"Tadi malam keretakan terjadi pada rumah tangga kita yang baru beberapa jam terbangun. Pagi ini, kita baru saja memulai hidup yang baru meski sebagai orang asing yang tinggal satu atap," gumam Miana sembari menatap punggung Rendi yang hampir menghilang di balik pintu.
"Aku membiarkanmu menikah lagi dengan wanita manapun, tetapi aku sama sekali tidak menyangka kalau kamu akan melakukannya besok pagi."
"Aku pikir, kamu akan menikah lagi dalam kurung waktu setidaknya beberapa bulan ke depan. Sayang sekali lagi-lagi pemikiranku salah tentangmu," sesal Mina dengan semua sikap Rendi yang jauh dari dugaanku.
"Sebenarnya aku masih sangat mencintaimu, Mas. Aku bersedia bertahan di sini demi mendapatkan celah untuk membuatmu kembali mencintaiku."
"Aku hanya ingin memberikan diriku kepadamu ketika memiliki waktu untuk kita berdua bersama. Sayang sekali kamu tidak memiliki kesabaran untuk menunggu sedikit lebih lama lagi. Kamu lebih memilih untuk mencari wanita lain demi menuntaskan hasrat yang selama ini kamu tahan. Jangan salahkan aku kalau dari sini aku meragukan bahwa kamu dan Siska belum pernah bercinta sebelumnya," keluh Miana sangat menyayangkan sikap Rendi yang seperti itu.
Hati Miana terasa tersayat dengan sikap Rendi yang sepertinya menikah hanya untuk melampiaskan hasratnya saja. Benar kata Rendi kalau pria normal membutuhkan yang halal untuk berhubungan, tetapi bukan dengan main hakim sendiri tanpa memberikan kesempatan untuk Miana menjelaskan.
Semalaman Miana tidak bisa tidur memikirkan Rendi yang akan membangun rumah tangga bersama Siska besok pagi. Wanita yang pernah menghuni hati Rendi di masa lalu kini kembali dengan menjadi penghuni tetap di rumah impiannya dan Rendi.
'Aku tidak boleh lagi bersedih. Saat Mas Rendi bisa move on dengan begitu cepat tanpa memikirkan perasaanku, maka aku juga akan melakukan hal yang sama. Aku harus menyusun strategi dan rencana untuk membuat Mas Rendi menyesal,' tekad Miana dalam hati.
'Yang pertama, aku harus mencari siapa dalang dari pembuat video dalam rekaman itu. Meskipun wajah kami dan suara yang dikeluarkan sama persis dengan suaraku, tetapi aku yakin perempuan yang di dalam sana bukanlah diriku.' Miana mulai menyusun cara untuk membersihkan nama baiknya.
'Rencana kedua aku harus mengetahui kelemahan Mas Rendi. Setelah aku menemukan pemeran wanita di dalam sana, maka aku akan menyerang Mas Rendi menggunakan kelemahannya. Ah, aku juga harus ingat kalau Mas Rendi berlindung di balik punggung ibunya.'
Miana merenung bersedih di dapur mengingat pagi ini suaminya akan membawa ratu baru kembali ke rumah mereka. Baru memikirkannya saja sudah membuat hati Miana sakit. Dia tidak tahu bagaimana nanti kalau sampai Siska sudah masuk ke dalam rumah tangga mereka.
Mencoba peruntungan di pagi hari, Miana bertekad untuk menahan Rendi agar tidak melakukan niatnya. Kalaupun itu harus terjadi maka Miana harus mendapatkan keuntungan sebagai timbal baliknya. Yah, semoga saja Miana berhasil.
"Mas, bisakah aku mengajukan satu permintaan saja sebelum kamu pergi untuk menikahi Siska?" tanya Miana mencoba memberanikan diri setelah memikirkan hal ini semalaman.
"Kamu tidak memiliki hak untuk meminta apapun dariku, Miana. Kamu memang istriku, tetapi jangan pernah lupakan kalau itu hanya sebatas status saja. Namun, aku penasaran permintaan apa yang ingin kamu ajukan? Siapa tahu aku sanggup memenuhinya jika hal itu tidak merugikan ku."
