Huànyǐng masih terdiam, menunggu. Namun, Huànyǐng tetaplah Huànyǐng—menunggu dalam diam bukanlah sesuatu yang menarik baginya. Perlahan, ia bergerak naik ke tepi kolam, air yang menetes dari tubuhnya menciptakan pola lingkaran kecil di permukaan. Udara malam menyelusup ke kulitnya, membawa hawa dingin yang menggelitik pori-porinya.
Dengan gerakan santai, ia mengambil pakaiannya, tetapi alih-alih segera mengenakannya, ia justru melangkah menuju kolam di sebelah tempatnya berendam tadi. Ada kilatan nakal di matanya, dan bibirnya melengkung tipis, menyimpan niat iseng yang belum terungkap.Tanpa ragu, ia menceburkan diri ke dalam air. "Chénxī!" serunya riang, suaranya bergema di antara batu-batu besar yang mengelilingi kolam.Bunyi kecipak air yang tiba-tiba memecah keheningan malam. Riak bergelombang, membaur dengan bayangan bulan yang tergambar di permukaan air. Seorang pemuda yang tengah berendam dalam ketenangan tersentak. Matanya yang semula terpejam peAngin musim gugur bertiup sejuk melalui Lembah Xīngyè, membawa aroma dedaunan kering yang berguguran dan sisa embun pagi. Matahari siang bersinar terang di atas lembah yang luas, menyinari puncak-puncak gunung yang menjulang tinggi dengan cahaya keemasan yang hangat.Lembah Malam Berbintang ini memang terkenal dengan pemandangan langit malamnya yang menakjubkan, namun di siang hari pun pemandangannya tak kalah memukau. Cahaya matahari memantul dari bebatuan dan aliran sungai kecil, menciptakan kilauan yang menenangkan mata.Kali ini, lembah yang biasanya sunyi itu menjadi pusat perhatian karena Perburuan Roh tahunan Kekaisaran Bìxiāo akan segera dimulai.Di Kota Suǒyún, hiruk-pikuk persiapan terasa di mana-mana. Kota yang dijuluki Awan Terkunci ini memang pantas menyandang nama tersebut—dikelilingi gunung-gunung tinggi dengan kabut tebal yang senantiasa menyelimuti, bagaikan awan yang terjebak dalam cengkeraman pegunungan.Penginapan-penginapan te
Sejak Jian Huànyǐng memilih untuk tetap tinggal di Yīnluò Chéng, situasi secara keseluruhan kembali terkendali, meskipun ketegangan masih terasa samar—terutama di antara sekte-sekte dan kekaisaran. Semua pihak bergerak dengan sangat hati-hati, bahkan Sekte Aliran Roh Suci dan Seratus Ramuan, yang tidak mengalami dampak terburuk dari insiden Bìxiāo Tiěwēi, tetap waspada dalam setiap langkah mereka. Namun, ada dua orang yang paling mengkhawatirkan situasi ini . Líng Zhì, Ketua Sekte Aliran Roh Suci dan Yāo Ménzhǔ, yang merasa bahwa masih ada konsekuensi dari peristiwa satu tahun lalu. Líng Zhì memerintahkan adiknya, Líng Qingyu, untuk mendeteksi keberadaan Jian Huànyǐng dan memastikan keadaannya baik-baik saja. Namun, Líng Qingyu terlihat lebih santai dalam menanggapi perintah tersebut. "Da Gē, jangan khawatir. Segel yang aku pasang terakhir kali pada
