Mangku Jati melihat ke kegelapan di depan mereka, seolah mencoba membaca petunjuk yang tak terlihat oleh mata biasa. Setelah beberapa saat yang terasa seperti berjam-jam, ia akhirnya menurunkan tangannya dan berbicara dengan suara rendah namun tegas.
"Kita tidak sendirian di sini. Ada kehadiran beberapa orang di depan sana, aku menduga mereka gerombolan perampok. Bersiaplah," ucap Mangku Jati, wajahnya serius dan penuh kewaspadaan.Pengawal-pengawal yang semula merasa bingung dan penasaran, kini berganti ekspresi menjadi serius. Mereka menarik pedang mereka, siap untuk menghadapi ancaman yang akan datang. Suasana tegang terbentang di malam yang semakin gelap.Tiba-tiba, dari kegelapan muncul serangkaian suara langkah kaki yang ringan. Figur bayangan mulai muncul di tepi jalan, dan setiap langkahnya diiringi dengan gemerisik dedaunan di tanah. Dalam sekejap, keenam orang tersebut dikelilingi oleh sekelompok orang aneh yang terlihat sedikit jelas di bawah pengaruh sinar obor.Mangku Jati dengan bijak memandang orang-orang itu dan berkata, "Siapa kalian?" Tukasnya lebih tegas.Pengawal-pengawal pun lebih menegakkan sikap pertahanan mereka, menyambut dengan waspada dan tetap berjaga tentang kemungkinan yang akan terjadi.Orang-orang aneh itu tidak memberikan jawaban, malah mereka mulai mengeluarkan senjata-senjata tersembunyi dari balik pakaian mereka. Tiba-tiba, suasana yang sebelumnya tegang menjadi semakin berbahaya. Terlihat bahwa mereka sebenarnya adalah sekelompok perampok yang menyelinap dalam kegelapan malam."Perampok! Bersiaplah!" seru Mangku Jati kepada pengawal-pengawalnya. Dalam sekejap, situasi berubah menjadi pertempuran yang sengit di tengah malam yang gelap gulita. Senjata-senjata berdenting, dan jerit pertempuran memecah keheningan malam. Mangku Jati dan pengawalnya menghadapi tantangan untuk menjaga sebuah tanggung jawab di bawah bayang-bayang malam yang semakin gelap."Hadapi mereka, jangan biarkan mereka menyentuh gerbong kereta!" tegas Mangku Jati sambil mengancungkan pedang di tangannya.Gerombolan perampok ini tidak begitu kuat di hadapan Mangku Jati yang merupakan seorang seniman bela diri. Namun, di balik kelemahan para perampok, jumlah mereka terbilang sangat banyak, melebihi tiga kali lipat jumlah pengawal kereta kuda.Situasi semakin rumit, dan pertempuran di tengah malam semakin intens. Mangku Jati dan pengawalnya berusaha sekuat tenaga untuk melawan gelombang perampok yang terus datang. Suara benturan senjata dan teriakan pertempuran menciptakan simfoni kekacauan di bawah remang malam. Mangku Jati berdiri sebagai pemimpin yang teguh, memandu pengawal-pengawalnya melalui pertarungan yang sengit demi melindungi gerbong kereta mereka dari ancaman perampok yang ganas.Tapi, jika dibandingkan dengan Mangku Jati, lima pengawal lainnya memiliki kemampuan bela diri yang rendah. Menghadapi dua atau tiga perampok membuat mereka tertekan mundur....Di sisi lain tempat perampokan, Mandala yang tertidur pulas akhirnya membuka mata dengan cepat. Sejak awal, dia merasakan getaran langkah kuda datang tidak jauh dari tempatnya, ia menduga bahwa itu hanya sekelompok karavan yang lewat saja.Namun, lama-kelamaan bukan hanya suara jejak kaki kuda yang terdengar, melainkan juga dentingan besi yang saling beradu.Mandala meraba-raba untuk mengambil senjatanya yang terletak di dekatnya. Dengan kewaspadaan yang tinggi, ia melangkah maju untuk mengintip, memastikan apa yang terjadi. Beberapa ratus meter di sepanjang arah suara bising itu, sorot mata tajamnya memperhatikan adegan mengejutkan yang