Perkataan Rendi berhasil memberikan sedikit harapan untuk Miana. Semoga dengan apa yang dia lakukan akan membuat Rendi mengurungkan niatnya untuk menikahi Siska dan memperbaiki hubungan mereka yang sudah renggang. Walau sebelumnya Miana sudah disakiti dengan sangat dalam.
"Bisakah kamu menyentuhku terlebih dahulu sebelum menikahi Siska?" tanya Miana dengan mata terpejam erat mengingat kata-kata yang baru saja dia keluarkan terasa sangat berat baginya.
Yah, hanya satu pertanyaan, tapi mampu membuat Miana mengeluarkan seluruh energi yang dia miliki. Tidak kunjung mendapatkan jawaban dari Rendi, membuat Miana membuka pejaman matanya.
Tepat disaat Miana mampu melihat dengan sempurna, pandangannya langsung bersitatap dengan mata tajam Rendi yang membocorkan dengan dalam dan penuh arti.
Entahlah apa yang sedang dipikirkan Rendi saat ini. Namun, dari sorot matanya Miana tidak mampu mengartikan apa yang tersimpan di dalam sana.
'Apakah Mas Rendi mau menerima untuk bercinta terlebih dahulu denganku atau justru dia akan menjadikan momen sekarang ini untuk menghinaku lebih jauh lagi?' pikir Miana bertanya pada dirinya sendiri.
'Oh, padahal aku sudah mewujudkan harga diriku sendiri demi membangun kembali rumah tangga kami. Meski keinginanku sangat besar untuk membalas dendam kepada Mas Rendi, tapi aku ingin mewujudkan cita-citaku yang ingin menikah sekali seumur hidup saja,' lanjutnya berharap besar Rendi akan memenuhi permintaannya.
"Kamu masih memiliki muka untuk meminta sesuatu kepadaku yang bahkan kamu sendiri sudah tahu jawabannya, hmm?" Rendi menatap penuh ejekan sambil menilai dari atas ke bawah penampilan Miana.
Miana yang ditatap seperti itu terasa risih. Dia melihat penampilannya sendiri dan merasa tidak ada yang salah sama sekali. Semuanya baik dan rapi, bahkan wangi karena sudah mandi juga memakai parfum.
"Aku akui kamu memang menarik. Bohay, aduhai, dan menggugah selera, tapi sayang sekali aku tidak berminat padamu. Aku harus menyiapkan energiku untuk pertempuran malam pertama nanti malam bersama Siska."
"Aku harap kamu mengerti alasanku yang sudah menolakmu. Kalau kamu kesepian dan membutuhkan belaian, kamu bisa mengemis pada laki-laki di luar sana. Aku tidak peduli sama sekali. Aku juga yakin mereka akan melayanimu tanpa meminta bayaran sedikitpun."
Rendi melanjutkan dengan kata-kata yang semakin menyakitkan. Bukan hanya itu saja, tawa mengejeknya pun semakin terdengar seiring dengan air mata Miana yang keluar.
Miana tidak menyangka kalau Rendi akan menghinanya habis-habisan seperti ini. Dia sudah menduga kalau kemungkinan Rendi tidak mau menyentuhnya, tapi Miana tidak tahu jika akhirnya malah kata-kata menyakitkan yang keluar.
"Sudah cukup kamu menghinaku, Mas. Kamu menyakiti hatiku. Kemarin-kemarin aku masih menerima hinaanmu, tapi sekarang ini kamu akan mendapatkan sesuatu yang lebih menyakitkan dari kata batinku yang akan menjadi kenyataan," sesal Miana denhan sikap Rendi yang seperti pria tidak berpendidikan.
"Tuhan hanya akan mengabulkan doa dari wanita bersih dan suci. Bukan dari wanita kotor sepertimu yang berlindung di balik sakit hati. Semua kata batinmu tidak akan menjadi kenyataan," desis Rendi sambil membeberkan tajam.
