama." Suara serak dan dalam dari tuan Rasyid, membuyarkan lamunan Syafa, yang tengah mengagumi rumah keluarga suaminya.

"Ayo, Nak. Kita masuk dan istirahat," ajak Ny. Annisa.  

Saat masuk kedalam rumah, Syafa semakin dibuat takjub dengan arsitekturnya.

Jika diluar dia melihat dekorasi Jawa kuno yang kental, dengan keasrian pedesaan yang mempesona.

Di dalam sana, Syafa melihat desain interior bergaya Mediteranian yang hangat dan nyaman. Dengan perabot dan pernak-pernik di setiap sudutnya.

Sungguh, masuk kedalam rumah ini, seperti terlempar ke dalam beberapa cultur yang berbeda.

Syafa menyukai setiap detail ormanen dan furniture di rumah mertuanya ini. Semuanya  seperti menggambarkan pribadi pemiliknya. Keluarga Abdullah Al-Ghifary yang tampak sederhana di luar, tetapi begitu mewah dan menakjubkan di dalam.

Sayangnya, rasa kagum dan kesukaannya pada rumah itu berakhir, ketika mereka berdua tiba di dalam kamar. Syarif mengunci pintu sesaat setelah mereka masuk, dan duduk di sofa.

Membuat degup jantung Syafa berdetak begitu cepat. Dia tidak berani melihat suaminya, dan memilih untuk mengambil baju ganti dari koper. Segera masuk kedalam kamar mandi dan mengunci dirinya di sana.

Segala sesuatu tentang mansion milik keluarga suaminya, telah membuatnya lupa dan hampir terbuai.

Sekarang tidak ada lagi yang bisa menolongnya, selain Allah. Kenyataan apakah Syarif akan meminta haknya sebagai suami malam ini, atau tidak. Membuat Syafa seperti ikan di daratan, hati dan jiwanya bergejolak tak tenang.

Tok tok tok

Suara ketukan dari luar pintu kamar mandi, membuat Syafa terlonjak kaget. Tubuhnya mulai bergetar, memikirkan apa yang mungkin terjadi setelah ini.

"Ya Allah, tolong selamatkan aku," gumam Syafa lirih, gadis itu hampir menangis karena ketakutan.

Jika di rumahnya sendiri, dia masih mungkin menghindar. Namun, sekarang, siapa yang bisa menolongnya dari cengkeraman pria bermata hitam tajam itu?

"Syafa?" Suara Syarif terdengar mengerikan di telinga gadis itu.

Tok tok tok

Kembali ketukan terdengar, dan membuat Syafa semakin gemetaran.

 

###

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Penakluk Hati Sang Billionaire   Bab 41. Curahan Hati Sang CEO

    "Ummi tidak ingin mencampuri masalah kalian, Nak. Tapi Ummi sedih melihat kalian berdua seperti berseberangan." Ny. Annisa akhirnya tidak dapat menahan lagi. Wanita berwajah kalem dan ramah itu, merasa hubungan putranya dan sng istri sudah dalam taraf yang harus di selesaikan segera. Sebagai seorang ibu sekaligus wanita, yang telah memakan asam garam kehidupan. Sang istri miliarder berdarah arab tersebut, dapat denga jelas melihat kejanggalan dalam pernikahan putra keduanya. "Ummi tidak ingin melihat kalian menderita, terlebih Syafa yang saatbini tengah mengandung anak kalian. Dia butuh ketenangan dan kenyamanan selama menjalani kehamilan ini," kata Ny. Annisa dengan lembut. Meskipun Syarif adalah putra kandungnya, diamtetap tidak ingin terlalu kuat campur. "Ummi hanya ingin membantu, mungkin dengan kau menceritakan semua dengan jujur. Ummi bisa memberikan saran," lanjutnya, sambil mengelus lengan Syarif. Setelah beberapa hari tinggal dan mengurusi bisnis di Balikpapan, Ny. Annis

  • Penakluk Hati Sang Billionaire   Bab 40. Perubahan Sikap

    Steven menatap pria yang berdiri dan memegang tangannya dengan pandangan tidak suka. Sementara Syafa menatap orang yang sama dengan keterkejutan yang tidak dapat ia sembunyikan. Dia sama sekali tidak mengira jika suaminya kini berdiri dihadapannya, memegang tangan teman masa lalunya dengan sorot mata tajam. Jelas terlihat Jika sang CEO tidak menyukai pria berwajah blasteran tersebut. "Mas, Syarif?" gumam Syafa pelan dengan suara tercekat. Syarif melepaskan genggaman tangannya pada Steven dan menatap Syafa dengan sorot intimidasi yang menakutkan. Syafa tahu suaminya sedang tidak senang. "Kau mengenal pria ini?" tanya Steven menatap Syafa yang masih tercengang di tempatnya. Dalam hati Syafa sedang bingung dan takut. Dia takut Syarif akan salah paham padanya, dan bingung bagaimana cara menjelaskan tentang semua ini. Syafa juga masih belum bisa mengerti, bagaimana suaminya bisa berada di tempat itu. Biasanya Syarif akan pulang dari kantornya, sekitar jam 8-9 malam. Kecuali memang

  • Penakluk Hati Sang Billionaire   Bab 39. La Laguna dan Seorang Teman Lama.

