Share

3.

Pagi-pagi, tahan emosi YESS! 😂

******

Hampir seminggu ini aku terus menghindar dari mas Tala, menghilang dari pandangan pria itu.

Dengan tujuan dan pengharapan pria yang telah menjadi suamiku itu merasa kehilangan dan mencari keberadaanku.

Namun rasanya nihil melihat mas Tala tak urung mendatangi kamarku walaupun hanya sekadar untuk mengetuk pintunya saja. Tersenyum meringis ketika aku mendengar deru mesin suara mobil mas Tala. Lagi, untuk kesekian kalinya malam ini mas Tala kembali pergi, aku mengintip dari balik jendela kamar dan menatap kepergian mas Tala dalam diam.

Aku marah, kecewa, sedih dan juga cemburu atas apa yang mas Tala lakukan selama ini. Tetapi aku tidak bisa mengungkapkannya. Tidak, bukannya tidak bisa, hanya saja aku sadar diri bahwa keluhanku juga pasti tidak akan di dengarkan mas Tala. Justru pria itu malah senang melihatku terluka dan bersedih.

Hal itulah yang membuatku menghindar darinya, aku sudah memutuskan tidak ingin bertemu dan bertatap muka dulu dengan mas Tala untuk beberapa waktu ini. Aku tidak yakin bisa bertahan hanya diam saja tanpa menanyakan siapa wanita yang ada di club malam bersamanya dan kenapa mas Tala berada disana?

Dugaanku begitu kuat menebak jika wanita yang tengah bersama mas Tala di club malam itu adalah kekasihnya, Sally. Wanita yang begitu di cintai mas Tala, hal ini pun aku ketahui dari mulut mas Tala sendiri setelah sehari menjadi istrinya.

Di tambah lagi dengan bumbu ucapan mas Tala selanjutnya yang begitu menohok hatiku. Ia mengatakan bahwa pernikahan ini hanyalah kesialan saja untuknya. Bahkan dengan sangat tidak punya hatinya ia akan tetap melanjutkan hubungannya dengan Sally tanpa perlu repot dan pusing memikirkanku sebagai istrinya.

Yang membuatku sangat-sangat terluka adalah, kenapa mas Tala mengatakan semua kebenaran tentangnya yang sudah memilki kekasih setelah kami resmi menikah? Kenapa ia tidak mengatakannya saja saat proses perkenalan dan pendekatan kami dulu, yang memang terbilang sangat singkat.

Seandainya mas Tala sudah mengatakannya lebih dulu, kemungkinan pernikahan ini tidak terjadi. Aku bahkan heran kenapa mas Tala justru malah sangat antusias dengan pernikahan kami, dan saat aku tanya barulah mas Tala memberikan alasannya jika ia melakukan semua ini demi kedua orang tuanya.

Benar-benar sangat sempurna, semua memang sudah di rencanakan mas Tala. Ia ingin membuat pernikahan seakan nyata dengan kebahagiaan.

Ya Tuhan! Ujianmu sungguh-sungguh menakjubkan. Tetapi, aku tetap tidak akan kalah dan menyerah. Hanya saja, beri aku sedikit kekuatan untuk terus bertahan dan bersabar.

Apakah masih ada sedikit harapan untuk bahagia dengan pernikahan ini? Jika ada, tolong beri aku jalan yang mudah untuk melaluinya.

*****

Pagi-pagi sekali aku sudah bangun seperti biasa, beranjak turun dari ranjang dan lekas melangkah ke dapur untuk membuat sarapan. Meskipun aku menghindar dari mas Tala, tetapi aku tak melupakan kewajibanku yang satu itu. Sebagai seorang istri tentu aku bersedia melayani suamiku lahir dan batin.

Tetapi apa daya jika sampai sekarang ini mas Tala juga belum mau menyentuhku ataupun meminta diriku untuk melayaninya di ranjang. Padahal aku sudah sangat siap jika mas Tala memintanya. Astaga! Apa yang aku pikirkan.

Tak ingin terlalu lama maka aku lekas melakukan semua pekerjaan dengan cepat, agar saat nanti mas Tala bangun tak perlu merasa terganggu dengan kehadiranku.