Mo Chén menggenggam cangkir teh, memutarnya pelan di tangan. Ekspresinya tetap santai, seolah tidak terlalu tertarik dengan tawaran Jìng Jué Wángyé."Aku, Mowang, tidak memiliki ambisi berlebih," ucapnya dengan nada ringan yang justru penuh makna. "Aku tidak ingin menjadi yang terhebat atau terkuat. Aku hanya ingin mencapai keabadian di jalan kultivasiku."Suaranya mengalir seperti air yang tenang, tetapi di baliknya terkandung pengingat halus tentang siapa dirinya sebenarnya.Pria yang bersama Jìng Jué Wángyé tersenyum, lalu berkata dengan nada yang seolah menguji."Aku mempercayai dirimu, Mowang. Tetapi sebagai putra Mo Ménzhǔ, calon ketua Sekte Pedang Iblis, benarkah kau tidak memiliki keinginan apa pun?"Mo Chén tertawa kecil, lalu menoleh dan menatap pria itu lebih lama, menganalisis wajahnya dengan serius."Sepertinya kau tidak asing. Tetapi entah di mana kita
Di Xiaoyun, ibu kota Bìxiāo, suasana istana Lán Tiān Gōng tetap tenang, tetapi di balik keheningan itu, intrik politik terus berputar seperti pusaran yang mengancam menelan siapa saja yang lengah.Mo Chén duduk dengan santai di sudut taman terpencil Lán Tiān Gōng. Di Yúnyǐn Tíng, Paviliun Kabut Tersembunyi, tempat yang sementara menjadi kediamannya di bawah pengawasan kekaisaran. Meskipun statusnya sebagai sandera, ia diperlakukan bak tamu istimewa—disediakan teh terbaik dan buah-buahan lezat, tetapi tetap terkurung di dalam istana, tanpa diizinkan meninggalkan Lán Tiān Gōng atau bertemu dengan siapa pun.Saat Mo Chén tengah menikmati tehnya dengan tenang, suara seseorang tiba-tiba memecah kesunyian."Sepertinya Mowang sedang merasa bosan hari ini?"Mo Chén, yang juga dijuluki Mowang, menoleh dengan gerakan malas. Di depannya berdiri dua pria. Salah satunya adalah Jìng Jué Wángyé, putra ketiga Kaisar Yǔhàn yang dikenalnya
Huànyǐng segera melepaskan kakinya dari pinggang Léi dan turun dari gendongan kakaknya, lalu tanpa pikir panjang menghambur ke dalam pelukan Baihe Cheng."Niang!" serunya dengan suara penuh emosi.Dan dalam sekejap, air mata kembali mengalir deras di pipinya."Niang! Tiānyīn pergi yang lalu tanpa berpamitan! Huuee!"Jian Xia dan Jian Wei saling berpandangan, lalu menatap Qing Yǔjiā dengan pandangan meminta penjelasan. Qing Yǔjiā menghela napas panjang, ekspresinya penuh kepasrahan."Dia sudah merajuk selama tiga hari," katanya sambil menggelengkan kepala.Jian Xia mendekati ibu dan adiknya, lalu dengan lembut membelai rambut Huànyǐng yang berantakan."Sudah jangan menangis! Lihatlah dirimu! Hilang sudah Huànyǐng yang imut dan manis!"Léi menambahkan sambil menahan tawa, "Huànyǐng, lihat! Ingusmu menjijikan!"Dan reaksi yang diharapkan pun terjadi."Huuee, Niang! Lihat mereka menggodaku!" H
Di Hēiyǐng Shān, Huànyǐng masih bergulung di tempat tidur membelakangi Qing Yǔjiā. Selimut ditarik hingga menutupi separuh kepalanya, hanya menyisakan rambut hitam yang berantakan."Sampai kapan kau akan merajuk seperti itu, Huànyǐng?" tanya Qing Yǔjiā jengkel.Gadis cantik itu, meski kini berpakaian jauh lebih sederhana tanpa aksesoris mewah yang biasa dipakainya, berkacak pinggang di depan tempat tidur. Wajahnya menunjukkan ketidaksabaran menghadapi drama pagi ini.Qing Héng Zhì, yang menyaksikan dari sudut ruangan sambil mengayun-ayunkan kakinya di kursi, akhirnya berusaha menengahi."Jiě, jangan begitu," tegurnya pelan, merasa tidak enak hati melihat Huànyǐng yang terus-menerus diam sejak bangun tidur.Namun, Qing Yǔjiā tidak terpengaruh."Biarkan saja!" sahutnya galak, lalu menoleh pada adiknya. "Héng Zhì, kau pergi saja ke pasar. Beli beberapa bahan makanan dan bibit tanaman yang sudah habis."Qing Héng Zhì, meski