terungkap dari balik semak-semak.Ternyata, itu benar-benar kelompok karavan biasa yang tengah lewat. Namun, tampaknya kelompok karavan ini sedang mengalami masalah. Mereka diserang oleh sekelompok perampok. Mandala, yang menyaksikan dari kejauhan, sedikit menggeleng-geleng, tidak menyangka bahwa dalam perjalanannya yang pertama, dia langsung menemukan tindak kejahatan....Kembali ke pertempuran, dimana situasi semakin rumit, dan ketidaksetaraan semakin terasa. Meskipun Mangku Jati memimpin dengan keahliannya yang tinggi, pengawal-pengawal lainnya tampak kesulitan menghadapi jumlah perampok yang lebih besar. Beberapa di antara mereka terpaksa harus bertarung secara bertahan, berusaha melindungi gerbong kereta tanpa kehilangan semangat walau kemampuan bertarung mereka terbatas.Mangku Jati, melihat kesulitan yang dihadapi oleh pengawal-pengawalnya, semakin menguatkan tekadnya. Dengan pukulan dan gerakan yang lincah, ia berusaha memberikan dukungan seoptimal mungkin agar mereka dapat mengatasi gelombang perampok yang terus menghampiri."Hiyaa!"Sekelebat sosok bertelanjang dada melompat dari kegelapan, orang ini tiba-tiba muncul dan segera menuju ke arah Mangku Jati. Kemunculannya yang mengejutkan membuat seniman bela diri paruh baya itu terkejut, sementara sekelompok perampok yang mengelilingi segera membuka jalan, membiarkan sosok bertelanjang dada itu menerjang Mangku Jati.Mangku Jati segera mengatasi keterkejutannya dan kembali bersiap menghadapi lawan yang kuat. Dalam kegelapan malam, cahaya bulan memperlihatkan sorot mata tajam Mangku Jati yang penuh ketegasan."Sialan, kau lebih tangguh dari yang kubayangkan," ucap sosok bertelanjang dada sambil tersenyum mengejek. "Namaku Kaling, dan aku memimpin gerombolan ini. Kau akan merasakan kekuatan kami."Sang Mangku tidak terkejut, tebakannya ternyata benar, menilai dari kebanyakan perampok di tempat itu, sosok bertelanjang dada ini jelas berbeda.Pertarungan kembali dimulai, dengan kedua belah pihak saling berhadapan. Mangku Jati menggunakan keahliannya yang teruji, sabetan pedangnya membelah udara kosong, memantulkan kilap cahaya bulan. Mangku Jati berusaha menjebak Kaling dalam serangan-serangan yang gesit. Namun, Kaling terampil menghindari setiap serangan dan membalas dengan pukulan yang mematikan.Bilah pedang di tangan Kaling seketika mengobarkan sulut api, suhu di sekitar berubah dalam sekejap.Mangku Jati terkesiap, tidak menyangka keliang perampok ini menguasai tenaga dalam atau energi batin. Dia tidak biasa meremehkan lawan, dan untuk meladeninya, dia menyadari perlu mengerahkan segenap kemampuannya.Mangku Jati fokus pada pertarungan, mata yang tajam mencoba membaca gerakan Kaling. Dengan gerakan yang lebih hati-hati, Mangku Jati kembali menyerang, menggunakan serangan-serangan yang lebih kompleks dan sulit diprediksi. Sementara itu, Kaling tetap menyambut tebasan pedang sang Mangku.Aliran tenaga dalam yang dimanifestasikan menjadi kobaran api menyelimuti bilah pedang Kaling. Hal ini memberikan keunggulan baginya dalam hal kekuatan serangan, sehingga setiap benturan yang timbul menjadi masalah bagi Mangku Jati.Beberapa kali, lelaki paruh baya itu didorong mundur oleh tekanan serangan Kaling. Ketika jarak terbuka lebar, Kaling tiba-tiba mengayunkan pedangnya seolah menusuk udara kosong. Kobaran api yang tersulut di pedangnya segera terkonsentrasi dan melesat seperti proyektil.Mangku Jati kembali terkesiap; mampu melepas tenaga dalam sampai sedemikian rupa merupakan keterampilan luar biasa, paling tidak sepadan dengan seniman bela diri