Jìng Zhenjun Wángyé melangkah dengan anggun di atas arena, napasnya stabil, ekspresinya tetap tenang. Dalam sekejap, ia mengalahkan lawan pertamanya, lalu yang kedua, dan tak lama berselang, yang ketiga pun tersungkur tanpa daya. Léi Lián Jiàn, Pedang Petir Teratai miliknya, bahkan belum mengeluarkan separuh dari kemampuannya yang sesungguhnya. Namun, tiga lawan yang telah jatuh tak berdaya menjadi bukti bahwa dirinya belum menemukan tandingan sepadan.
Sesuai peraturan, hanya mereka yang menang tiga kali berturut-turut yang berhak maju ke babak selanjutnya. Karena itu, kini ia harus menunggu lawan berikutnya.Di tribun penonton, Lei menatap pedang itu dengan ekspresi rumit, antara kagum dan waspada. Ia bergumam, suaranya nyaris tertelan sorak-sorai di sekitar mereka. "Léi Lián Jiàn... pedang yang hebat."Di sampingnya, Yāo Ming melirik sekilas sebelum berkomentar santai, "Hampir mirip dengan pedangmu, bukan?"Lei tersenyum tipis, tatapannya masihDalam satu gebrakan, Qing Héng Zhì merobohkan lawannya dengan telak. Tanpa menggunakan senjata, hanya dengan satu pukulan yang menghantam dada lawan. Pukulannya presisi, cukup kuat untuk membuat lawan tak berdaya, tetapi tidak mematikan.Sorak-sorai penonton bergemuruh memenuhi arena. Debu tipis masih melayang di udara akibat benturan tubuh yang jatuh ke tanah. Para murid yang menyaksikan pertarungan itu saling bertukar pandang dengan ekspresi penuh keterkejutan dan kekaguman. Sangat jarang ada kultivator yang hanya mengandalkan tangan kosong dalam pertempuran, apalagi di tengah ajang seperti ini."Wah, dia hebat sekali!" seru Huànyǐng dengan mata berbinar. Kekaguman dalam suaranya begitu kentara. Bahkan Lei dan Yāo Ming, yang biasanya lebih tenang, tidak bisa menyembunyikan keterkejutan mereka.Selama ini, Qing Héng Zhì sering diremehkan. Usianya yang lebih muda dibanding peserta lainnya membuatnya kerap dianggap lemah. Namun, dengan sekali pukulan, dia m
Sorak-sorai membahana, menyelimuti tempat itu dengan riuh kemenangan. Tiga laga berturut-turut telah berakhir, dan Qing Héng Zhì keluar sebagai pemenang mutlak dengan tangan kosong."Dia berhasil lolos!" seru Yāo Yu dengan gembira, langsung merangkul Qing Yǔjiā. Keduanya tertawa lega, berbagi kebahagiaan atas kemenangan yang baru saja diraih.Lei dan Yāo Ming tersenyum kecil, sementara Ling Qingyu menyambut Qing Héng Zhì dengan pelukan hangat. Di sisi lain, Liú Zhǎng dan Yuè Lǜ Shén Jūn juga terlihat puas, meski tetap menjaga sikap mereka.Tak jauh dari mereka, Huànyǐng tampak bergelayut di lengan Tiānyin, seolah menjadikan pemuda itu sebagai sandarannya. Tanpa peduli pada pandangan orang lain, ia merebahkan sedikit kepalanya ke bahu Tiānyin, menikmati kenyamanan tanpa beban."Tiānyin, ternyata benar. Ada banyak kultivator muda hebat di sekitar kita," ujarnya dengan nada santai. Seolah pertempuran sengi
Babak final dimulai setelah jeda beberapa saat. Kesempatan ini diberikan agar para peserta yang lolos bisa beristirahat sejenak, sementara berbagai pertunjukan telah disiapkan untuk menghibur penonton dan tamu undangan. Riuh rendah suara musik dan sorak-sorai mengisi udara. Namun, bagi mereka yang akan bertanding, kegelisahan lebih mendominasi daripada kesenangan.Di antara para peserta yang menanti giliran, Lei menghela napas panjang. "Kita tidak bisa mengetahui siapa lawan kita sebelum babak final dimulai," keluhnya.Liú Zhǎng baru saja mengumumkan aturan itu sesaat setelah mereka memastikan diri lolos ke final."Itu untuk menghindari kecurangan," sahut Liú Zhǎng dengan senyum kecil, seakan mengerti kegelisahan Lei."Kau benar, Liú Qianbei," Huànyǐng mengangguk, berusaha menerima keputusan tersebut dengan lapang dada."Pada intinya, di turnamen ini kita tidak bisa memilih lawan." Yu
