Share

Goodbye, Mom

Penulis: Elis Kurniasih
last update Terakhir Diperbarui: 2021-08-06 21:59:17

Dor Dor Dor

Matt sedang berlatih menembak di pekarangan rumahnya. Sudah dua hari, ia pulng ke Villa untuk menemani sang ibu.

“Hai, Matt, kau di sini?” Tanya Mike yang langsung menghampiri sahabatya, setelah memarkirkan mobilnya asal.

Mike cuek dan tetap memfokuskan diri dengan terus menembakkan peluru ke arah target. Kali ini targetnya adalah botol-botol kaleng yang di letakkannya cukup jauh darinya.

Dor

Matt menumbangkan satu botol kaleng yang tersisa.

Prok.. Prok..

“Luar biasa, bidikanmu semakin oke.” Kata Mike.

Kemudian, Matt melepaskan semua atribut menebaknya dan meminum botol bir yang tersedia di meja santai.

“Aku membawa kabar, kakakmu akan datang ke sini minggu depan.” Ucap Mike yang kini menjadi asisten pribadi Matt di perusahaan ayahnya.

Hari ini, Matt memang tidak ke kantor. Ia ingin menemani sang ibu yang terus merengek minta untuk tidak di tinggalkan. Oleh karenanya, Mike mengurus semua urusan Matt hari ini.

“Dari mana kau tau informasi itu?” Tanya Matt sembari menyesap minumannya.

“Aku tak sengaja mendengar percakapan Paman Sam dan George saat di lift.”

Matt terdiam.

“Kau tahu, David akan datang bersama keluarganya, bahkan keluarga istrinya.”

Matt tersenyum.

“Hei apa kau iri dengan kakakmu?” Tanya Mike.

“Tidak. Aku tidak iri, hanya saja mungkin aku akan mengikuti jejaknya.”

“Well, memang katanya wanita asia itu menarik, kulitnya mulus dan eksotik. Dan satu lagi yang paling penting.” Kata Mike.

“Apa?” Tanya Matt.

“Miliknya sangat sempit dan menjepit.” Jawab Mike dengan nada sensual.

“Ah, sial.” Matt menggelengkan kepalanya, sambil kembali meneguk minumannya dengan tubuh berdiri tegap dan hanya mengenakan celana jeans pendek bertelanjang dada.

Mike tertawa.

“Next, kita akan menikmati itu.”

“Kapan?” Tanya Matt.

“Pastinya setelah semua urusan di sini bisa di tinggalkan.”

“Oke.”

Matt mengangguk.

Setelah berbincang dengan Mike sebentar, Mike pun pamit. Matt kembali memasuki rumahnya.

“Mom, kau tak boleh lagi meminum ini.” Matt mengambil botol alkohol yang ada di hadapan sang ibu dan membuangnya.

Kini Caroline di vonis mengidap kerusakan hati akut. Ia tak di perbolehkan lagi untuk meminum minuman beralkohol, tapi Caroline bandel dan selalu mencuri-curi minuman itu.

“Aku tidak akan mati, hanya dengan meminum minuman itu sedikit.” Ucap Caroline.

“Sedikit atau banyak, tetap tidak boleh, Mom.” Matt lebih perhatian pada sang ibu, mengingat menurut dokter sakit yang di derita sang ibu cukup serius.

Walau Matt tidak suka dengan sikap sang ibu sebelumnya, tapi kini wanita itu sudah jauh lebih baik. Sudah lebih dari lima tahun, ia tak lagi membawa pria ke rumah ini. Namun, kebiasaannya meminum minuman beralkohol tinggi, tidak bisa di hindari.

“Matt, tinggallah di sini bersama ibumu. Aku kesepian.” Kata Caroline lagi, sesaat sebelum Matt melaju menuju kamarnya di lantai dua.

Matt menatap sang ibu yang tengah menatapnya. Ia mengangguk, membuat sang ibu tersenyum gembira.

****

Mattew berangkat ke kantor hari ini. ia tidak bisa lagi tidak ke kantor, karena kemarin banyak urusan yang tertunda karena ketidak hadirannya, hingga Paman Sam pun murka dan memarahinya dengan keras.

“Matt, kau pergi?”

“Sebentar, Mom. Aku harus kerja. Kalau tidak urusan di kantor akan berantakan. Lagi pula aku malas mendengar ocehan pria tua itu.” Pria tua yang Matt maksud adalah Paman Sam.