"Sebenarnya aku ingin mengajakmu untuk menyaksikan pernikahanku dengan Siska, tapi kamu yang bersilat lidah membuatku mengurungkan niat. Aku tidak mau kamu akan menghancurkan pernikahan kami nanti."
Setelah mengatakan itu Rendi langsung pergi dari sana. Pria sepertinya sedang terburu-buru untuk melangsungkan akad nikah bersama Siska. Terlihat dari penampilan dan pakaiannya yang seperti pengantin pria.
Miana langsung terduduk di lantai sambil menangis tergugu. Sedih, sakit, dan semua rasa kehancuran bercampur menjadi satu. Namun, ada sedikit ketenangan yang hadir di hati Miana mengingat dia tidak jatuh pada sentuhan Rendi dengan sifat buruknya.
***
Malam ini Miana berdiri menghadap ke langit di depan jendela kamarnya. Tadi dia berdiri di balkon, tapi karena hujan turun, Miana masuk dan memilih melihat langit dari balik jendela. Pintu penguburan yang terbuka membuat Miana melihat siapa yang berani masuk tanpa membedah terlebih dahulu.
"Meratapi kesedihan dan kesepianmu, hmm?"
"Bagaimana rasanya?"
"Hanya bisa melihat langit yang membasahi bumi membuat malam pertama kami semakin romantis, kesepian yang kamu bayangkan hal itu?"
Tidak ada tanggapan sama sekali. Miana masih terdiam menatap seseorang di hadapannya. Ekspresi di wajah Miana tidak terbaca. Entah kesedihan atau ratapan, semua itu tidak terlihat jelas.
"Malam pertama adalah hal yang paling ditunggu-tunggu pasangan pengantin di seluruh dunia ini dan aku yakin sekali kamu juga termasuk di dalamnya."
"Namun, sepertinya kamu belum beruntung mendapatkan kenikmatan itu. Mungkin kamu harus sedikit lebih sabar lagi untuk bisa merasakan berbagi kehangatan dan panasnya permainan di atasnya. Aku dan ...."
"Diam!" Teriak Miana keras diiringi petir yang menggelegar.
Miana berteriak memotong kata orang itu sebelum menyelesaikan kalimatnya. Namun, bukannya marah, dia justru menampilkan senyum kemenangan atas teriakan amarah Miana.
"Tidak bisakah kamu diam dan jangan membuat keributan di kamarku? Atau memang sudah menjadi kebiasaanmu mengganggu milik orang lain?" Miana membuka suaranya dengan dingin dan datar. "Aku tidak bermaksud seperti itu, Mia. Aku hanya ...." "Masuk ke kamar orang lain tanpa izin hanya untuk membuatku marah, apa perilaku menjijikkan seperti itu sudah menjadi kebiasaanmu, Siska?" tanya Miana kembali memotong perkataan Siska. Yah, yang masuk tanpa izin ke kamar Miana memang Siska. Tengah malam begini, apa yang dilakukan Siska di dalam kamarnya kalau bukan untuk menunjukkan kemesraannya bersama Rendi yang sudah mereka lalui? pikir Miana. "Aku hanya ingin menyapamu, Mia. Sejak siang aku dan Mas Rendi kembali dari KUA, aku belum menyapamu meski hanya sebentar saja. Aku belum memiliki waktu untuk itu. Karenanya saat sekarang aku memiliki sedikit waktu, aku ingin menyapamu meski sebentar," kelit Siska sembari tersenyum kecut dengan wajah memelas. Siska merasa apa yang dilakukannya sama sekali t
