Share

03. Malapetaka

***

Misha memandang keluar jendela. Bea masih terlelap di kursi belakang. Mereka sudah hampir mencapai enam jam perjalanan. Ia belum bertanya pada Jett, kemana lelaki itu akan membawa dirinya dan Bea.

Mereka baru berhenti sekali di sebuah pom bensin. Bea ingin buang air kecil dan Land Rover Defender milik Jett tentu membutuhkan bahan bakar.

Bea sempat menikmati segelas susu coklat hangat dari minimarket. Sebelum gadis kecilnya kembali naik ke kursi belakang dan melanjutkan tidurnya. Jett sempat menyelimuti Bea dengan selimut flanel dari bagasi belakang dan menepuk pelan pahanya beberapa kali agar Bea kembali terlelap.

Misha masih berdiri di depan kap Land Rover sambil meregangkan tubuhnya. Terlalu lama duduk di mobil membuat punggung terasa pegal. Pikirannya masih kalut sejak kejadian penyerangan siang tadi.

“Hey, Misha!” Jett menyebut namanya dan menariknya mendekat. Lelaki itu sudah menyandarkan tubuh di depan mobil miliknya yang berwarna hitam doff. 

“Misha, sudah tidur kembali?”

Jett mengangguk. “Masih memikirkan penyerangan tadi siang?”

“Hal yang aku ingat adalah saat kau pergi untuk mengambil pizza. Aku mendengar gedoran kasar dari pintu dan saat itu pula alarm rumah berbunyi.” Misha menyandarkan punggungnya pada dada Jett. Lelaki itu memijat bahunya pelan.

“Hal pertama yang kau lakukan adalah pergi ke ruang bawah tanah sambil membawa Bea, begitu kan?”

“Ya, aku bahkan tidak sempat membawa apapun selain menggendong Bea dan boneka kelincinya.”

“Tindakan pintar, Misha. Terlambat sedikit, aku tidak tahu apa yang akan mereka lakukan terhadap kalian.” Jett membalik tubuh Misha dan mendekapnya.

Saat itu pula, terdengar isak dari Misha. Segala kekhawatirannya berhasil dibongkar oleh Jett. Tangan besar lelaki itu mengelus punggungnya pelan.

“Tidak apa-apa, Mish. Kalian sudah aman.” Jett memandang wajah Misha yang kini terlihat kusut karena tangis. “Maafkan aku karena sempat meninggalkanmu dan Bea.”

Mendengar perkataan Jett, Misha hanya bisa mengangguk dan menarik lengan kekar yang kini kembali mendekapnya.

“Kita akan kembali ke Houston. Mexico sudah tidak aman lagi untuk menyembunyikan kalian dari kejaran Gramova.”

Misha bergidik mengingat keluarga Gramova. Keluarga Gramova adalah salah satu mafia tertua dan terkejam di Rusia. Mendiang ayahnya adalah salah satu ilmuwan yang bekerja di lab milik Gramova. Saat Misha dibawa pulang ke Moskwa dan ayahnya secara tidak sengaja melihatnya memecahkan beberapa rumus yang tertulis pada whiteboard di meja kerjanya dengan mudah. 

Sejak kabar itu terdengar ke telinga pemimpin Gramova, Misha otomatis menjadi tawanan mereka. Kepandaiannya ditukar dengan nyawanya. Belum lagi, saat mereka tahu ia sedang mengandung seorang bayi. Mereka tidak hanya mengancam hidupnya, tapi juga hidup calon bayi yang saat itu dikandung Misha.

Ia dipaksa sekolah dan mengambil keahlian di bidang molecular biology. Ayahnya tidak bisa berbuat apapun untuk membebaskan Misha karena ia sendiri juga adalah tawanan Gramova selama berpuluh tahun.

Entah harus bangga atau karena kondisi tertekan yang dialaminya, Misha berhasil menyelesaikan pendidikan S3 hanya dalam jangka waktu lima tahun penelitian. 