Setelah siap menyelesaikan masakan untuk sarapan segera ku sajikan ke dalam piring dan menatanya sedemikian cantik. Ku letakkan makanan itu ke atas meja makan dengan pengharapan kali ini masakan aku akan dimakan oleh mas Tala. Tidak seperti yang lalu-lalu, masakan ku tak pernah sekalipun di makannya dan berakhir aku yang memakannya hingga sampai merasa kekenyangan. Terkadang aku memberikan makanan yang telah ku masak kepada para tetangga, atau berakhir terbuang sia-sia di tong sampah karena sudah mengeluarkan bau tak sedap yang menyengat.

Baru saja aku ingin membersihkan dapur dan peralatan masak yang kotor namun terhalang karena aku menangkap derap langkah kaki yang berjalan mendekat ke sini. Memekik bingung apa yang harus aku lakukan?

Tetap bertahan dan menyapa mas Tala seperti biasa atau segera berlari kabur.

Aku segera bersembunyi ketika melihat mas Tala sudah masuk ke area dapur. Sedikit mengintip dari balik celah tempatku sekarang bersembunyi. Ku lihat mas Tala melihat makanan di atas meja itu, begitu tak sabarannya aku sangat mengharapkan mas Tala untuk duduk di kursi lalu menikmati sarapan yang ku buat dengan susah payah dan lelah.

Namun harapan tinggalah harapan, semuanya pupus ketika ku lihat mas Tala melenggang pergi tanpa menoleh sekali lagi ke makanan itu. Perlahan aku keluar dari tempat persembunyianku dan melangkah lesu ke meja makan.

Mendelik kaget saat mataku tak sengaja menemukan secarik kertas yang terselip di bawah piring. Ah, aku baru ingat, tadi sebelum pergi mas Tala memang sempat membuka tas kerjanya dan tampak menuliskan sesuatu. Apakah ini?

Duh, aku penasaran dengan isinya. Semoga saja bukanlah isi yang berupa kata-kata kasar dan menyakitkan. Dengan sangat perlahan dan hati-hati aku membuka secarik kertas itu.

Sebenarnya, permainan apa yang sedang kau mainkan?

Aku mengerutkan dahi membaca kalimat pertama yang dituliskan mas Tala. Apa maksudnya? Permainan apa? pikirku seketika tak mengerti.

Ku sarankan padamu untuk berhenti bermain-main denganku. Kalau kau sudah tak tahan dan ingin pisah maka segeralah lakukan, karena tidak mungkin jika aku yang mengajukan perceraian lebih dulu. Tetapi jika kau tetap mengujiku maka jangan salahkan aku kalau pada akhirnya aku yang akan mengajukan perceraian lebih dulu.

Berhentilah untuk bersikap sok kuat dan sabar menghadapiku, bagiku itu terlihat sangat munafik sekali. Ah, aku ingin melihat seberapa kuatnya sih dirimu?

Dan satu lagi, jangan lagi melakukan kebiasaan menyebalkanmu itu. Kau tau kan, rasanya sangat percuma apabila kau repot-repot dan lelah memasak untukku setiap harinya. Karena apa? Karena percuma saja, aku tidak akan pernah mau dan sudi untuk memakannya. Jangankan untuk memakannya, untuk memegang ujung piring itu saja rasanya aku enggan.

Dan ya, semua yang kau lakukan itu adalah pemborosan. Pengeluaran bulanan membengkak tanpa ada hasil yang bisa di nikmati dengan layak.

Jadi, ku sarankan padamu untuk tidak melakukan apapun yang membuatku rugi dan merasa terganggu. Mengerti?!

Atala Malik.

Dadaku terasa sesak, sakit sekaligus nyeri. Dan tanpa sadar tanganku terkepal kuat meremas kertas itu. Ya Tuhan! Kenapa isinya begitu menyakitikan hatiku?

Tidak bisakah mas Tala menuliskan kata-kata yang sedikit manis untukku? Hanya sedikit yang ku minta, apakah tidak bisa ia melakukannya?

Haruskah ia menulis sekasar dan sekejam ini? Oh, mas Tala, aku ini istrimu. Tetapi, kenapa kau begitu jahat dan kejam memperlakukanku? Apa salahku sampai membuatmu begitu membenciku? Hah, apa mas?! Ratapku menangis seorang diri dengan posisi tubuh duduk meringkuk memeluk lutut di atas lantai yang dingin.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status