menengah.Namun, Mangku Jati tidak hanya diam. Ia kemudian memfokuskan dirinya dan mengeluarkan tenaga dalam yang dimilikinya. Cahaya samar muncul darinya, menciptakan aliran air yang meliuk-liuk, bersiap untuk merespons serangan berikutnya.Dalam serangan berikutnya, Mangku Jati memanfaatkan aliran air yang diciptakannya untuk melindungi diri. Air itu membentuk barikade yang menghalangi proyektil api yang melesat dari pedang Kaling. Suara bertabrakan antara air dan api menciptakan suasana pertarungan yang dramatis....Melihat keahliannya diakui, Kaling tertawa terbahak-bahak. "Kau memang tidak biasa, Pak Tua. Namun, ini belum seberapa!" serunya sambil melancarkan serangan beruntun dengan kecepatan yang meningkat.Mangku Jati tetap tenang, mengarahkan aliran airnya untuk membentuk pola pertahanan yang kompleks. Setiap serangan Kaling bertemu dengan perlawanan yang lebih tangguh. Pertarungan semakin intens, dengan elemen air dan api bersatu dalam tarian yang menegangkan di malam yang gelap. Samar-samar terlihat asap beterbangan melalui pantulan cahaya api.Tiba-tiba, Mangku Jati mengubah strategi. Dengan cepat, ia menghentikan aliran airnya dan meluncur maju, menerjang Kaling dengan serangan mendalam. Kejutan ini membuat Kaling terkejut, namun dia dengan cepat merespons dengan mengeluarkan tenaga dalamnya yang mematikan.Pertarungan mencapai puncak ketegangan antara air yang mengalir dan kobaran api yang bergelora. Keduanya saling berusaha mengungguli satu sama lain. Membandingkan air dan api jelas m
Mandala, yang sebelumnya merasa keuntungan berbalik ke arahnya, kini dihadapkan pada tantangan baru. Namun, ia tidak menunjukkan rasa takut. Sebaliknya, Mandala berkonsentrasi dan menyesuaikan diri dengan tingkat tenaga dalam yang tiba-tiba meningkat.Dalam momen klimaks ini, pertanyaan tentang siapa yang akan menjadi pemenang masih tergantung di udara, menciptakan ketegangan yang sulit dijelaskan. Hanya waktu yang akan menentukan bagaimana nasib pertarungan ini akan berakhir.Mandala dan Kaling saling berhadapan di bawah cahaya bulan yang bersinar redup. Suasana tegang terasa di udara, dan keduanya memancarkan aura keberanian dan ketegasan. Dalam sekali kibasan, pedang mereka bersentuhan, menciptakan sinar kilat dan percikan api yang melingkupi pertarungan mereka.Kaling, dengan gerakan lincah dan serangan yang mematikan, mencoba menyerang setiap celah pertahanan Mandala. Namun, Mandala, dengan kecepatan dan kelincahannya yang luar biasa, mampu menghindar
Dalam obrolan yang berlangsung lama, malam semakin larut, dan akhirnya, mereka pergi tidur di dekat pohon. Hanya beberapa pengawal yang tetap ditugaskan menjaga gerbong kereta.Mandala, sementara itu, tidak pergi jauh dari tempat tersebut dan tertidur di atas alas dedaunan yang dibuat dengan sedikit usaha....Di pagi hari selanjutnya, cahaya matahari perlahan menyapa mereka, membuat bayangan pohon-pohon dan gerbong kereta semakin memudar. Para pengawal yang setia segera bangun dari kewaspadaan malam sebelumnya, sementara yang lainnya terbangun dengan kantuk yang masih menyergap.Dengan semangat yang membara, Mandala melangkah dari tempat tidurnya yang sederhana. Penuh energi, dia bersiap untuk memulai hari baru. Rencananya masih menyelimuti pikirannya. Setelah mendengar sejumlah cerita menarik dari Mangku Jati semalam, Mandala semakin menunjukkan ketertarikan yang mendalam pada berbagai hal.Mandala bersama kelompok Mangku Jati melanjutkan perjalanan menuju kota Murmur. Sebelum itu d