    "Mau kemana?" tanya Syafa saat Syarif mengemasi pakaiannya ke dalam koper. "Aku akan ke Kalimantan besok pagi, ada beberapa pekerjaan yangnharus aku sendiri yang menangani." jawab Syarif "Berapa lama?""Mungkin tiga atau empat hari. Karena akuningin melihat tambang barunkami di muaralawa. Setelah itu menghadiri pernikahan putri rekan bisnis Abi di sana." Syarif mengatakan semuanitu tanpa melihat istrinya. Diamgokus mengemas dan menyiapkan emua barang yang dia butuhkan selama berada di tanah kelahirannya itu. "Aku menyimpan vitaminmu di laci, jangan lupa meminumnya stelah sarapan dan sebelum tidur. Mbok Minah dan mbak arus sudah aku berikan jadwal makananmu selama seminggu, sesuai yang dianjurkan dokter Anna." Syarif,enutuo kopernya dan menatap sang istri. "Tolong jaga diri baik-baik selama akuntidak di rumah, jangan berpikir untuk menyakiti anak-anak," kata Syarif pelan tetapi penuh penekanan. Entah kenapa setelah kejadian Syafa menyembunyikan kehamilannya waktunitu, membuat Sya

  • Penakluk Hati Sang Billionaire   Bab 38. Kegalauan Hati Sang Putra Billionaire.

    Stella dan dokter Anna yang kebetulan belum sampai keluar dari rumah mereka, segera berlari dan menghampiri Syafa. Saat mendengar teriakkan Syarif. Dua dokter rekan kerja Syafa tersebut, segera mengikuti langkah sang CEO menuju kamar mereka d lantai atas untuk memeriksa kondisi Syafa. Seluruh keluarga tampak panik, Ny. Annisa dan Ny. Fatima, dan Amira, segera ikut ke kamar sementara para lelaki tetap di bawah untuk menemani para tamu yang sedang berpamitan untuk pulang. Semua orang terlihat khawatir, tetapi mereka yakin Syafa dan kedua bayinya baik-baik saja. "Bagaimana dokter?" tanya Syarif setelah dokter Anna selesai memeriksa.Untung saja anggota dokter masih membawa peralatannya di tas. Karena mereka berangkat langsung setelah tugas dari rumah sakit. "Tekanan darahnya naik. Saya belum bisa memastikan, tetapi Syafa sepertinya sedang kelelahan dan stres. Dia butuh istirahat saat ini," kata dokter Anna menjelaskan. Sementara Syafa perlahan membuka mata ketika beberapa saat sang

  • Penakluk Hati Sang Billionaire   Bab 37. Merasa Terasing

    Seluruh keluarga besar Syarif dan Syafa hadir dalam acara syukuran kehamilan Syafa. Semua rekan bisnis dan juga teman-teman mereka juga di undang semua. Rumah bergaya klasik modern, dengan halaman luas tersebut penuh dengan kebahagiaan dan kehangatan. Terlebih saat mengumumkan jika Syafa sedang mengandung bayi kembar. Rona bahagia tidak dapat ditutupi oleh semua anggota keluarga. Membuat Syafa merasa cukup kesulitan untuk menampakkan ekspresi bahagia, ditengah kegundahan dan kegalauan yang dirasakannya. "Aku tidak menyangka kalian akan memiliki bayi kembar," kata Almeera, menghampiri Syarif dan Syafa yang sedang duduk. "Selamat, Rif. Semoga kehamilan dan persalinannya nanti lancar." Almeera tersenyum, meskipun dalam hatinya tidak terlalu senang. "Bagaimana dengan permintaan tolongku? Apa kau sudah mempertimbangkannya?" Almeera tidak ngin menyia-nyiakan peluang untuk meminta pertolongan Syarif. Minggu depan sidang pertama hak asuh anaknya, akan segera di gelar. Karena mantan suam

  • Penakluk Hati Sang Billionaire   Bab 36. Sikap Tegas Sang CEO

    Syarif dan Syafa masih duduk termenung di tempatnya. Dua buah kelapa muda dan beberapa camilan de meja terlihat utuh tak tersentuh. Mereka saling berhadapan tetapi seperti berada dalam dimensi yang berbeda. Sesekali hanya terdengar suara Isak tangis Syafa yang membelah keheningan. Suasana kafe pagi itu belum terlalu rame, sehingga hanya mereka berdua yang saat ini mengisi meja di bagian outdoor resort tersebut. "Aku sudah memutuskan," kata Syarif beberapa saat setelah memikirkan tindakan apa yang harus dia lakukan saat ini. Syafa mengangkat kepala dan menatap sang suami dengan perasaan cemas. "Karena kau telah memutuskan sesuatu tanpa berunding denganku sebelumya. Aku juga akan memutuskan semuanya secara sepihak." Deg, Belum reda semua kekalutan di hatinya, Syafa kembali diterpa gelombang rasa takut dan kepanikan, mendengar ucapan Syarif barusan. "Setelah anak-anak lahir, dan kau selesai masa nifas. Aku akan menceraikanmu. Sesuai perjanjian kita, hak asuh anak-anak berada pada

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status