Aroma ramuan herbal memenuhi udara, membawa ketenangan sekaligus kebingungan begitu Yāo Yu menghunus pedangnya. Di tengah arena, Ling Qingyu berdiri tegak, matanya terpaku pada pedang yang berada di genggaman Yāo Yu."Tiān Xiāng Jiàn, Pedang Aroma Surgawi," gumamnya pelan. Seolah tak percaya harus menghadapi senjata legendaris itu."Ling Xiōng, jangan ragu! Keluarkan Mo Hua!" seru Yāo Yu seraya mengangkat pedangnya, siap menyerang.Ling Qingyu menghela napas. Meskipun sedikit gugup, ia tidak memiliki pilihan selain mengikuti kata-kata Yāo Yu. Dengan gerakan cepat, ia menghunus Mo Hua. Pedang hitam legam itu berkelebat, memercikkan cahaya pekat bak tinta yang menyebar di udara, membaurkan jarak pandang."Aish, kau benar-benar cerdik, Ling Xiōng!" keluh Yāo Yu dengan nada kesal.Ia segera melompat ke samping, menghindari gumpalan hitam pekat yang berputar di sekelilingnya. Ilusi tinta, salah satu kekuatan mengerikan Mo Hua—dapat menyesatkan
Yāo Yu membelalakkan mata saat bisikan halus menyelinap di telinganya. Refleks, ia berbalik cepat—namun seketika, selarik tinta hitam menyambar ke arahnya. Dengan gerakan secepat kilat, ia menangkis serangan itu menggunakan pedangnya, menciptakan jejak gelap yang terhapus dalam hembusan angin.Aroma herbal yang menyengat segera memenuhi udara. Itu aroma yang paling dibenci Ling Qingyu—sesuatu yang membuatnya mual seketika. Dengan gerakan cepat, pemuda itu melompat menjauh, napasnya memburu."Cih! Hanya seperti itu saja, Ling Xiōng?" seru Yāo Yu dengan nada mengejek.Ling Qingyu mendengus kesal. Ia tidak punya waktu untuk memikirkan mual yang menggelayuti perutnya. Dengan mata menyala-nyala, ia berbalik dan menyerang lagi, mengabaikan bau ramuan yang seakan mengepungnya."Hēi, Ling Xiōng, jangan nekat!" seru Yāo Yu. Ia terkejut melihat rekannya berani menerobos serangan herbal yang biasanya membuatnya mundur tanpa berpikir dua kali.Gadis
Sementara itu, perkelahian antara Huànyǐng dan Lei berakhir saat Tiānyin melangkah di antara mereka. Sosoknya yang tegak dan tegap menjadi penengah. Huànyǐng, tanpa ragu, segera bersembunyi di balik punggung kokoh Tiānyin, menghindari tatapan berapi-api sang kakak."Yuè Èr Gōngzǐ, minggir!" seru Lei, suaranya masih sarat dengan kemarahan.Namun, Huànyǐng hanya meleletkan lidah, menatap Lei dengan ekspresi mengejek."Jian Yi," tegur Tiānyin. Suaranya tetap datar tetapi cukup untuk membuat Huànyǐng bersikap lebih tenang.Tiānyin merogoh lengan jubahnya. Mengeluarkan sebuah kantong kecil, lalu menyerahkannya pada Huànyǐng."Aiyo, Chénxī!" Huànyǐng bersorak riang begitu melihat isinya, beberapa potong kue manis dengan aroma lembut yang menggoda.Setelah menerima kantong itu, Huànyǐng menoleh ke Lei dengan senyum usil. "Lei, kau mau tidak?" tanyanya dengan nada menggoda.Lei mendengus, jelas masih kesal, tetapi tangannya teta