Hingga kemudian, ayahnya meninggal karena serangan jantung. Misha lalu didapuk sebagai kepala lab milik keluarga Gramova. Ia dipaksa memproduksi sejumlah senjata biologi seperti virus berbahaya untuk dijual pada pasar gelap. Senjata biologi tersebut termasuk barang yang nilai uangnya tinggi seperti senapan api dan obat-obatan terlarang yang dibutuhkan dalam wilayah konflik.

Saat Jett hadir menyelamatkan dirinya di sebuah gudang bawah tanah. Dalam keterbatasan waktu, Jett menyebutkan bahwa ia adalah pengawal yang disewa khusus oleh Gio Baratta, atau kayak tirinya. Gio baru mengetahui bahwa selama ini Misha diculik dan dijadikan sapi perah untuk Gramova yang kejam. 

[“Liontin ini milik ibumu, kan?”] Saat itu Jett menunjukkan sebuah liontin yang memang milik mendiang ibunya. Jett memperlihatkannya sebagai bukti bahwa ia memang utusan Gio. Tanpa perlawanan, Misha mempercayakan nyawanya pada Jett apapun yang akan terjadi.

Jett mengecup puncak kepalanya. Membuyarkan isi lamunan Misha yang berisi latar belakang kehidupannya selama di Moskwa. Jett menjelaskan bahwa ia tidak bisa membawa Misha dan Bea langsung pulang ke Chicago atau pun Houston, kota kelahiran dan Misha tumbuh besar. 

Dalam sambungan telepon satelitnya, Gio menyebutkan bahwa situasi masih belum aman. Membawanya pulang kembali ke rumah sama saja mengundang Gramova mengacak-acak Chicago atau daerah kekuasaan Gio. Jika kakak tirinya sudah berkata seperti itu, maka memang situasi pun sepertinya sedang kacau. Meski sepanjang delapan tahun itu, Misha dikurung di sebuah lab penelitian tapi ia tahu kekuasaan Gramova sangatlah luas. 

“Perjalanan menuju Houston memang masih tiga puluh jam lagi tapi aku tidak mau mengambil resiko dengan menginap sebelum kita mencapai perbatasan Mexico.” Jett menggandeng Misha dan membuka pintu mobil untuknya.

Misha duduk dan menyandarkan punggungnya. Jett menarik tuas kursi penumpang dan menurunkan sandaran. 

“Cobalah agar kau juga beristirahat seperti Bea ya.” Jett lalu mengecup kening Misha, “Aku usahakan kita akan bisa mencapai perbatasan Mexico sebelum tengah hari.”

Misha hanya bisa mengangguk. Tubuhnya lelah setengah mati. Kadang ia merasa kepandaian yang diwariskan ayahnya secara genetis adalah sebuah kutukan. Jika kepintaran hanya akan membuat hidupnya dan Bea tidak aman, maka Misha rela membuang semua talenta yang dimilikinya. Misha tidak mau kemampuannya disalahgunakan oleh Gramova untuk merugikan umat manusia karena senjata biologi yang diciptakan dari tangannya sendiri.

Jett mengelus kening Misha. Mengusap kedua alis Misha dengan ibu jarinya. Pijatan itu sama mujarabnya dengan pijatan pada bahunya beberapa saat lalu. Kantuk mendadak menyerangnya, Misha menutup mata dan dengkur halusnya bersahutan dengan Bea.

***

Misha bangun dengan pijatan pada punggung tangannya. Sinar matahari menyerang kelopak matanya. Jett sempat menurunkan penahan cahaya silau di atas kepala Misha untuk melindunginya. Sayup-sayup terdengar suara seruputan Bea yang sedang menikmati minuman jus kemasannya. 

“Mommy,” Bea memanggilnya, “Uncle Jett bilang kita akan segera pulang ke kota kelahiran Mommy.”

Misha mengusap matanya dan menggeliatkan tubuhnya. Ia lalu menggerakan lehernya ke kanan dan kiri. Hal pertama yang menyambutnya pagi ini adalah senyuman Jett dari balik kemudi.

“Sayang,” Misha memandang Bea yang sudah menghabiskan jus kemasannya. “Kemari, cium Mommy dulu.”

Bea menurut dan menggerakan tubuh kecilnya. Mencium wajah ibunya dengan bersemangat.

