'Sepertinya aku tidak salah. Siska memang bermain mata dengan Mas Geri. Bahkan Mas Geri juga tidak segan memberikan balasannya. Aku akan membongkar rahasia Siska,' batin Miana sembari berjalan mengikuti mereka ke dalam.
"Mia, kamu cuma masak segini? Memangnya ini cukup buat sarapan kita?" Lastri, Ibu Rendi langsung melayangkan protes begitu melihat menu yang tersaji di meja makan.
"Ibu tidak bilang kalau akan berkunjung ke sini. Jadi, aku hanya masak seadanya. Tadi aku sudah minta bibik belanja lebih banyak untuk mengisi kulkas," jawab Miana apa adanya.
"Biar aku masak lagi, Bu. Ibu makanlah yang banyak. Aku dan Mas Rendi bisa makan setelah kalian nanti. Aku bisa masak mie instan untuk sarapan," sela Siska dalam pembicaraan Miana dan Lastri.
"Kamu memang menantu yang baik, Siska. Sudah sempurna, tidak cacat, dan mengerti bagaimana seharusnya bersikap pada ibu mertua," ujar Lastri menanggapi Siska dengan ramah.
"Tidak kayak si onoh yang bisanya cuma numpang hidup. Mau diceraikan saja, tetap maksa pingin jadi bagian dari keluarga kita. Nampak jelas tujuannya apa masuk ke dalam keluarga ini," sindir Tina pada Miana. Terlihat jelas Tina tidak menyukai keberadaan Miana di antara mereka.
"Kak, tidak perlu menyindirku seperti itu. Langsung saja bicara padaku. Aku mengerti siapa yang Kak Tina maksud," balas Miana menanggapi.
'Sabar ... sabar, Mia. Kamu harus kuat, kamu harus tahan. Ini bukan apa-apa. Mereka akan menerima yang lebih sakit dari yang kamu rasakan saat ini,' batin Miana menasehati dirinya sendiri.
"Baguslah kalau kamu sadar diri! Lebih baik seperti itu daripada harus disadarkan orang lain," ketus Tina penuh keangkuhan.
"Cukup, Sayang. Jangan seperti itu. Miana masih pengantin baru. Jangan membuatnya tidak betah di sini dan membuatmu terlihat buruk," timpal Geri menasehati istrinya.
Awalnya Geri hanya berniat menunjukkan kalau dia memiliki kesan yang baik pada semua orang, tetapi Geri tidak sadar ada wanita yang merajuk mendengar dia memanggil sayang pada Tina.
Demi menenangkan Siska, Geri memberikan kedipan sebelah mata genitnya. Tanpa Siska dan Geri ketahui kalau hal itu tertangkap jelas di mata Miana yang berseberangan dengan mereka.
'Lagi? Mas Geri bermain mata dengan Siska di depan kami semua? Pasti ada sesuatu dari mereka. Mas Geri dan Siska terlalu berani bermain terang-terangan begini,' tebak Miana dalam hati.
"Aku akan masak mie instan sekarang. Kalian dan Miana, sarapan saja dulu. Mas, jangan sarapan dulu. Tunggu aku dan kita sarapan mie instan sama-sama," pinta Siska pada Rendi setelah mempersilakan mereka sarapan dengan menu yang tersaji.
"Tidak perlu, Sayang. Kamu di sini sarapan sama kami. Sebagai pengantin baru kamu butuh lebih banyak tenaga dan energi. Biarkan orang yang tidak butuh tenaga yang menyingkir," pungkas Lastri diakhiri dengan sindiran pedas pada Miana.
"Aku tahu, Bu. Aku sadar diri dan ibu tidak perlu menyindirku seperti itu," kata Miana sembari beranjak dari meja makan.
Miana memilih pergi dari sana dan naik ke atas ke kamarnya. Miana sudah tidak memiliki selera menyantap makanan di antara orang-orang yang membencinya.