Xú Wén memicingkan mata menatap Yāo Yu. Meski dalam hierarki akademi ia adalah senior, bakat dan tingkat kultivasi mereka setara. Usia mereka pun hanya terpaut satu atau dua tahun.“Yāo Gūniang, mohon untuk tidak sungkan,” sapanya dengan lembut dan sopan, sembari menggenggam gagang pedangnya dengan santai.“Oh, tentu saja. Aku tidak akan sungkan, Qianbei.” Yāo Yu tersenyum manis, namun matanya menyiratkan kesungguhan.Tanpa menunggu lebih lama, pedangnya berkelebat dengan cepat. Begitu mata pedangnya berkilat, aroma harum herbal segera menguar, membungkus arena dengan keharuman yang lembut tetapi menusuk. Udara di sekeliling bergetar, seolah merespons energi yang ia lepaskan.Xú Wén menyipitkan mata, lalu tersenyum tipis. Ia mengangkat Shuāng Huá Jiàn—Pedang Bunga Salju—dan dalam sekejap, hawa dingin menyeruak liar, menjalar hingga ke tribun penonton dan tribun kehormatan. Angin dingin menusuk kulit, membuat banyak orang tanpa sadar merapatkan jub
Pertarungan antara Yāo Yu dan Xu Wen akhirnya berakhir dengan kemenangan Xu Wen. Lawannya selanjutnya adalah Qing Héng Zhì.Sejak awal, pertarungan mereka berlangsung sengit. Keduanya sama-sama kuat, memiliki kecepatan dan teknik yang sulit ditandingi. Namun, seperti halnya di pertarungan sebelumnya, Qing Héng Zhì tetap tidak menggunakan pedangnya.Xu Wen menyipitkan mata, tatapannya menyiratkan sedikit rasa meremehkan. “Qing Gōngzǐ, pedangmu pun sama seperti Tiān Xiāng Jiàn milik Yāo Gūniang,” ucapnya, nada suaranya menyiratkan tantangan.Qing Héng Zhì tersenyum tipis, ekspresinya santai seolah tak terganggu. “Itu bukan masalah untukku, Xu Qiánbèi.”Xu Wen mendengus. “Iya tentu saja, Qing Gōngzǐ. Tanganmu itu lebih kuat dari pedang mana pun di Kekaisaran Bìxiāo.”Tanpa membuang waktu, Xu Wen menebaskan pedangnya, menghunuskan hawa dingin yang langsung menyergap Qing Héng Zhì. Udara di sekitar mereka bergetar, menimbulkan kabut tipis akib
Tekanan energi semakin memuncak, membuat langit Shén Wu Gǔ bergemuruh dengan kilatan petir ungu kehitaman. Di Panggung Kehormatan, Wúshuāng Jiàn Shèng dan Yīnlǜ Shengzhe bergerak hendak turun tangan.Kaisar Jìng Yǔhàn menaikkan alisnya, menatap mereka dengan tajam. "Kalian hendak melanggar aturan Perburuan Roh?""Dia adalah putraku," Wúshuāng Jiàn Shèng berkata dengan tegas, tanpa sedikitpun keraguan di matanya. Jubah hitamnya berkibar oleh tekanan qi yang ia keluarkan."Bìxiā, ini sudah di luar kendali. Mohon berikan perintah pada kami," Jìng Jūnlán Wángyé berlutut di hadapan kaisar, wajahnya menyiratkan kekhawatiran mendalam. Bagaimanapun, ia sangat memahami kegelisahan Wúshuāng Jiàn Shèng. Adik sepupunya, Qing Héng Zhì juga terpengaruh oleh kekuatan Heibing Hùfú."Bìxiā, semua roh target dalam Perburuan Roh telah ditangkap. Dan roh ini bukanlah target para peserta. Saya rasa tidak ada masalah jika Wú
Langit di atas Shén Wu Gǔ bergetar hebat, diselubungi aura es hitam yang semakin pekat. Di tengah kabut kegelapan, sosok Jian Huànyǐng melayang, tubuhnya dikelilingi kilatan energi gelap dari Heibing Hùfú—Amulet Es Hitam.Jian Wei menghentikan langkahnya mendadak, merasakan tekanan qi yang mencekam hingga ke sumsum tulang."Huànyǐng..." matanya melebar menyaksikan kilatan aura kehitaman yang menari liar di sekeliling adiknya.Mo Chén menggenggam erat Yǐng Mó Jiàn, menyadari bahwa semua yang mereka takutkan kini telah terjadi."Sial! Tekanan energinya tidak stabil," gumam Mo Chén, mengamati bagaimana kabut hitam dari Míng Bīng Shì Pò mulai tertarik ke dalam tubuh Huànyǐng.Jian Wei dan Mo Chén berada dalam kebimbangan. Haruskah mereka menghentikan roh purba yang belum sepenuhnya lenyap, atau melindungi Huànyǐng dari kekuatan artefak yang kini tak terkendali?Tepat pada saat mereka terombang-ambing dalam dilema, Huànyǐng melesat de