“Dia itu pamanmu. Walau dia tak pernah menyukai Mommy, tapi dia tetap baik pada kita.” Ucap Caroline.

“Ya, ya.” Jawab Matt malas.

Memang, Matt akui, Paman Sam adalah orang baik. Pria itu selalu mamarahi Matt karena memang sikapnya yang membuat kepala Sam pusing. Terkadang Matt mengeluarkan uang perusahaan hanya untuk hal yang tidak perlu sama sekali. Ya, Mat sering membelika rumah mewah untuk wanita yang menjadi pacarnya. Walau pacaran mereka pun paling lama hanya bertahan dua tahun.

Lalu, Matt mencium kening sang ibu sebelum pergi.

“Matt.” Panggil Caroline.

“Mommy mencintaimu.” Ucap Caroline lagi dengan senyum yang manis. Senyum yang tak pernah Matt lihat sejak sang ayah meninggal.

Mat kembali menghampiri sang ibu. “Aku juga mencintaimu, Mom.”

“Ingat, jangan kau sentuh minuman minuman itu. aku sudah membuangnya semua.” Ujar Mat sebelum benar-benar meninggalkan sang ibu.

“Apa? Yang di sana kau buang semua. Matt, Mommy baru membelinya.” Teriak Caroline, yang hanya di balsa dengan senyum menyeringai dari sang putra.

Padahal Caroline mati-matian menyisihkan uang yang piutranya berikan hanya untuk membeli vo*ka termahal di negeri ini.

“Bye, Mom.”

Matt melambaikan tangannya sesaat sebelum memasuki mobil.

Caroline mengantar putranya hingga pekarangan. Ia tersenyum melihat putranya yang semakin dewasa. Walau Matt terlihat cuek dan semaunya, tapi ia beruntung karena putranya sangat perhatian.

Di kantor, hari ini pekerjaan sangat banyak. Mungkin karena kemarin ia mendadak tidak masuk, membuat semua pekerjaannya menumpuk hari ini.

“Mike, kapan aku bisa pulang? Aku meninggalkan ibuku sendiri di rumah.” Kata Matt.

“Satu lagi.” Mike kembali menyerahkan dokumen penting pada Matt untuk di tandatangani.

“Aku juga ingin segera pulang, Matt.”

Matt menyipitkan matanya. “Pulang ke rumah wanita mana lagi kau?”

Mike tersenyum menyeringai. “Kapan-kapan akan aku kenali.”

Matt menggeleng.

“Bagaimana wanita itu? wanita yang kau tolong saat mabuk di club xx.” Tanya Mike.

“Entahlah, dia pergi tanpa kabar.”

“Kau yang tidak pernah mengabarinya. Oleh karena itu dia pergi.”

Matt menghelakan anfasnya kasar. “Entahlah, aku sedang tidak memikirkan wanita. Hari ini justru aku mengkhawatirkan mommy.” Jawab Matt lirih.

“Setelah ini, kita bisa pulang.” Ucap Mike.

****

“Mom.” Panggil Matt saat ia tiba di rumahnya.

Perlahan Matt menyalakan semua lampu. Semua ruangan terlihat gelap.

“Mom.” Panggil Matt lagi, saat ia sudah memasuki kamar sang ibu.

Terdengar guyuran air di kaamr mandi. Lampu itu pun tengah menyala dengan terang di sana.

“Mom.”

Matt kembali memanggil sang ibu dan mengetukkan pintu kaamr mandi.

“Aku membawakan pizza, makanan kesukaanmu.”

Caroline tetap tak menjawab atau pun membuka pintu itu.

“Mom.”

Matt kembali mengetuk pintu itu. Ia mencoba meraih gagang pintu dan membukanya.

“Mom.” Teriak Matt saat mendapati sang ibu terbujur kaku di atas bath up.

Ia berlari menghampiri sang ibu dan berusaha mengambil tubuh sang ibu yang tengah berendam tanpa sehelai benangpun.

“Mom, mengapa kau meninggalkanku. Mom.” Teriak Matt dengan deraian air mata.

Ternyata percakapan mereka tadi pagi, adalah percakapan terakhir. Mata Matt berkelana ke sekeliling kamar mandi itu. benar saja, di sana banyak botol minuman berserakan. Di duga Caroline tengah menghabiskan banyak minuman beralkohol itu dan akhirnya tubuhnya tidak kuat untuk menerima itu. Suhu tubuh Caroline tiba-tiba panas dan ia berendam. Nyawanya tidak tertolong saat ia merendamkan tubuhnya di sana.