"Maafkan aku yang hanya masak sedikit, Bu. Lain kali, aku akan memasak menu sarapan lebih banyak agar ibu tidak kekurangan makanan saat mendadak ingin sarapan di rumah kami."
Tepat saat Miana menginjak anak tangga ke tiga, telinganya mendengar Siska yang memanipulasi keadaan. Miana tetap diam saja tanpa menjelaskan kalau sebenarnya dia yang masak.
"Percuma aku menjelaskan pada mereka kalau Siska berbohong. Mereka tidak akan percaya. Padahal, Siska ke dapur setelah aku selesai memasak. Mereka hanya percaya pada Siska. Sedangkan aku, mereka membenci ku seperti musuh bebuyutan," gerutu Miana mempercepat langkahnya menilai anak tangga.
"Seharusnya kamu tidak perlu repot-repot, Siska. Pengantin baru biasanya menghabiskan waktu di kamar. Bahkan untuk makan saja, seharusnya diambilkan dan diantar ke kamar. Kayak kita dulu, ya kan, Mas?" Tina meminta dukungan Geri untuk membenarkan perkataannya.
Geri hanya mengangguk. Pria itu tidak berani berbicara lebih banyak atau hal itu akan membuat Siska kembali merajuk seperti tadi, pikirnya.
***
"Begitu mudahnya kamu mencari istri baru, Mas. Hanya karena video fitnah itu kamu dan keluargamu menjadikan aku samsak untuk berpuas diri menghancurkan mental seseorang." Miana berbicara sembari menatap cermin di depannya.
Mata Miana menajam menatap dirinya di pantulan cermin. Amarah besar terkumpul dalam netral indahnya yang saat ini semakin memerah.
"Kalau bukan karena aku ingin membalas dendam padamu, aku sudah pergi dari lingkaran keluargamu yang busuk. Aku tidak sudi berada di antara penjilat seperti kalian, tapi aku harus sabar. Aku harus menahan kekejaman ini demi kemenangan besar."
Miana terus menasehati dirinya sendiri. Tanpa terasa bulir-bulir bening mengalir saat di pikiran Miana terlintas kebahagiaan yang dulu bersama keluarganya.
"Ayah, Ibu, Mia rindu kalian. Miana pasti kuat. Senyuman kalian yang membuat Mia masih bertahan sampai sekarang," kata Miana sembari mengusap air matanya.
Siang hari, Miana merasakan pusing. Mungkin karena tadi pagi dia tidak sarapan dan sekarang sudah lewat jam makan siang.
"Mungkin mereka sudah pulang. Aku akan keluar sebentar mencari makanan." Miana beranjak dan membawa uang secukupnya karena tidak jauh dari rumah ada penjual makanan.
"Mia, mau kemana kamu, hmm?" tegur Lastri begitu melihat Miana menuju ke ruang tamu dan terlihat sepertinya akan keluar.
"Tidak sopan! Sudah tahu ibuku berkunjung ke sini. Bukannya melayani dengan baik malah mengacuhkannya dan semedi di dalam kamar. Apa kamu tidak tahu caranya menghormati orang tua?" Kelakar Rendi tanpa melihat Miana.
"Aku hanya ingin keluar sebentar, Mas. Lagian, bukan aku tidak sopan dan tidak mau melayani ibumu, tapi sepertinya mereka semua tidak nyaman dengan keberadaan ku di antara mereka. Jadi, sebelum aku disadarkan, lebih baik aku sadar diri terlebih dahulu," jawab Miana menatap Rendi yang masih berfokus pada ponsel di tangannya.
"Ibumu, kamu bilang? Jadi, kamu tidak menganggap ibuku sebagai ibumu?" tandas Tina begitu mendengar jawaban Miana.
"Kamu ini, ya memang tidak tahu diuntung. Kamu sendiri yang menciptakan jarak dengan kami, tapi kamu menggunakan alasan ibuku yang tidak nyaman dengan keberadaanmu. Sebenarnya apa maumu, sih, Miana?" serang Tina begitu ada kesempatan memojokkan Miana.
