Beberapa hari kemudian, mereka kembali berkumpul di Jiù Dào Jū. Penginapan itu terletak di tengah kota. Namun, suasananya tetap tenang, seolah terpisah dari hiruk-pikuk dunia luar. Di gazebo taman yang dikelilingi pepohonan hijau dan aroma teh yang menguar lembut dari meja batu, Héxié Zhìzūn, Jian Wei, Jian Xue, Mo Chén, dan Jìng Zhenjun Wángyé duduk mengitari meja bundar, berbincang santai di bawah sinar matahari yang menghangatkan udara.
"Jadi... Apa rencana kalian selanjutnya?" Jìng Zhenjun Wángyé bertanya. Suaranya terdengar tenang tetapi ada ketajaman tersembunyi di baliknya."Yang terpenting menghindari kecurigaan kaisar dan para tetua," Jian Wei menanggapi dengan santai, sembari menuangkan teh ke dalam cawan porselen putihnya. Asap tipis mengepul dari permukaan teh yang baru diseduh."Itu benar," Jìng Zhenjun Wángyé mengangguk pelan. Lalu melanjutkan, "Lalu, apakah ada yang bisa dilakukan untuk memurnikan Heibing Hùfú?""Berlatih Tiān Jí TiLangit di atas Lan Tian Gōng bergetar, udara terasa berat dan mencekam. Energi Kaisar Yǔhàn yang tadinya sempurna kini mulai terdistorsi. Keempat elemennya tidak lagi menyatu dengan harmonis. Seolah hukum alam sendiri mulai menolak kekuatannya."Apa yang kau lakukan terhadap energiku?" Kaisar Yǔhàn menggeram, matanya menyipit penuh kecurigaan menatap Mo Yuan yang berdiri tenang bagai batu karang di tengah badai.Mo Yuan tidak menjawab. Rambut putihnya yang panjang tergerai melawan gravitasi, tanda bahwa energi spiritual di sekitarnya bergerak dengan cara yang tidak biasa. Jubah hitamnya nyaris tidak bergerak meski angin begitu kencang.Jian Wei, Mo Chén, dan Héxié Zhìzūn mundur beberapa langkah, memberikan ruang. Mereka merasakan tekanan kekuatan yang jauh melampaui pemahaman mereka—kekuatan yang bahkan tidak pernah mereka bayangkan sebelumnya."A Tie..." Mo Chén berbisik, matanya tidak lepas dari sosok
Langit di atas Lan Tian Gōng berubah pekat saat energi Kaisar Yǔhàn menggetarkan udara. Empat pilar elemen muncul dari kedua telapak tangannya. Api merah membara, air biru berderu, batu kecoklatan melayang, dan angin putih keperakan berputar liar. Elemen-elemen tersebut berputar semakin cepat, menciptakan pusaran energi yang begitu dahsyat hingga udara bergetar hebat."Tidak ada tempat bagi pengkhianat di istanaku!" teriak Kaisar Yǔhàn, suaranya bergema di seluruh Lan Tian Gōng.Jian Wei, Mo Chén, dan Héxié Zhìzūn bergerak serentak, melompat ke berbagai arah, menghindari serangan yang mampu menghancurkan seluruh istana. Tanah di halaman istana retak, pilar-pilar giok putih bergetar, dan atap-atap bangunan di sekitar mulai runtuh akibat tekanan energi spiritual yang meluap.Penduduk Xiaoyun di bawah istana berlarian ketakutan. Anak-anak menangis dalam gendongan ibu mereka, para lansia tersandung-sandung mencari perlindunga
