Share

Bab 7-Campur Tangan

Melihat keahliannya diakui, Kaling tertawa terbahak-bahak. "Kau memang tidak biasa, Pak Tua. Namun, ini belum seberapa!" serunya sambil melancarkan serangan beruntun dengan kecepatan yang meningkat.

Mangku Jati tetap tenang, mengarahkan aliran airnya untuk membentuk pola pertahanan yang kompleks. Setiap serangan Kaling bertemu dengan perlawanan yang lebih tangguh. Pertarungan semakin intens, dengan elemen air dan api bersatu dalam tarian yang menegangkan di malam yang gelap. Samar-samar terlihat asap beterbangan melalui pantulan cahaya api.

Tiba-tiba, Mangku Jati mengubah strategi. Dengan cepat, ia menghentikan aliran airnya dan meluncur maju, menerjang Kaling dengan serangan mendalam. Kejutan ini membuat Kaling terkejut, namun dia dengan cepat merespons dengan mengeluarkan tenaga dalamnya yang mematikan.

Pertarungan mencapai puncak ketegangan antara air yang mengalir dan kobaran api yang bergelora. Keduanya saling berusaha mengungguli satu sama lain. Membandingkan air dan api jelas memiliki sifat yang bertolak belakang. Kaling menyadari lawannya mampu menggunakan elemen air, menyebabkan sedikit kesulitan baginya. Sementara itu, Mangku Jati masih khawatir bahwa tenaganya terkuras secara terus-menerus.

Dalam serangkaian gerakan yang lincah, Mangku Jati dengan cepat mengarahkan aliran air ke arah kobaran api Kaling. Namun, kekuatan api itu tak begitu saja padam. Kobaran api yang kuat mencoba menahan serangan air, menciptakan pertarungan elemen yang memukau.

Sementara itu, Mangku Jati berusaha menjaga fokusnya, menyadari bahwa tenaganya semakin menipis. Ia memusatkan energi untuk menciptakan aliran air yang melingkupinya, berusaha menyerang sebisa mungkin. Namun, terlihat jelas bahwa daya serang air yang dia kendalikan mulai menyusut. Tenaga dalamnya yang terkuras hampir tidak bisa memanipulasi gerakan aliran air.

Kaling, dengan kepiawaiannya mengendalikan Api, terus mengejar kelemahan lawannya. Ia menciptakan percikan kobaran api yang besar dan mencekam di sekitar Mangku Jati. Kobaran api semakin intens, dan Mangku Jati mulai merasa kewalahan.

Tidak mengira keliang perampok ini ternyata begitu cakap, bahkan sampai mengalahkannya yang merupakan seorang tetua yang dihormati. Mangku Jati terus mengkompres tenaga dalamnya untuk menciptakan aliran air, sampai kobaran api di sekitarnya mulai menipis dan padam.

Sayang, Mangku Jati jatuh berlutut di atas tanah dengan nafas yang tersenggal-senggal. Ketika pandangannya mulai teralihkan, pedang dengan kobaran api tipis mulai mengancam hidupnya.

Dalam momen kemenangan itu, Kaling dengan tawa sinis mengejek Mangku Jati. Ia melihat kelelahan pada wajah sang Mangku dan memutuskan untuk tidak menghabiskan tenaganya sepenuhnya. "Kita bisa mengakhiri pertarungan ini," ucap Kaling dengan dingin dan penuh kebencian.

Pedang berkobar di tangannya terangkat ke atas, siap untuk ditebaskan dan memenggal leher sang Mangku.

"Menyingkir!"

Seruan muda tiba-tiba datang dari arah samping, menerobos kerumunan perampok.

Kaling, yang menyadarinya, menoleh dengan sedikit rasa penasaran. Pandangannya menyapu kedatangan sosok muda yang dengan mudahnya menghancurkan barisan perampok. Dengan kehadiran sosok muda itu, ketegangan di udara semakin terasa. Keliang perampok itu mendecakkan lidah dengan raut wajah yang berkerut.

Mandala datang entah dari mana, mendobrak perampok secara tiba-tiba. Mereka yang tidak mengetahui kedatangannya terkejut secara perlahan.

Sabetan demi sabetan menyapu para perampok di sekitar Mandala, dengan serangan yang tak terduga membuat rasa kejutan dan ketidaksiapan.

"Jangan hanya melihat dasar bodoh, bunuh dia!" seru salah satu perampok, menginstruksikan langkah untuk menghadapi Mandala.

Namun, dalam sekejap, Mandala dengan keahliannya yang luar biasa mampu mengatasi serangan-serangan itu. Kecepatan dan ketepatannya dalam bertarung membuat perampok-perampok tersebut kewalahan.