Hey, kau tidak adil, Bea!” Jett memprotes, “Mengapa aku tidak mendapat ciuman pagi juga?”

Bea mengangkat alisnya, “Baiklah, Uncle Jett.” Bea mengalungkan kedua tangan kecilnya pada leher Jett dan menghujam pipi lelaki itu dengan ciuman beruntun. Tindakan yang membuat ketiganya tertawa bersama sejenak.

Hey, Bea. Dengarkan aku, sebentar lagi kita akan melewati pemeriksaan perbatasan. Nanti ada beberapa petugas yang akan memeriksa surat-surat milikku dan ibumu. Jangan sebut apapun soal Moskwa atau kejadian kemarin di rumah pohon, okay?” Jett menjelaskan perlahan pada Bea yang masih memeluk lehernya.

Bea mengangguk, “Aye-aye, Captain!” Bea adalah salah satu anak yang pandai membaca situasi. Sama halnya dengan kejadian penyerangan kemarin. Tidak seperti anak kecil lain yang mungkin akan menangis atau berteriak histeris saat menyusuri terowongan bawah tanah yang gelap gulita, tapi Bea menunjukkan hal sebaliknya. Bea tetap tenang sambil mendekap boneka kelinci miliknya.

***

Proses penyeberangan perbatasan dari Mexico menuju Amerika dilalui dengan mudah. Jett memang sudah menyiapkan tiga paspor untuknya, Misha dan Bea. Ia menggunakan nama keluarga samaran dan membuat mereka seolah keluarga kecil yang sedang selesai berlibur dari Mexico.

Setidaknya, ia kini sudah bisa merasa lega karena sudah melewati perbatasan dan menuju San Antonio. Sepanjang perjalanan sepuluh jam terakhir isi kepala Jett penuh oleh segala hal buruk yang mungkin saja sedang mengejar Misha dan putrinya. Ia sudah sempat mengabari Marco, atasan dan timnya. Jett membutuhkan penginapan agar ia bisa mengakses informasi terbaru dan merebahkan diri karena mereka masih harus mengejar sisa sepuluh jam perjalanan lain menuju Houston melalui jalur darat.

“Beberapa malam kedepan kita menginap disini dulu ya,” ujar Jett pada Bea dan Misha. Bea menunjukkan antusiasmenya karena sebagai anak kecil ia tidak terlalu paham dengan situasi bahaya yang sedang mengejar ibu dan dirinya. 

Hal yang Bea sadari adalah selama tiga minggu terakhir ia sudah terbebas dari lingkungan lab. Cuaca di Moskwa yang hampir selalu mendung dan pakaiannya yang cenderung monokrom berganti menjadi cerah penuh warna sejak Jett datang menjemputnya dari Moskwa.

Pengalamannya tinggal bersama Jett cukup berkesan pada isi kepala Bea. Ia dapat menikmati sinar matahari Acapulco sepanjang hari. Cuaca malam pun sama hangatnya. Bea selalu mengenakan pakaian berwarna cerah khas pantai dan berbahan tipis. Ia pun bisa menangkap senyum Mommy sepanjang hari. Bea paham ibunya bahagia karena tidak perlu lagi bekerja di balik belakang meja laboratorium milik Tante Jelena.

***

Jett menurunkan dua tas sedang dari bagasi. Keduanya berisi senapan api yang dikamuflase dengan tumpukan pakaian milik mereka bertiga yang sudah disiapkan Jett. Kadang ia heran sendiri dengan segala persiapan yang dimilikinya. Bahkan, teman satu timnya selalu mengejek Jett, dengan mengatakan bahwa ia terobsesi dengan segal hal yang berbau kerapihan.

Mereka menempati dua kamar yang terhubung dengan connecting door. Misha dan Bea di kamar yang lebih besar dengan ranjang berukuran King, sedangkan Jett menempati kamar yang lebih kecil.

Jett memberi instruksi agar sepasang ibu dan anak itu tidak keluar dari kamar tanpa sepengetahuannya. Ia menutup pintu penghubung karena Jett harus segera melakukan sambungan video call dengan rekan satu timnya terkait pelaku penyerangan terhadap Misha kemarin.***

Add this book to your library! Love and Vote!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status