Kabut hitam menelan hampir seluruh Medan Perburuan Roh, mengental seperti lumpur kegelapan yang mematikan. Medan energi menjadi tidak stabil, berfluktuasi liar bagaikan gelombang badai. Para kultivator di zona pertahanan berlutut satu persatu, qi mereka tersedot tanpa ampun.Di tengah kekacauan itu, Mo Chén dan Jian Wei berdiri bersisian, tubuh penuh luka namun tatapan mata mereka masih berkilat tajam."Satu serangan lagi," Mo Chén menggenggam Yǐng Mó Jiàn yang berkilauan dengan aura hitam keunguan. "Kau siap?"Jian Wei menatap lurus ke arah Míng Bīng Shì Pò, sosok kristal mengerikan yang kini hampir sepenuhnya diselimuti kabut hitam. "Kau tahu ini gila, kan?""Hei, bukankah semua yang kita lakukan selalu gila?" Mo Chén menyeringai, darah mengalir dari sudut bibirnya.Tanpa menunggu jawaban, Jian Wei mengangkat Shén Jiàn tinggi-tinggi. Pedangnya bersinar terang, membelah kegelapan dengan cahaya putih murni."Qián Kūn Fēn!" seru J
Tanah bergetar semakin hebat saat Mo Chén dan Jian Wei terus melancarkan serangan demi serangan terhadap Míng Bīng Shì Pò. Meski keduanya adalah kultivator berbakat dengan teknik-teknik menakjubkan, roh purba itu seperti tidak terpengaruh."Apa yang sebenarnya terjadi?" gumam Jian Wei, napasnya mulai tersengal. "Seharusnya kita sudah bisa melukainya.""Dia menyerap energi kita," jawab Mo Chén, mengamati bagaimana setiap serangan mereka justru membuat kabut hitam semakin tebal. "Semakin kita menyerang, dia menjadi semakin kuat ."Seolah mendengar percakapan mereka, Míng Bīng Shì Pò tiba-tiba mengubah postur tubuhnya. Kedua tangannya terangkat, dan kristal hitam di dadanya bersinar dengan cahaya dingin yang mengerikan."Hati-hati!" teriak Mo Chén, merasakan perubahan aura di sekitarnya.Terlambat. Roh purba itu melepaskan gelombang energi es yang menyapu seluruh area pertempuran. Berbed
Di zona pertahanan, Jian Wei berdiri tegak di depan barisan kultivator yang tersisa. Tangannya terangkat, menopang formasi pelindung yang semakin melemah setiap detiknya. Di sampingnya, Héxié Zhìzūn dan Ling Zhi menambahkan energi mereka untuk memperkuat pertahanan."Formasi ini tidak akan bertahan lama," ucap Jian Wei, keringat dingin mengalir di pelipisnya. "Jika Mo Chén tidak segera kembali ...""Dia akan kembali," potong Ling Zhi, matanya tidak lepas dari kabut hitam yang semakin mendekat. "Si bodoh itu selalu punya cara untuk selamat."Sementara itu, Ketua Wu berdiri di tengah lingkaran formasi, tangannya membentuk segel rumit. "Líng Xī Zhèn Yā!" (Formasi Penekanan Qi!)Cahaya kebiruan menyebar dari tubuhnya, menciptakan lapisan tipis yang membantu meredam efek penyedotan energi dari Míng Bīng Shì Pò. Para kultivator yang tadinya hampir kehilangan kendali atas qi mereka kini bisa bernapas sedikit lebih lega."Bertahanlah!" seru Ketua
