Share

Part 6

'Sepertinya aku tidak salah. Siska memang bermain mata dengan Mas Geri. Bahkan Mas Geri juga tidak segan memberikan balasannya. Aku akan membongkar rahasia Siska,' batin Miana sembari berjalan mengikuti mereka ke dalam.

"Mia, kamu cuma masak segini? Memangnya ini cukup buat sarapan kita?" Lastri, Ibu Rendi langsung melayangkan protes begitu melihat menu yang tersaji di meja makan.

"Ibu tidak bilang kalau akan berkunjung ke sini. Jadi, aku hanya masak seadanya. Tadi aku sudah minta bibik belanja lebih banyak untuk mengisi kulkas," jawab Miana apa adanya.

"Biar aku masak lagi, Bu. Ibu makanlah yang banyak. Aku dan Mas Rendi bisa makan setelah kalian nanti. Aku bisa masak mie instan untuk sarapan," sela Siska dalam pembicaraan Miana dan Lastri.

"Kamu memang menantu yang baik, Siska. Sudah sempurna, tidak cacat, dan mengerti bagaimana seharusnya bersikap pada ibu mertua," ujar Lastri menanggapi Siska dengan ramah.

"Tidak kayak si onoh yang bisanya cuma numpang hidup. Mau diceraikan saja, tetap maksa pingin jadi bagian dari keluarga kita. Nampak jelas tujuannya apa masuk ke dalam keluarga ini," sindir Tina pada Miana. Terlihat jelas Tina tidak menyukai keberadaan Miana di antara mereka.

"Kak, tidak perlu menyindirku seperti itu. Langsung saja bicara padaku. Aku mengerti siapa yang Kak Tina maksud," balas Miana menanggapi.

'Sabar ... sabar, Mia. Kamu harus kuat, kamu harus tahan. Ini bukan apa-apa. Mereka akan menerima yang lebih sakit dari yang kamu rasakan saat ini,' batin Miana menasehati dirinya sendiri.

"Baguslah kalau kamu sadar diri! Lebih baik seperti itu daripada harus disadarkan orang lain," ketus Tina penuh keangkuhan.

"Cukup, Sayang. Jangan seperti itu. Miana masih pengantin baru. Jangan membuatnya tidak betah di sini dan membuatmu terlihat buruk," timpal Geri menasehati istrinya. 

Awalnya Geri hanya berniat menunjukkan kalau dia memiliki kesan yang baik pada semua orang, tetapi Geri tidak sadar ada wanita yang merajuk mendengar dia memanggil sayang pada Tina.

Demi menenangkan Siska, Geri memberikan kedipan sebelah mata genitnya. Tanpa Siska dan Geri ketahui kalau hal itu tertangkap jelas di mata Miana yang berseberangan dengan mereka.

'Lagi? Mas Geri bermain mata dengan Siska di depan kami semua? Pasti ada sesuatu dari mereka. Mas Geri dan Siska terlalu berani bermain terang-terangan begini,' tebak Miana dalam hati. 

"Aku akan masak mie instan sekarang. Kalian dan Miana, sarapan saja dulu. Mas, jangan sarapan dulu. Tunggu aku dan kita sarapan mie instan sama-sama," pinta Siska pada Rendi setelah mempersilakan mereka sarapan dengan menu yang tersaji.

"Tidak perlu, Sayang. Kamu di sini sarapan sama kami. Sebagai pengantin baru kamu butuh lebih banyak tenaga dan energi. Biarkan orang yang tidak butuh tenaga yang menyingkir," pungkas Lastri diakhiri dengan sindiran pedas pada Miana.

"Aku tahu, Bu. Aku sadar diri dan ibu tidak perlu menyindirku seperti itu," kata Miana sembari beranjak dari meja makan. 

Miana memilih pergi dari sana dan naik ke atas ke kamarnya. Miana sudah tidak memiliki selera menyantap makanan di antara orang-orang yang membencinya.

"Maafkan aku yang hanya masak sedikit, Bu. Lain kali, aku akan memasak menu sarapan lebih banyak agar ibu tidak kekurangan makanan saat mendadak ingin sarapan di rumah kami." 

Tepat saat Miana menginjak anak tangga ke tiga, telinganya mendengar Siska yang memanipulasi keadaan. Miana tetap diam saja tanpa menjelaskan kalau sebenarnya dia yang masak. 

"Percuma aku menjelaskan pada mereka kalau Siska berbohong. Mereka tidak akan percaya. Padahal, Siska ke dapur setelah aku selesai memasak. Mereka hanya percaya pada Siska. Sedangkan aku, mereka membenci ku seperti musuh bebuyutan," gerutu Miana mempercepat langkahnya menilai anak tangga.

"Seharusnya kamu tidak perlu repot-repot, Siska. Pengantin baru biasanya menghabiskan waktu di kamar. Bahkan untuk makan saja, seharusnya diambilkan dan diantar ke kamar. Kayak kita dulu, ya kan, Mas?" Tina meminta dukungan Geri untuk membenarkan perkataannya.