Awan kelabu berarak menutupi langit Xiaoyun, menciptakan bayangan gelap yang menyelimuti Lan Tian Gōng. Istana megah dengan pilar-pilar giok putih dan atap berlapis emas itu menjulang angkuh, seolah memisahkan diri dari dunia fana di bawahnya. Di gerbang utama istana, Jian Wei berdiri dengan tegap, jubah birunya berkibar diterpa angin."Aku ingin bertemu Kaisar Yǔhàn," ujarnya tegas pada penjaga gerbang. Wajahnya tidak menunjukkan emosi, namun mata tajamnya menyimpan tekad yang tak tergoyahkan.Penjaga itu saling berpandangan dengan gugup sebelum membungkuk hormat. "Mohon Tiānyù Jiànzhàn menunggu sejenak."Belum lama Jian Wei berdiri di sana, udara di sekitarnya mendadak bergetar halus. Enam belas kultivator dalam balutan hanfu biru langit dengan ikat pinggang biru tua dan pita dahi yang senada muncul dari segala arah, mengepungnya dalam formasi yang rapat."Kami dari Akademi Bìxiāo menerima perintah la
Sementara Wúshuāng Jian Shèng dan keluarganya menghadapi ancaman Kekaisaran di Lán Bō Diàn, Huànyǐng dan Yu Shi melanjutkan perjalanan mereka menuju perlindungan yang dijanjikan di Shén Wu Gǔ. Selama tiga hari perjalanan mereka melalui hutan dan gunung, cuaca cerah mendadak berganti dengan keanehan yang mencurigakan—angin bertiup terlalu tenang dan burung-burung enggan berkicau."Sesuatu tidak beres," gumam Yu Shi, insting tajamnya menangkap perubahan halus di udara. Ia menghentikan langkahnya, menatap Huànyǐng dengan serius. "Huànyǐng, kita harus menyamar sebelum tiba di kota."Tanpa banyak bertanya, Huànyǐng mengangguk dan mengikuti saran Yu Shi—menutupi aura kultivasinya dan mengganti jubah biru khasnya dengan pakaian sederhana seorang pedagang biasa.Ketika mereka akhirnya mencapai perbukitan yang menghadap ke Kota Wu Chéng, keduanya terpaku. Kabut tipis yang seharusnya menyelimuti kota kini nyaris tidak terlihat. Pintu gerbang yang biasanya tertutup r
Matahari senja menyinari Bi Hai Wan dengan cahaya keemasan, membuat bangunan-bangunan di Sekte Pemecah Langit berkilau seperti permata di tepi laut. Di Lán Bō Diàn, aula utama yang megah dengan pilar-pilar tinggi berhias ukiran awan dan pedang, keheningan mencekam memenuhi ruangan."Ménzhǔ, kita tidak bisa tinggal diam," ucap Tetua Ke dengan nada tegas. Beliau menepuk meja kayu keras hingga cawan teh di atasnya bergetar. "Dekrit ini bukan hanya menghina kehormatan sekte kita, tapi juga mengancam nyawa putra bungsu Anda."Sepucuk gulungan dengan segel kekaisaran terbuka di tengah meja. Isinya sederhana namun mengandung ancaman tersembunyi—Sekte Pemecah Langit diminta menyerahkan pemilik Heibing Hùfú untuk doktrinasi di Lan Tian Gōng.Wúshuāng Jian Shèng duduk dengan tenang, wajahnya tak menampakkan emosi apapun meski badai bergemuruh dalam hatinya. Di sampingnya, Baihe Furen menunduk dengan tangan sedikit gemetar."Lan Tian Gōng..." Baihe Furen ber
Kabut tipis melayang di antara reruntuhan Kediaman Aroma Wisteria. Kepulan asap masih mengudara dari bangunan-bangunan yang terbakar. Perpustakaan yang menyimpan ribuan gulungan pengetahuan kultivasi musik kini tinggal puing dengan lembaran-lembaran yang hangus beterbangan tertiup angin. Aula-aula megah yang dulu berdiri dengan gagah kini runtuh menyisakan pilar-pilar patah. Taman-taman indah tempat para murid berlatih harmoni alam kini porak poranda, tanaman obat langka hancur terinjak-injak.He Yun Dàshī terbaring di sudut Aula Timur dengan tubuh penuh luka, beberapa murid senior mengitarinya, berusaha memberi pertolongan. Kondisi Yīnlǜ Shengzhe tidak lebih baik. Kultivator-kultivator muda berlarian ke sana kemari dengan wajah panik, mencari kerabat atau teman yang masih hidup.Di tengah kekacauan ini, Yuè Tiānyīn berdiri di depan Gerbang Kediaman Aroma Wisteria. Tubuhnya tegak meski berlumuran darah, tangan kanannya mencengkeram gagang p
