Jìng Zhenjun Wángyé tiba di area utama Perburuan Roh dengan kecepatan tinggi, pedang Léi Lián Jiàn miliknya berkilau terang di bawah cahaya sore yang meredup. Pemandangan yang menyambutnya membuat dadanya sesak—para kultivator berhamburan mencari perlindungan sementara satu sosok berambut hitam legam berdiri di tengah kehancuran dengan aura kegelapan yang mencekam.Putra kedua Kaisar itu mendarat dengan mulus, kemudian terbang mendekati pemuda yang tengah mengamuk itu dengan gerakan hati-hati."A Zhì!" panggilnya dengan suara lembut namun tegas, menggunakan panggilan akrab yang biasa dipakainya sejak mereka kecil.Qing Héng Zhì menoleh perlahan. Tatapan matanya kosong dan suram, seakan tidak ada kehidupan di balik kedua bola mata yang biasanya jernih itu. Pedang Yuán Shēng Jiàn, di tangannya masih meneteskan darah segar, berkilau mengerikan di bawah cahaya yang pudar."A Zhì, ini Gēge!" Jìng Zhenjun Wángyé melangkah pelan mendekatinya, kedua tanga
Di Panggung Kehormatan yang megah, suasana menjadi mencekam ketika para pengawas Perburuan Roh melaporkan insiden yang terjadi di medan pertandingan. Kaisar Yǔhàn berdiri dengan wajah memerah, amarah terpancar jelas dari kedua matanya yang menyala."Mowang! Tiānyù Jiànzhàn!" serunya dengan suara menggelegar yang menggema di seluruh ruangan. "Bukankah kalian telah menjamin Heibing Hùfú?"Mo Chén yang duduk dengan tenang di kursinya tersenyum tipis lalu berdiri perlahan, sikap tubuhnya sama sekali tidak menunjukkan ketegangan. "Apa yang terjadi, Bìxiā?" tanyanya dengan santai yang justru semakin membakar amarah sang Kaisar."Jangan berpura-pura!" Kaisar Yǔhàn menunjuk ke arah Mo Chén dengan jari yang bergetar karena marah. "Qing Héng Zhì muncul di medan Perburuan Roh dan mengacaukan semuanya! Dia melukai banyak kultivator!"Mo Chén mengangkat bahu dengan sikap yang hampir konyol. "Apa hubungannya dengan Heibing Hùfú?" sahutnya sambil melirik Ji
Angin sore bertiup kencang ketika ketiga sosok itu melesat dengan kecepatan penuh menuju Lembah Xingye. Cahaya pedang mereka meninggalkan jejak berkilauan di langit yang mulai meredup, seperti meteor jatuh yang bergerak melawan gravitasi.Huànyǐng menoleh pada Qing Yǔjiā yang terbang di sampingnya dengan berdiri di atas pedang pendek hijau pucat. Wajah gadis itu pucat dan tegang, kedua tangannya terkepal erat di sisi tubuh untuk menjaga keseimbangan."Qing Gūniang, kau tidak apa-apa?" tanya Huànyǐng dengan nada yang lebih lembut dari biasanya."Aku baik-baik saja," sahut Qing Yǜjiā singkat tanpa menoleh. Meski begitu, tubuhnya bergetar sedikit—entah karena angin atau karena kekhawatiran.Tiānyin yang terbang di depan mereka di atas pedang Xīn tiba-tiba melambat dan mengangkat tangan, memberi isyarat untuk berhenti. Ketiga sosok itu mendarat dengan mulus di atas sebuah puncak bukit yang tinggi, pedang-pe
Huànyǐng dan Tiānyin masih terbang dengan pedang mereka dan hampir tiba di Yinluo Chéng saat pesan darurat dari Líng Qingyu sampai pada mereka. Kertas segel itu terbakar di udara dengan kilat merah yang menyilaukan, pertanda darurat yang tidak pernah mereka harapkan akan mereka terima."Chénxī, kita harus kembali ke Lembah Xingye," ucap Huànyǐng dengan panik, suaranya bergetar sambil menunjukkan abu kertas segel yang masih mengepul di tangannya."Baiklah. Tetapi kita harus membawa kedua anak ini pada Qing Gūniang," sahut Tiānyin dengan tenang. Atau mungkin dia berusaha untuk bersikap tenang karena ekspresi wajahnya sama sekali tak berubah meski mata birunya berkilat tajam.Huànyǐng mengangguk dan segera mendarat begitu tiba di Yinluo Chéng. Angin dari pendaratan mereka yang terburu-buru membuat dedaunan beterbangan dan debu mengepul tinggi.Qing Yǔjiā sudah menunggu mereka di halaman depan dengan kekhawatiran tergambar jelas di wajahnya yang pucat
Mereka terus terbang menuju area utama dengan kecepatan penuh. Semakin dekat mereka dapat merasakan energi kegelapan yang makin kuat, mencekik dan menusuk seperti ribuan jarum es.Terdengar suara-suara pertarungan dan jeritan yang mengerikan dari kejauhan."Astaga!" Léi dan Jian Xia berseru kaget secara bersamaan.Di hadapan mereka, di area utama, sesosok berhanfu dan berjubah hitam tengah mengamuk tanpa pandang bulu. Baik roh ataupun kultivator yang berada di dekatnya menjadi sasaran amukannya yang brutal dan tak terkendali."A Zhì! Ini aku!" Yāo Yu berteriak panik mencoba menahan sosok itu dengan air mata yang mengalir deras di pipinya.Yāo Yu berusaha mendekatinya dengan hati-hati, tangan kanannya memegang jarum akupuntur perak yang berkilauan.Qing Héng Zhì menoleh padanya, tetapi yang Yāo Yu lihat bukanlah tatapan adik yang pemalu dan baik hati. Yang ia lihat a
Sementara itu, Qing Héng Zhì yang baru saja tiba di jalan desa Qiuyu merasakan sesuatu yang aneh dalam tubuhnya. Langkahnya terhenti mendadak, nafasnya tersengal-sengal seakan ada sesuatu yang meremas paru-parunya dari dalam.Bocah berusia delapan belas tahun itu berhenti dan menekan dadanya yang terasa sakit, wajahnya memucat dengan keringat dingin yang mulai membasahi pelipisnya."Apa ini?" gumamnya lirih, suaranya bergetar menahan rasa sakit yang makin menjadi-jadi.Perlahan-lahan ia merasakan energi dalam tubuhnya bagai meledak, bergolak tanpa kendali seperti air mendidih yang akan meluap. Kesadarannya perlahan menghilang seiring dengan munculnya gurat kehitaman di leher dan lengannya—seperti urat-urat gelap yang menjalar dengan cepat di bawah kulitnya yang pucat.Dari kejauhan ia merasakan sesuatu memanggilnya dengan suara yang tidak dapat ditolak, sebuah desisan yang menggema di dalam kepalanya. Di luar kendali, tubuhnya melesat terbang deng