'Sepertinya aku tidak salah. Siska memang bermain mata dengan Mas Geri. Bahkan Mas Geri juga tidak segan memberikan balasannya. Aku akan membongkar rahasia Siska,' batin Miana sembari berjalan mengikuti mereka ke dalam."Mia, kamu cuma masak segini? Memangnya ini cukup buat sarapan kita?" Lastri, Ibu Rendi langsung melayangkan protes begitu melihat menu yang tersaji di meja makan."Ibu tidak bilang kalau akan berkunjung ke sini. Jadi, aku hanya masak seadanya. Tadi aku sudah minta bibik belanja lebih banyak untuk mengisi kulkas," jawab Miana apa adanya."Biar aku masak lagi, Bu. Ibu makanlah yang banyak. Aku dan Mas Rendi bisa makan setelah kalian nanti. Aku bisa masak mie instan untuk sarapan," sela Siska dalam pembicaraan Miana dan Lastri."Kamu memang menantu yang baik, Siska. Sudah sempurna, tidak cacat, dan mengerti bagaimana seharusnya bersikap pada ibu mertua," ujar Lastri menanggapi Siska dengan ramah."Tidak kayak si onoh yang bisanya cuma numpang hidup. Mau diceraikan saja,
"Tadi aku ke dapur, tapi tidak melihat Siska dan Mas Geri. Aku pikir mereka ada di sini karena pas aku ke taman belakang aku juga tidak melihat mereka. Ternyata mereka berada di tempat yang sedikit tersembunyi," papar Miana menjelaskan sembari pandangannya masih terarah kepada dua orang yang terlihat bergerak dari balik gorden. "Kamu jangan sembarangan bicara, Mia! Tidak mungkin Mas Geri dan Siska begitu. Mereka kakak adik walau hanya terhubung sebagai ipar. Tidak mungkin mereka macam-macam," sanggah Tina mulai merasakan panas saat matanya menangkap dengan jelas pergerakan maju mundur dari seseorang yang berada di belakang seorang wanita. "Kak, aku tidak nuduh macam-macam," sahut Miana membela diri. "Kita lihat siapa mereka." Rendi berdiri dan berjalan ke belakang dengan cepat. Tidak hanya Rendi, Miana, Tina, dan Lastri juga mengikuti di belakangnya. Mereka semua penasaran siapa orang yang membuat melakukan gerakan mencurigakan itu. Sebagai orang dewasa, tentu saja mereka semua
"Nggak majikan, nggak asisten rumah tangga, mereka sama aja. Masih pagi udah ganjen olahraga kayak nggak ada waktu lain," gerutu Miana melihat kegiatan olahraga Warsi di dalam kamar."Benar-benar sial nasibku. Pagiku harus diawali melihat kegiatan mereka yang tidak tahu malu. Mata suciku harus kotor dinodai oleh kegiatan dua pasang manusia yang tidak berguna itu!" decak Miana mengakhiri aksinya mengintip kegiatan Warsi. "Karena aku nggak bisa ganggu Siska sama Mas Rendi, jadi aku bisa buat Warsi menerima pelampiasanku. Salah siapa, waktu itu dia berbohong sampai membela Siska. Jelas-jelas aku lihat sendiri kalau Siska sama Mas Geri lagi ena-ena. Sekarang, waktunya kamu balas dendam." Miana menutup rapat pintu kamar Warsi. Selanjutnya, dia menggedor pintu itu dengan kuat sengaja untuk mengganggu kegiatan yang berada di dalam. "Warsi! Warsi! Kamu masih tidur?! Warsi!" teriak Miana dengan keras sembari terus menggedor pintu kamar Warsi. Terdengar suara Warsi menyahut dari dalam. Seme
"Apa yang Anda katakan, Dokter? Siska hamil?" Miana bertanya untuk memastikan dia tidak salah mendengar. "Benar, Bu. Bu Siska sedang hamil. Menurut pemeriksaan sementara saya, usia kehamilannya sekitar dua belas minggu, tapi hal itu baru bisa kita pastikan setelah mengalami pemeriksaan di rumah sakit," terang dokter. Dokter baru selesai memeriksa Siska. Dokter paruh baya itu menghadap Rendi dengan senyuman lebar di wajahnya. "Selamat, Pak Rendi. Anda akan segera menjadi seorang ayah." Selesai memberikan ucapan selamat, dokter izin pamit setelah menyarankan Siska untuk memeriksakan kandungannya ke rumah sakit. "Mas, aku hamil," ucap Siska dengan wajah berseri bahagia. Deg! Kenyataan ini langsung menyayat hati Miana. Dia menatap Rendi dan Siska dengan tidak percaya. Untuk kembali menyakinkan dirinya sendiri, Miana menghadap Rendi meminta penjelasan. "Ada apa ini, Mas? Siska, dia hamil dan usia kandungannya sudah tiga bulan sementara kalian menikah baru satu minggu. Kamu tidak