"Dia memang pandai bersilat lidah dan memainkan peran, Kak. Miana sudah teruji kehebatannya dalam memutar fakta yang ada. Jadi, jangan heran kalau dia terus mengelak dari fakta yang kamu sebutkan." Rendi menimpali dengan kejam.
Napas Miana naik turun menahan amarah. Bukan hanya sekali, tetapi dia diserang bertubi-tubi. Terlebih mereka berkelompok. Bagaimana bisa dia yang hanya sendiri menang melawan banyak orang? pikir Miana.
'Aku harus kuat. Aku harus bisa melawan mereka,' batin Miana menguatkan dirinya sendiri.
Saat Miana ingin menjawab berbagai tuduhan Rendi dan Tina, sorot matanya menangkap dua orang yang sangat Miana kenali.
'Disini hanya ada ibu, Mas Rendi, dan Kak Tina. Berarti tidak salah lagi, itu Siska dan Mas Geri,' batin Miana menemukan alasan untuk menghindar dari kesalahan yang tidak diperbuatnya.
'Yah, walaupun itu harus menggunakan orang lain sebagai korbannya, tapi semuanya tidak masalah asalkan bebas. Lagipula, Siska termasuk manusia jahat yang harus aku musnahkan dari bumi yang suci ini,' gumam Miana dalam hati.
"Mas, kemana Siska dan Mas Geri? Kenapa mereka berdua tidak ada di sini berkumpul dengan kalian?" tanya Miana membuat Rendi mengalihkan fokus dari ponsel untuk membalas tatapannya.
"Terus, siapa itu, Mas? Dari yang terlihat, sepertinya itu perempuan dan laki-laki. Atau jangan-jangan itu Siska dan Mas Geri?"
Miana menunjuk pada dua orang yang samar-samar terlihat dari balik gorden. Kedua orang itu berada di taman belakang rumah. Dari posisi mereka, gerakan yang timbul dari dua orang disebalik gorden terlihat mencurigakan.
"Tadi aku ke dapur, tapi tidak melihat Siska dan Mas Geri. Aku pikir mereka ada di sini karena pas aku ke taman belakang aku juga tidak melihat mereka. Ternyata mereka berada di tempat yang sedikit tersembunyi," papar Miana menjelaskan sembari pandangannya masih terarah kepada dua orang yang terlihat bergerak dari balik gorden. "Kamu jangan sembarangan bicara, Mia! Tidak mungkin Mas Geri dan Siska begitu. Mereka kakak adik walau hanya terhubung sebagai ipar. Tidak mungkin mereka macam-macam," sanggah Tina mulai merasakan panas saat matanya menangkap dengan jelas pergerakan maju mundur dari seseorang yang berada di belakang seorang wanita. "Kak, aku tidak nuduh macam-macam," sahut Miana membela diri. "Kita lihat siapa mereka." Rendi berdiri dan berjalan ke belakang dengan cepat. Tidak hanya Rendi, Miana, Tina, dan Lastri juga mengikuti di belakangnya. Mereka semua penasaran siapa orang yang membuat melakukan gerakan mencurigakan itu. Sebagai orang dewasa, tentu saja mereka semua
"Nggak majikan, nggak asisten rumah tangga, mereka sama aja. Masih pagi udah ganjen olahraga kayak nggak ada waktu lain," gerutu Miana melihat kegiatan olahraga Warsi di dalam kamar."Benar-benar sial nasibku. Pagiku harus diawali melihat kegiatan mereka yang tidak tahu malu. Mata suciku harus kotor dinodai oleh kegiatan dua pasang manusia yang tidak berguna itu!" decak Miana mengakhiri aksinya mengintip kegiatan Warsi. "Karena aku nggak bisa ganggu Siska sama Mas Rendi, jadi aku bisa buat Warsi menerima pelampiasanku. Salah siapa, waktu itu dia berbohong sampai membela Siska. Jelas-jelas aku lihat sendiri kalau Siska sama Mas Geri lagi ena-ena. Sekarang, waktunya kamu balas dendam." Miana menutup rapat pintu kamar Warsi. Selanjutnya, dia menggedor pintu itu dengan kuat sengaja untuk mengganggu kegiatan yang berada di dalam. "Warsi! Warsi! Kamu masih tidur?! Warsi!" teriak Miana dengan keras sembari terus menggedor pintu kamar Warsi. Terdengar suara Warsi menyahut dari dalam. Seme