Beberapa menit kemudian, ambulans dan mobil polisi datang. Tidak ada bekas-bekas kekerasan dalam tubuh Caroline. Menurut, forensik yang langsung mengecek tubuh sang ibu. Kuat dugaan Caroline meninggal karena kebanyakan mminum.

“Mom.” Teriak Matt lirih saat ambulans membawa jasad sang ibu untuk di bawa ke rumah duka.

Sam dan George pun sudah tiba di rumah itu. Sam dan George yang mengurus semua pemakaman nanti. Mike pun sudah ada di tempat itu. Mike selalu mendampingi sahabatnya.

“Mike, Bagaimana keadaan Matt?" Tanya Harry, sambil berlari memasuki rumah Matt saat semua kembali sepi.

“Ibunya sudah meninggal.” Jawab Mike

“Ya Tuhan.”

Harry langsung menghampiri sahabatnya yang terduduk lemas di sofa.

“Kertas-kertas sialan itu, yang membuatku tertahan, Mike. Aku terlambat pulang.” Teriak Matt tiba-tiba.

“Tidak Matt, ini semua takdir. Ibumu memang sudah sakit parah tapi tetap melanggar pantangannya.” Jawab Mike.

“Aku kehilangan lagi orang yang aku cintai.” Matt meremas rambutnya sendiri. Ia menangis.

“Semua datang dan pergi, Matt. Tidak selamanya orang yang kita sayangi akan selalu ada menemani kita.” Ucap Harry.

Matt berdiri dan menatap keluar jendela. Ia menatap bunga bunga yang sering di sirami oleh sang ibu. “Goodbye, Mom.”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Penakluk Wanita   Pulang kampung

    Matt dan Nina berada di dalam mobil. Mereka hendak pergi ke Bandung untuk menemui orang tua dan keluarga Nina yag berada di desa itu.Sesekali Nina melirik ke arah Matt yang serius menyetir. Matt pun ikut melirik ke arah Nina, sesaat mereka saling berpandangan dan tersenyum.“Kenapa?” tanya Matt.Nina menggeleng. “Ngga apa-apa.”Matt mengeryitkan dahinya.“Aku tuh suka takut sama pria yang bertato.” Ucap Nina yang memang selalu melihat ke arah leher Matt yang terdapat garis berbentuk Z.“Keluargamu juga takut dengan pria bertato sepertiku?” tanya Matt.Nina mengangguk, tapi tetap tersenyum.“Tidak semua pria bertato itu jahat, Sayang,” ucap Matt.“Iya, tapi di tempatku itu desa banget. Tidak modern dan pastinya kamu adalah orang asing yang baru datang di desaku.”“Oh ya? Pasti seru,” ucap Matt santai.“Bye the way, kit

  • Penakluk Wanita   Aku ingin itu

    Pagi ini Dinda bersiap untuk kembali ke Bali. Ia tak melihat Tristan sejak semalam. Entah pamannya itu marah atau tidak padany, ia tak peduli. Untung, hari ini ia akan kembali ke Bali dan tak melihat pamannya lagi.“Ma, Tristan sudah berangkat?” tanya Melati pada ibunya saat di meja makan.“Sudah, dia berangkat dengan penerbangan paling pagi,” jawab Nenek Dinda.“Oh.”“Memang Om Trsitan kemana, Ma?” tanya Dinda ingin tahu..“Om mu sudah berangkat lagi ke Australia. Ternyata kantor pusatnya di sana, menarik dia kembali ke sana, karena teman yang menggantikan posisinya di sana kecelakaan,” jawab Kakek Dinda.Tristan memang berkuliah di Australia dan mendapatkan pekerjaan di sana. Sudah cukup lama Tristan bekerja di negara itu, hingga mendapatkan posisi yang bagus. Pernah ia mencoba untuk berhenti dari pekerjaannya dan ingin menetap di Malang saat Dinda lulus SMA, tapi akhirnya Tristan