"Kenapa aku harus menjaga omonganku? Apa wanita hamil di luar nikah dan bangga atas kehamilan bersama calon suami orang, apa wanita seperti itu harus aku bilang wanita suci?" tantang Miana tanpa rasa takut. Hatinya sudah terlanjur sakit. Tidak ada lagi cara lain untuk mengobati selain dari meluapkan semua isi hatinya dengan menentang mereka."Kamu keterlaluan, Miana!" geram Rendi kembali mengangkat tangannya, tetapi harus terhenti mendengar Miana berteriak."Apa, Mas?! Kamu mau menamparku lagi? Ini, Mas, tampar! Tampar aku, Mas!" seru Miana. Miana menatap tidak percaya kalau tamparan itu justru datang dari suaminya. "Kamu percaya pada fitnah dan memilih menjadi orang asing untukku sebelum kita genap 24 jam menikah." Miana mundur, dia mengusap air matanya dengan cepat. Namun, arus sungai dari pelupuk matanya tetap tidak bisa dihentikan."Sementara dari kehamilan Siska dengan pernikahan kalian yang baru satu minggu, fakta membongkar rahasia besar. Nyatanya kalian sudah sering berhubung
"Aku menyesal pernah mencintaimu, Mas. Aku menyesal masih memperjuangkan kamu yang akan menikah dengan Siska pagi itu." Miana menatap Siska dan Rendi bergantian. Tidak terlihat wajah penyesalan dari mereka berdua. Justru dalam pandangan Miana , Siska menahan senyumannya."Menyesallah, Miana. Semua itu tidak ada gunanya karena kita akan segera bercerai. Aku talak kamu, Miana," ucap Rendi disambut senyum bahagia dari Siska dan tetesan air mata dari Miana. "Aku berjanji akan membalas sakit hatiku!" janji Miana kemudian pergi dari sana. Dia sudah tidak tahan lagi berada diantara orang-orang munafik.***Pagi hari.Miana sedang duduk menghadap cermin menatap dirinya sendiri. Air mata yang keluar dihapus dengan cepat."Tidak, Mia, kamu tidak boleh menangis. Pria seperti itu tidak pantas menjadi suamimu," gumam Miana menasehati dirinya sendiri. "Aku harus mulai rencana pertama. Aku akan mencari dalang di balik pembuat video rekaman bercint* itu. Walaupun wajah perempuan di dalam video itu
"Sejak tadi aku terus mengikuti Siska dan Mas Geri. Aku tidak mau kehilangan jejak mereka berdua." Miana mencoba menyiram minyak agar amarah Rendi semakin membesar. 'Wajah Mas Rendi sudah terlihat sangat memerah menahan amarah. Sebentar lagi aku akan melihat pertunjukan yang menyenangkan. Oh, selamat bersenang-senang, Miana,' batin Miana senang. Rendi menatap Siska dan Geri. Benar saja, mereka sedang berada di kasir untuk membayar belanjaan. Tanpa menunggu lebih lama, Rendi berjalan mendekat diikuti Miana di belakangnya."Siska," panggil Rendi."Ngapain kamu di sini sama Mas Geri?" lanjut Rendi bertanya."Mas Rendi." Siska dan Geri menatap Rendi bersamaan."Rendi."Siska melihat Miana yang berada di belakang Rendi dan tengah tersenyum kepadanya. Dari sini Siska langsung mengerti kenapa Rendi bisa datang menemuinya. Namun, bukan kemarahan yang Siska tampilkan, tetapi senyuman tipis misterius kepada Miana. Setelah itu dilanjutkan dengan Siska yang berhambur ke pelukan Rendi sembari b