Merasa iri

Seperti biasa, Matt duduk di sebuah kursi bar bersama Mike dan Harry. Namun saat ini, Mike tengah asyik di pojokan bersama seorang wanita. Sepertinya ia sedang one night stand di tempat terbuka, karena di club ini, hampir semua orang sedang bercumbu, entah itu dengan pacarnya atau hanya baru bertemu beberapa menit yang lalu.

Matt menoleh ke arah Mike. “Kapan dia bertemu wanita itu?"

Harry meneguk minuman alkohol yang kadarnya cukup tinggi, mengingat udara London malam ini benar-benar dingin.

“Baru satu jam sebelum kau datang.” Jawab Harry.

Harry juga pria normal, terkadang ia juga melakukan hal yang sama seperti Mike dan Matt. Namun, Mike dan Matt lebih gila darinya. Jika Mike menggunakan wanita dari kalangan mana saja, berbeda dengan Matt, ia hanya mau dengan wanita yang berkelas.

Matt dan Harry sedang asyik menikmati minuman yang membuat suhu tubuh mereka menghangat. Lalu, mereka di kejutkan oleh suara bising, suara riuh seperti suara orang yang sedang bertikai.

“Hei lepas. Lepas.”

Wanita itu meronta dan terus berteriak.

Matt dan Harry yang memang pelanggan tetap di club itu pun menghampiri seorang petugas yang berusaha mengusir seorang wanita yangs edang mabuk berat.

“Jhon, ada apa?” Tanya Matt pada petugas keamaan itu.

“Dia mengacau tempat ini. Teriakannya mengganggu pengunjung yang lain.” Jawab Jhon.

“Kamu, pergi. Pergi.” Teriak wanita itu lagi.

“Eh, Matt. Dia bukannya model yang sedang naik daun itu. model panas.” Ucap Harry di telinga Matt.

‘Oh, ya? Aku tak mengenalnya.” Jawab Matt.

“Ah, aku tidak percaya. Bukannya kau berlangganan majalah dewasa itu dan wanita ini sering ada di majalah itu.”

Matt tertawa. Ia memang ingat wajah wanita ini.

“Baiklah, Jhon. Aku yang akan membawanya pulang.”

Matt membopong tubuh wanita yangsedang mabuk berat dan selalu mengoceh. Sementara. Jhon dan Harry pun tersenyum.

“Bersenang-senanglah, Matt.” Kata Jhon.

“Kalu begitu antar aku pulang dulu.” Harry mengekori sahabatnya yang tengah ebrjalan menuju mobil.

“Hey, kau tidak menunggu Mike?” Tanya Matt pada Harry.

“Ah, sepertinya dia akan lama, aku malas menunggu orang yang sedang bercinta.” Jawab Harry, yang membuat Matt tertawa.

“Kalau begitu, menginaplah di apartemenku.” Kata Matt lagi, setelah menidurkan wanita itu di kursi belakang mobilnya.

“Itu artinya sama saja, aku tetap menunggu orang yang sedang bercinta.” Jawab Harry.

“Untuk menambah pengalamanmu, Bro.”

Keduanya tertawa. “Itu tidak perlu. tanpa di ajari pun, aku sudah tahu tekniknya.”

Matt dan Harry kembali tertawa. Lalu, Matt melajukan mobilnya untuk mengantar Harry pulang terlebih dahulu. Setelah itu, ia baru menuju apartemennya. Ia sesekali menengok ke belakang dan tersenyum licik melihat tubuh sexy wanita yang sedang tertidur itu.

Sesampainya di apartemen. Matt membawa wanita itu ke ranjangnya, menidurkan waita itu sembari mmbuka sepatunya. Lalu, Matt hendak meninggalkan wanita itu. sebenarnya ia tidak suka bercinta dengan orang yang sedang mabuk, karena itu sama saja memanfaatkan keadaan.

“Don’t leave me alone.” Kata wanita itu manja.

Ia menarik lengan Matt, hingga pria itu menindihnya. Lalu, wanita itu melumat bibir Matt yang tebal, membuat gairah Matt bangkit.