Geri hanya mengangguk. Pria itu tidak berani berbicara lebih banyak atau hal itu akan membuat Siska kembali merajuk seperti tadi, pikirnya.

***

"Begitu mudahnya kamu mencari istri baru, Mas. Hanya karena video fitnah itu kamu dan keluargamu menjadikan aku samsak untuk berpuas diri menghancurkan mental seseorang." Miana berbicara sembari menatap cermin di depannya. 

Mata Miana menajam menatap dirinya di pantulan cermin. Amarah besar terkumpul dalam netral indahnya yang saat ini semakin memerah.

"Kalau bukan karena aku ingin membalas dendam padamu, aku sudah pergi dari lingkaran keluargamu yang busuk. Aku tidak sudi berada di antara penjilat seperti kalian, tapi aku harus sabar. Aku harus menahan kekejaman ini demi kemenangan besar." 

Miana terus menasehati dirinya sendiri. Tanpa terasa bulir-bulir bening mengalir saat di pikiran Miana terlintas kebahagiaan yang dulu bersama keluarganya.

"Ayah, Ibu, Mia rindu kalian. Miana pasti kuat. Senyuman kalian yang membuat Mia masih bertahan sampai sekarang," kata Miana sembari mengusap air matanya.

Siang hari, Miana merasakan pusing. Mungkin karena tadi pagi dia tidak sarapan dan sekarang sudah lewat jam makan siang. 

"Mungkin mereka sudah pulang. Aku akan keluar sebentar mencari makanan." Miana beranjak dan membawa uang secukupnya karena tidak jauh dari rumah ada penjual makanan.

"Mia, mau kemana kamu, hmm?" tegur Lastri begitu melihat Miana menuju ke ruang tamu dan terlihat sepertinya akan keluar.

"Tidak sopan! Sudah tahu ibuku berkunjung ke sini. Bukannya melayani dengan baik malah mengacuhkannya dan semedi di dalam kamar. Apa kamu tidak tahu caranya menghormati orang tua?" Kelakar Rendi tanpa melihat Miana.

"Aku hanya ingin keluar sebentar, Mas. Lagian, bukan aku tidak sopan dan tidak mau melayani ibumu, tapi sepertinya mereka semua tidak nyaman dengan keberadaan ku di antara mereka. Jadi, sebelum aku disadarkan, lebih baik aku sadar diri terlebih dahulu," jawab Miana menatap Rendi yang masih berfokus pada ponsel di tangannya.

"Ibumu, kamu bilang? Jadi, kamu tidak menganggap ibuku sebagai ibumu?" tandas Tina begitu mendengar jawaban Miana.

"Kamu ini, ya memang tidak tahu diuntung. Kamu sendiri yang menciptakan jarak dengan kami, tapi kamu menggunakan alasan ibuku yang tidak nyaman dengan keberadaanmu. Sebenarnya apa maumu, sih, Miana?" serang Tina begitu ada kesempatan memojokkan Miana.

"Dia memang pandai bersilat lidah dan memainkan peran, Kak. Miana sudah teruji kehebatannya dalam memutar fakta yang ada. Jadi, jangan heran kalau dia terus mengelak dari fakta yang kamu sebutkan." Rendi menimpali dengan kejam.

Napas Miana naik turun menahan amarah. Bukan hanya sekali, tetapi dia diserang bertubi-tubi. Terlebih mereka berkelompok. Bagaimana bisa dia yang hanya sendiri menang melawan banyak orang? pikir Miana.

'Aku harus kuat. Aku harus bisa melawan mereka,' batin Miana menguatkan dirinya sendiri.

Saat Miana ingin menjawab berbagai tuduhan Rendi dan Tina, sorot matanya menangkap dua orang yang sangat Miana kenali. 

'Disini hanya ada ibu, Mas Rendi, dan Kak Tina. Berarti tidak salah lagi, itu Siska dan Mas Geri,' batin Miana menemukan alasan untuk menghindar dari kesalahan yang tidak diperbuatnya. 

'Yah, walaupun itu harus menggunakan orang lain sebagai korbannya, tapi semuanya tidak masalah asalkan bebas. Lagipula, Siska termasuk manusia jahat yang harus aku musnahkan dari bumi yang suci ini,' gumam Miana dalam hati.

"Mas, kemana Siska dan Mas Geri? Kenapa mereka berdua tidak ada di sini berkumpul dengan kalian?" tanya Miana membuat Rendi mengalihkan fokus dari ponsel untuk membalas tatapannya. 

"Terus, siapa itu, Mas? Dari yang terlihat, sepertinya itu perempuan dan laki-laki. Atau jangan-jangan itu Siska dan Mas Geri?" 

Miana menunjuk pada dua orang yang samar-samar terlihat dari balik gorden. Kedua orang itu berada di taman belakang rumah. Dari posisi mereka, gerakan yang timbul dari dua orang disebalik gorden terlihat mencurigakan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status