Kabut hitam semakin menebal, bergerak seperti makhluk hidup yang menyerap segala cahaya di sekitarnya. Mo Chén berdiri tegak di depan Míng Bīng Shì Pò, pedangnya berkilau dengan cahaya keunguan yang melawan kegelapan seakan menolak untuk padam."Hei, makhluk jelek!" teriak Mo Chén, mengayunkan Yǐng Mó Jiàn dengan gerakan melingkar. "Kau datang ke pesta yang salah!"Roh purba itu tidak menunjukkan reaksi terhadap provokasi Mo Chén. Mata kristalnya yang dingin menatap kosong. Namun, aura pembunuh yang dipancarkannya semakin mengental di udara. Setiap hembusan napasnya mengeluarkan kabut hitam yang membekukan apa pun yang disentuhnya.Mo Chén melesat ke depan, meninggalkan jejak cahaya pekat. Sosoknya hampir tidak terlihat di tengah kabut hitam yang semakin tebal. Ia memposisikan pedangnya secara horizontal dan menggumamkan mantra."Yǐng Mó Jiàn Wǔ – Dì Yī Shì!" (Teknik Pedang Bayangan Iblis – Bentuk Pertama!)T
Tekanan energi dari roh ini tidak hanya membekukan suhu, tetapi juga mulai menyerap kekuatan spiritual dari semua yang berada di medan pertempuran. Para kultivator tingkat tinggi yang biasanya mampu bertahan dalam situasi ekstrem kini merasakan keterbatasan mereka. Bahkan Mo Chén, dengan kultivasi Pedang Iblisnya yang mendekati sempurna, merasakan kesulitan untuk mempertahankan aliran energi di dalam tubuhnya."Hati-hati!" teriak Ketua Wu, berusaha memperingatkan semua orang. "Roh ini akan menyerap semua qi, bahkan jiwa dari tubuh kalian. Jangan sampai terjebak dalam radiusnya!"Saat kabut semakin pekat, banyak kultivator mulai kehilangan kendali atas energi mereka—seakan kekuatan mereka perlahan menghilang tanpa perlawanan. Beberapa dari mereka jatuh ke tanah, tubuh mereka kehilangan qi secara perlahan, kulit mereka memucat dan bibir mereka membiru. Mereka tidak terluka fisik, namun jiwa mereka seolah direnggut sedikit demi sedikit.
Langit di atas Medan Perburuan Roh bergetar, seakan retakan-retakan kecil muncul di angkasa. Kabut pekat menyelimuti seluruh lembah Shén Wu Gǔ, menciptakan tekanan energi yang menekan jiwa. Para kultivator yang baru saja merayakan kemenangan seketika terdiam, merasakan aura mencekam yang bahkan lebih kuat dari kedua roh yang baru saja mereka taklukkan."Aiyo! Apa lagi ini?" bisik Jian Léi, matanya melebar menyaksikan fenomena alam yang tidak lazim di hadapan mereka.Angin dingin membeku di udara, menciptakan kristal-kristal es kecil yang melayang tanpa jatuh. Para kultivator di sekitar medan pertempuran mulai merasakan sesuatu yang tidak beres, kekuatan mereka seolah terserap perlahan tanpa mereka sadari."Jangan bergerak!" teriak Mo Chén, menyadari bahwa setiap gerakan yang mereka lakukan hanya akan mempercepat penyerapan energi mereka. "Ini bukan roh biasa!"Ketika kata-kata itu meluncur dari bibirnya, bumi bergetar hebat. Retakan es yang tajam
"Chén Gēge! Apa kita hanya menunggu salah satu di antara mereka kalah?" tanya Lei, suaranya hampir tenggelam dalam deru angin dingin yang memeluk medan pertempuran.Di hadapan mereka, pertarungan antara Wù Yǒng Lóng, si naga kabut abadi, dan Hán Shuāng Jù Rén, Titan Es kolosal, berlangsung sengit. Setiap gerakan keduanya meninggalkan jejak kehancuran—kabut beracun yang menciptakan ilusi berbahaya, serta gelombang es yang seakan membekukan waktu. Beberapa kali mereka harus berpindah tempat, menghindari ancaman yang begitu dekat."Kau mau menunggu?" Mo Chén berbalik bertanya, dengan senyum tipis yang terlukis di wajahnya. Tatapan jenakanya meluncur ke arah Lei, penuh keingintahuan."Tunggu saja sampai besok pagi!" jawab Jian Wei sambil memukul kepala Lei dengan gemas.Jian Xia tertawa melihat kejenakaan kakak dan adiknya. "Bisa-bisanya kalian bercanda di situasi seperti ini?" keluhnya. Namun, sorot matanya tetap hangat, penuh kasih sayang kepada ked