“Kau yang memintanya, Beib. Lihat ke sana.”

Matt menunjuk cctv yang ia pasang di kamarnya. Hal ini penting, agar wanita itu tak menuduhnya memanfaatkan keadaan dan itu sebagai bukti bahwa Matt tidak memaksa wanita ini.

Wanita menyeringai licik ke arah perempuan itu, karena malam ini ia menemukan wanita yang cukup cantik dan molek untuk pelampiasan hasratnya.

"Beib, uh.. hmm.. Faster."

"Oh, yeah." Wanita itu terus meracau saat Matt melakukan aksinya.

"Tinggallah bersamaku dalam beberapa hari ke depan." Ucap Matt lirih di telinga wanita itu.

Wanita itu pun mengangguk patuh.

****

Matt terkejut saat mendapati sang kakak tengah membuka pintu ruangannya.

David memang sengaja pulang ke negaranya sendiri, meninggalkan sang istri yang tengah hamil muda di sana demi sang paman. Sam yang tengah mengalami kecelakaan saat bekerja, terus menelepon David. Sesampainya David di sini, Sam langsung menceritakan tentang Matt dan kondisi perusahaan sang ayah yang sedikit goyang. David datang untuk menyelesaikan semua permasalahan itu.

“Ups, sorry.” Katanya saat, melihat sang adik sedang bercumbu di kursi kebesarannya dengan seorang wanita.

Matt memang tidak pernah serius untuk mengurus bisnis peninggalan sang ayah. ia trlalu ayik bersenang-senang dan menghabiskan asset yang di tinggalkan sang ayah, yang tak akan habis tujuh turunan sekalipun.

Lalu, aktifitas mereka terhenti saat David tetap masuk ke dalam ruangan itu.

“Ketuk dulu sebelum masuk.’ Ucap Mattew.

David menghiraukan perkataannya. Ia tetap duduk di depan Mattew dan melempar berkas di mejanya.

“Tanda tangan.” Kata David dingin.

Keduanya berkata dalam bahasa Inggris.

Lalu, wanita yang berada di pangkuan Mattew berdiri. Wanita yang sama yang baru Matt temui semalam di sebuah club dan langsung ia ajak untuk tinggal di apartemennya.

“Sayang, pulanglah duluan. Tunggu aku di apartemen!” Ucap Mattew, sambil memberi kecupan di tangan wanita itu sebelum pergi.

David melihat ke arah wanita itu dan wanita itu pun menangkap tatapan David. Wanita itu langsung mengedipkan matanya ke arah David. Namun, kakak Matt itu tetap menampilkan wajah dingin tanpa senyum.

“Kelola perusahaan ini dengan benar, karena besok aku akan pulang.” Kata David.

“Pulang? Memang di sini bukan rumahmu?” Tanya Mattew yang selengeyan.

David menatap Mattew seperti dirinya dulu. Wajah Mattew hampir mirip dengan David, sikapnya pun sama seperti David muda, ketika ia masih di usia kepala dua.

“Aku pernah menjadi sepertimu, itu sangat melelahkan. Bersenang-senang tapi tetap tak bahagia.” Ucap David dingin dengan tatapan tajam.

Sontak Mattew terdiam, karena apa di ucapkan sang kakak itu benar. Ia selalu bersenang-senang, pesta, dan menghamburkan uang sang ayah. Namun, hatinya tak mendapatkan kebahagiaan.

“Tempat pulangku bukan di sini, karena di sana aku memiliki anak dan istri. Jadi urus peninggalan Daddy dengan baik di sini.” Kata David, lalu meninggalkan sang adik yang masih terdiam di kursinya.

Sepeninggal sang kakak. Matt langsung mencari tahu keluarga kecil sang kakak. Ternyata sang kakak cukup terkenal di negara orang. Di sana juga ada foto sang kakak yang tengah mengandeng isrinya dengan perut yang membulat.

“Aku iri denganmu, Dav.” katanya pada diri sendiri, saat melihat semua foto itu.

Sungguh ia pun ingin memiliki keluarga seperti yang sang kakak dapatkan saat ini.