  • Penakluk Wanita   Pipimu merah

    Matt mengendarai mobilnya hingga sampai di halaman rumah sang kakak. Di sana, sudah terlihat mobil David yang terparkir. Matt masih tersenyum mengingat betapa anehnya wanita yang baru saja ia antar pulang dari bandara.Setelah mematikan mesin mobil, Matt keluar dan mendapati Nina tengah bermain bersama Melvin dan Quinza di halaman rumah itu.“Melvin mana ya.. Quinza cantik.” Nina di tutup kedua matanya dengan kain dan berusaha menangkap Melvin dan Quinza yang sedang berlarian mengelilinginya.Matt tersenyum ke arah gadis lembut itu.“Ssstt.” Matt menutup bibirnya dengan jari telunjuk ke arah Melvin dan Quinza.Melvin dan Quinza hanya tertawa cekikikan tanpa suara, pasalnya Matt sengaja berjongkok agar Nina mengira bahwa dirinya adalah Melvin.“Nah, ya. Melvin ke tangkepetangkep.” Nina memeluk kepala Matt yang ia kira adalah Melvin.Matt merasa di atas angin, karena Nina memeluknya kepalanya erat sam

  • Penakluk Wanita   Benar-benar gadis aneh

    Dinda masih belum pulang ke Bali. Ia meminta izin pada Tasya dan rekan-rekannya yang ada di sana untuk bermalam dua hari lagi di Jakarta, karena hari ini ia mengantarkan Ardi untuk berangkat ke Florida.“Matt, Supir Mas David tidak bisa ke sini karena sedang mengantarkan klien. Bisakah kau mengantarku untuk mengantarkan Ardi ke bandara?” tanya kakak iparnya.Matt mengangguk. “Apa Nina juga ikut?”Sari menggeleng. “Dia menjaga anak-anak saja di rumah, sekalian memberi arahan pada pengasuh baru yang akan menggantinya nanti.”Matt kembali menganggukkan kepalanya.Tak lama kemudian, Matt mengganti baju dan bersiap untuk mengantarkan Sari menjemput keluarganya di Panti asuhan, lalu mengantar Ardi ke Bandara. Sementara di tempat yang berbeda, Dinda pun bersiap ke Bandara untuk melepas kekasihnya di sana.“Din, Mama tidak bisa menemanimu ke Bandara, karena mendadak mama harus menemani papa, saudara jauh pap

  • Penakluk Wanita   Babak pertama selesai

    David beserta istri dan anaknya melajukan mobil menuju Panti asuhan milik ibu David yang kini di kelola oleh orang tua Sari. sedangkan Matt, mengikuti mobil sang kakak bersama Nina.“Rumahmu di mana Nin?” tanya Matt pada Nina, kerena di mobil ini hanya ada mereka berdua.“Di Bandung. Tapi di Desanya.”“Bandung itu di mana?” tanya Matt lagi.“Di Jawa Barat, tempatnya sejuk. Nanti akan aku ajak kamu ke sana.”“Boleh, kapan?”“Apanya?” Nina tadi yang mengajak Matt ke kampungnya, tapi dia juga yang bingung jika ternyata Matt benar-benar akan datang ke sana. Pasalnya tadi, Nina hanya sekedar berbasa basi.“Ke rumahmu.”“Untuk apa?” tanya Nina.“Bertemu keluargamu.”“Untuk apa?” tanya Nina lagi.“Kamu maunya untuk apa? Melamar?” Matt tersenyum jahil.Sontak Nina terkejut. Seda

  • Penakluk Wanita   Jantung berdegup kencang

    Dinda bersama kedua orang tua dan Kakek Neneknya sedang menikmati makan malam.“Berapa lama kamu di Bali, Din?” tanya Baskoro, Kakek Dinda.“Kalau cepat dua tahun, Opa,” jawab Dinda.“Semoga cepat selesai ya, sayang. Terus kamu visa praktek di sini,” imbuh Risma, Nenek Dinda.“Belum, Oma. Perjalanan Dinda masih jauh kalau ingin praktek. Dinda belum ikut tes Ujian Kompetensi Dokter Indonesia. Setelah mendapatkan itu, baru Dinda bisa praktek dan benar-benar menjadi dokter,” jawab Dinda.“Memang untuk meraih cita-cita itu harus sabar dan penuh perjuangan, Din,” kata Wisnu, Ayah Dinda.Sejak kecil, ia memang ingin sekali menjadi seorang dokter. Dulu, ia sering main dokter-dokteran dengan sang paman dan beberapa kali Tristan meminta di periksa alat vitalnya kala itu. Dinda yang masih kecil pun hanya memegang dan memijat seperti arahan sang paman tanpa mengerti maksudnya.Tak lama

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status