"Apa yang Anda katakan, Dokter? Siska hamil?" Miana bertanya untuk memastikan dia tidak salah mendengar. "Benar, Bu. Bu Siska sedang hamil. Menurut pemeriksaan sementara saya, usia kehamilannya sekitar dua belas minggu, tapi hal itu baru bisa kita pastikan setelah mengalami pemeriksaan di rumah sakit," terang dokter. Dokter baru selesai memeriksa Siska. Dokter paruh baya itu menghadap Rendi dengan senyuman lebar di wajahnya. "Selamat, Pak Rendi. Anda akan segera menjadi seorang ayah." Selesai memberikan ucapan selamat, dokter izin pamit setelah menyarankan Siska untuk memeriksakan kandungannya ke rumah sakit. "Mas, aku hamil," ucap Siska dengan wajah berseri bahagia. Deg! Kenyataan ini langsung menyayat hati Miana. Dia menatap Rendi dan Siska dengan tidak percaya. Untuk kembali menyakinkan dirinya sendiri, Miana menghadap Rendi meminta penjelasan. "Ada apa ini, Mas? Siska, dia hamil dan usia kandungannya sudah tiga bulan sementara kalian menikah baru satu minggu. Kamu tidak
"Kenapa aku harus menjaga omonganku? Apa wanita hamil di luar nikah dan bangga atas kehamilan bersama calon suami orang, apa wanita seperti itu harus aku bilang wanita suci?" tantang Miana tanpa rasa takut. Hatinya sudah terlanjur sakit. Tidak ada lagi cara lain untuk mengobati selain dari meluapkan semua isi hatinya dengan menentang mereka."Kamu keterlaluan, Miana!" geram Rendi kembali mengangkat tangannya, tetapi harus terhenti mendengar Miana berteriak."Apa, Mas?! Kamu mau menamparku lagi? Ini, Mas, tampar! Tampar aku, Mas!" seru Miana. Miana menatap tidak percaya kalau tamparan itu justru datang dari suaminya. "Kamu percaya pada fitnah dan memilih menjadi orang asing untukku sebelum kita genap 24 jam menikah." Miana mundur, dia mengusap air matanya dengan cepat. Namun, arus sungai dari pelupuk matanya tetap tidak bisa dihentikan."Sementara dari kehamilan Siska dengan pernikahan kalian yang baru satu minggu, fakta membongkar rahasia besar. Nyatanya kalian sudah sering berhubung
"Aku menyesal pernah mencintaimu, Mas. Aku menyesal masih memperjuangkan kamu yang akan menikah dengan Siska pagi itu." Miana menatap Siska dan Rendi bergantian. Tidak terlihat wajah penyesalan dari mereka berdua. Justru dalam pandangan Miana , Siska menahan senyumannya."Menyesallah, Miana. Semua itu tidak ada gunanya karena kita akan segera bercerai. Aku talak kamu, Miana," ucap Rendi disambut senyum bahagia dari Siska dan tetesan air mata dari Miana. "Aku berjanji akan membalas sakit hatiku!" janji Miana kemudian pergi dari sana. Dia sudah tidak tahan lagi berada diantara orang-orang munafik.***Pagi hari.Miana sedang duduk menghadap cermin menatap dirinya sendiri. Air mata yang keluar dihapus dengan cepat."Tidak, Mia, kamu tidak boleh menangis. Pria seperti itu tidak pantas menjadi suamimu," gumam Miana menasehati dirinya sendiri. "Aku harus mulai rencana pertama. Aku akan mencari dalang di balik pembuat video rekaman bercint* itu. Walaupun wajah perempuan di dalam video itu