Sinar matahari pagi menembus pepohonan bambu, menciptakan pola-pola cahaya yang menari di atas tanah lembab. Embun masih menggantung di ujung-ujung daun bambu, berkilauan seperti mutiara kecil saat terkena cahaya. Di tengah keindahan alam yang tenang ini, sebuah gundukan tanah baru dengan dupa yang masih mengepul berdiri sebagai pengingat akan kesedihan yang baru saja terjadi.Huànyǐng berlutut di depan makam Qing Ménzhǔ, memberi penghormatan terakhir pada orang yang telah turut melindunginya selama ini. Di samping makam itu, beberapa gundukan tanah lain berbaris rapi—anggota klan Qing dan Sekte Gerbang Sembilan Kuali yang tidak berhasil lolos dari serangan Bìxiāo Tiěwēi.Qing Yǔjiā berdiri dengan wajah pucat, matanya sembab tetapi tak lagi menangis. Tangisnya telah habis semalaman. Yang tersisa kini hanyalah ketegaran yang dipaksakan—ketegaran seorang putri klan yang harus memimpin sisa-sisa keluarganya. Di sampingnya, Qing Héng Zhì menata
Mo Yan menatap langit malam sebelum melanjutkan, suaranya sarat dengan kesedihan yang dalam."Kaisar Yǔhàn sangat takut terhadap ramalan langit karena ia tahu itu akan tetap terjadi padanya. Ia telah melakukan kesalahan sejak awal... dan akan berakhir dengan kesalahan. Sayangnya, kesalahannya itu harus ditanggung seluruh Bìxiāo."Huànyǐng menunduk, air mata kembali menggenang di pelupuk matanya. "Jadi ini semua sia-sia? Semuanya akan tetap hancur meski aku tak pernah dilahirkan?"Mo Yan meletakkan tangannya di bahu Huànyǐng. Sentuhan ringan tetapi penuh kekuatan. "Tidak ada yang sia-sia dalam takdir, Huànyǐng. Kau dilahirkan dengan tujuan. Dan mungkin, tujuan itu bukanlah untuk menyebabkan kehancuran, melainkan untuk memperbaiki apa yang telah rusak."Huànyǐng menatap Mo Yan, tidak mengerti sepenuhnya maksud ucapannya. Rasa bersalah masih begitu kuat mencengkeram hatinya."Kelak kau akan tahu..." Mo Yan melanjutkan, matanya memancarkan ke
Huànyǐng terus berlari menerobos hutan bambu, tak lagi peduli ke mana langkahnya membawanya. Setiap batang bambu yang ia lewati seolah menertawakan kepedihannya. Angin malam yang dingin membelai wajahnya yang basah oleh air mata, namun tak mampu mendinginkan bara amarah dalam hatinya. Dalam kegelisahan dan amarah yang berkecamuk, ia tiba di ujung jurang, tempat di mana langit malam terasa begitu luas tetapi juga begitu kosong. Bulan setengah lingkaran mengintip dari balik awan kelabu, seolah tahu bahwa sinarnya tak dibutuhkan malam ini. Ia berteriak sekeras-kerasnya, suara yang menggema jauh ke lembah di bawahnya. "A TIE! DA GĒ! LÉI! NIANG! CHÉNXĪ!" Ia jatuh berlutut, tubuhnya bergetar dalam kesedihan yang tak tertahankan. Jari-jarinya mencengkeram tanah hingga buku-buku jarinya memutih. Es tipis mulai terbentuk di sekitar tempatnya berlutut, menjalar perlahan seperti tanga