Dalam kekacauan itu, Mandala menunjukkan keunggulannya sebagai pejuang yang handal. Kehadirannya tidak hanya mengubah dinamika pertarungan, tetapi juga memberikan sentilan harapan bagi mereka yang sebelumnya terjebak dalam ketakutan.

"Siapa pemuda ini?" Lirih tanya Mangku Jati begitu melihat aksi kedatangan seorang anak muda menyerang dengan berani gerombolan perampok.

Dengan kelincahannya, Mandala sampai beberapa meter di hadapan Kaling. Mengacungkan pedangnya, ia menyuruh pemimpin perampok itu menjauh dari sang Mangku, menciptakan momen ketegangan di antara mereka.

Wajah Kaling terpancar kemarahan saat melihat Mandala menghadang jalannya. "Siapa kau yang berani campur tangan?" serunya dengan nada yang penuh keangkuhan.

Mandala tersenyum, tak terpengaruh oleh intimidasi Kaling. "Aku Mandala, penegak keadilan. Dan kau, pemimpin perampok, harus berhenti sekarang."

Kaling, meskipun menunjukkan ketidaksenangan, merasa tergoda oleh keberanian Mandala. Sementara itu, Mangku Jati yang masih berlutut di tanah, melihat kejadian ini dengan penuh harapan.

"Jangan terlalu percaya pada keberanianmu, Nak. Kau terlalu naif!" Ujar Kaling sambil menggeram. "Aku akan menghancurkanmu!"

Pertarungan antara Mandala dan Kaling pun dimulai, menciptakan atmosfer ketegangan yang semakin memuncak di tengah kekacauan yang belum reda. Dalam serangkaian gerakan yang cepat dan presisi, pedang mereka bersentuhan, menciptakan percikan api yang memenuhi udara.

Mangku Jati, meskipun lemah karena usia tua, memandangi pertarungan tersebut dengan keyakinan bahwa kehadiran Mandala membawa harapan kemenangan bagi mereka. Mangku Jati menggunakan momen itu untuk memulihkan sedikit tenaganya, dan bergegas membantu pengawal yang lain menghadapi perampok.

Dentingan pedang yang saling beradu menciptakan kebisingan di bawah sinar bulan. Mandala, yang berhadapan dengan Kaling, sang kepala perampok, menemukan keadaan yang buntu.

Perbedaan kekuatan jelas menjadi masalah di antara keduanya. Mandala, yang lebih muda, justru kurang dalam pengalaman dan keterampilan tenaga dalam. Sementara Kaling, yang jauh lebih hebat, berusaha mengakhiri anak muda itu dengan seni bela diri biasa.

Namun, cukup mengejutkan bahwa Mandala ternyata terampil dengan seni bela diri, membuat sang pemimpin perampok tidak bisa bertindak sesuka hati.

Dalam serangkaian gerakan yang lincah, Mandala mampu menahan serangan Kaling. Meskipun Kaling memiliki kekuatan yang lebih besar, Mandala mengimbangi dengan kecepatan dan ketepatannya dalam bertarung. Setiap serangannya diantisipasi dengan gesit, menciptakan tarian pedang yang memukau di bawah cahaya bulan.

Sementara itu, para perampok yang menyaksikan pertarungan ini menjadi terdiam, terkagum-kagum oleh kemampuan Mandala yang melebihi ekspektasi. Mangku Jati, yang sebelumnya lemah, menatap pertarungan itu dengan mata penuh harapan.

Mandala, dengan keberanian dan keterampilannya, menunjukkan bahwa kekuatan bukanlah segalanya. Meskipun Kaling terampil dalam seni bela diri biasa, Mandala mampu mengecoh dan memberikan serangan balasan yang mematikan.

Pertarungan di bawah sinar bulan menjadi semakin intens, menciptakan atmosfer ketegangan yang terus meningkat. Sementara Kaling merasa semakin terdesak, Mandala tetap tegar.

Akhirnya, Kaling memutuskan untuk menggunakan tenaga dalam yang dimilikinya. Mungkin kesalahan baginya menganggap anak muda itu jauh lebih enteng darinya. Sampai-sampai memaksa menggunakan tenaga dalam dari seorang seniman bela diri sejati adalah usaha yang luar biasa.

Kaling menggumpalkan tenaga dalamnya dengan maksimal, memancarkannya melalui tubuhnya seperti kobaran api yang mempesona. Serangan dan gerakannya menjadi lebih cepat dan kuat, menciptakan efek yang memukau di sekitarnya.

Dalam pikiran Kaling, ia memutuskan untuk mengakhiri pertarungan ini secepat mungkin. Memaksa dirinya menggunakan tenaga dalam dua kali begitu menyiksa baginya. Pertarungan dengan Mangku Jati sebelumnya sudah menguras setengah dari energinya, dan sekarang Mandala memaksa Kaling menggunakan tenaga dalam itu lagi.

...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status