"Sejak tadi aku terus mengikuti Siska dan Mas Geri. Aku tidak mau kehilangan jejak mereka berdua." Miana mencoba menyiram minyak agar amarah Rendi semakin membesar. 'Wajah Mas Rendi sudah terlihat sangat memerah menahan amarah. Sebentar lagi aku akan melihat pertunjukan yang menyenangkan. Oh, selamat bersenang-senang, Miana,' batin Miana senang. Rendi menatap Siska dan Geri. Benar saja, mereka sedang berada di kasir untuk membayar belanjaan. Tanpa menunggu lebih lama, Rendi berjalan mendekat diikuti Miana di belakangnya."Siska," panggil Rendi."Ngapain kamu di sini sama Mas Geri?" lanjut Rendi bertanya."Mas Rendi." Siska dan Geri menatap Rendi bersamaan."Rendi."Siska melihat Miana yang berada di belakang Rendi dan tengah tersenyum kepadanya. Dari sini Siska langsung mengerti kenapa Rendi bisa datang menemuinya. Namun, bukan kemarahan yang Siska tampilkan, tetapi senyuman tipis misterius kepada Miana. Setelah itu dilanjutkan dengan Siska yang berhambur ke pelukan Rendi sembari b
"A ... apa, Mas? Jangan main-main dengan kata-kata itu, Mas." Miana yang baru masuk rumah ternyata disambut dengan kata-kata menyakitkan itu. "Aku sedang tidak berminat main-main denganmu, Miana. Aku benar-benar mentalakmu," kata Rendi kembali mengulang kata-katanya."Apa salahku, Mas? Kenapa kamu tega talak aku?" Miana menjatuhkan barang-barang yang ada di tangannya. Dia menangis tidak percaya dengan pendengarannya."Kamu salah karena kamu sudah berani memfitnah Sarah dan Mas Geri. Kamu berusaha mempengaruhiku, Miana. Jauh-jauh aku datang ke mall hanya untuk melihat kebohongan yang kamu ciptakan. Dan bodohnya aku percaya pada kata-katamu!" marah Rendi."Ibu, maafkan aku yang sudah jalan dengan Mas Geri, Bu. Aku sungguh tidak sengaja bertemu dengan kakak ipar di mall. Kalau Ibu tidak percaya, Ibu bisa menghubungi kak Tina untuk menanyakan kebenarannya. Mas Geri sudah meminta izin pada kak Tina, Bu." Siska masih terus menangis dipelukan Lastri sejak pertama kali kembali ke rumah."Ibu
"Jangan-jangan Siska melakukannya dengan Mas Geri." Miana menutup mulut terkejut dengan dugaannya sendiri."Ya, ampun berani kali mereka bercint* di rumah utama. Siska dan Mas Geri justru menggunakan kesempatan tinggal bersama ini untuk mempermudah mereka bermesraan kapanpun," gumam Miana. "Aku harus menggunakan kesempatan baik ini untuk membongkar kebusukan mereka. Baru semalam di rumah utama mereka sudah terlalu berani, bagaimana jika tinggal disini lebih lama lagi." Miana berniat pergi dari sana untuk membangunkan Tina dan Lastri.Akan tetapi, belum sampai Miana melangkah pergi, pintu tempatnya bersandar terbuka dan membuat dia ketahuan sedang mengintip kegiatan Siska dan Geri di dalam sana. Miana pun tak sengaja hampir terjatuh dan justru masuk satu langkah ke dalam.Saat Miana berada di dalam kamar, dia melihat keadaan Geri dan Siska sedang dalam posisi yang hot. Tentu saja keduanya tidak menggunakan sehelai kain di tubuhnya. Bukan hanya Miana, tapi Siska dan Geri juga terkejut