Dengan tekad yang baru tumbuh, Mandala melangkah maju menuju area pendaftaran. Pandangan matanya penuh dengan keteguhan, mencoba menembus kerumunan murid perguruan Manik Putih yang sibuk berbincang."Saya ingin mendaftar," ungkap Mandala, berdiri beberapa langkah di depan sekelompok pemuda berseragam putih-hitam itu.Ketika Mandala tiba di loket pendaftaran, seorang petugas ramah menyambutnya, "Selamat datang. Nama Anda?""Mandala."Petugas itu meneliti daftar peserta dan kemudian memberikan formulir pendaftaran kepadanya. "Isilah data dirimu dengan lengkap, dan lima koin perak sebagai biaya pendaftaran."Dengan hati yang berdegup cepat, Mandala menyelesaikan formulirnya. Dalam benaknya, keraguan dan tekad terus berbenturan, tetapi ia memilih untuk mempercayai keputusannya sendiri. Paling tidak, ini akan menjadi langkah awal perjalanannya di kota Murmur. Apakah dia akan memiliki kesempatan untuk menjadi murid perguruan atau tidak, itu hanya urusan belakang.Setelah menyerahkan formul
Dengan nama baru yang diberikan, Mandala merasa semakin terhubung dengan latihannya. Ia memutuskan membawa energi dan keharmonisan dari latihan "Harmony Angin" ini ke dalam tantangan mendatang. Namun, itu satu-satunya yang bisa dia manfaatkan sekarang, sementara elemen petirnya masih menjadi rahasia, dan Mandala belum menemukan petunjuk untuk melatihnya.Tak lama setelah matahari bersinar terang dari arah timur, Mandala yang selesai dengan latihannya segera pergi keluar, berniat untuk mencari sarapan pagi. Kakinya melangkah melewati pintu kamar penginapan di lantai dua, dan ia pun muncul di lorong menuju tangga ke lantai bawah.Saat itu juga, telinga Mandala berdenyut mendengar kebisingan yang datang dari bawah. Dia tidak tahu apa yang terjadi, namun menurut pengetahuannya, penginapan ini memiliki dua tingkat, dan lantai di bawahnya merupakan restoran. Dengan rasa penasaran yang tumbuh, Mandala melangkah menuju tangga yang mengarah ke lantai bawah. ..."Dasar wanita tua! Mau berapa l
Pada saat ini, rentenir dengan kepalan tangannya melaju melewati sisi kiri kepala Mandala yang tengah menghindar. Percikan api dari tinjunya membawa suhu panas ekstrim, hampir membakar segala yang ada di sekitarnya.Beruntung, Mandala dilengkapi dengan pelindung angin yang dengan cepat menolak api, menjauhkannya dari tubuh Mandala seperti magnet dengan gaya tolak.Rentenir mencoba memukul Mandala dengan serangan tinju berapi, tetapi sia-sia karena tidak mampu menyentuh tubuh Mandala yang gesit dan terlindung. Mandala dengan cepat bergerak ke sisi rentenir, memanfaatkan angin untuk menyeimbangkan kekuatan.Dengan cermat, Mandala merespons serangan berikutnya dari rentenir. Ia melompat mundur, menghindari pukulan berbahaya yang datang dengan kecepatan tinggi. Angin membentuk perisai tak terlihat, menjaga Mandala dari ancaman yang terus berdatangan.Rentenir semakin frustrasi, berusaha menguasai pertarungan dengan kekuatan apinya. Namun, Mandala dengan keahlian mengarahkan hembusan angin
Mandala, yang masih tergeletak di tanah dengan luka-lukanya, menatap dengan keterkejutan dan kelegaan. Kedatangan murid senior tersebut membawa harapan baru dalam pertarungan yang tampaknya sudah tidak mungkin untuk dimenangkan."Sekarang, serahkan senjata kalian dan akui kesalahan kalian. Kami akan memberikan sanksi yang sesuai atas pelanggaran ini," lanjut murid senior yang lain, suaranya penuh otoritas."Cih!"Rentenir yang tadinya sangat yakin dengan kemenangan mereka, sekarang terlihat ragu. Mereka saling pandang, berat hati menyerahkan senjata mereka. Dengan langkah kesal, mereka segera berbalik dan memungut rekannya yang terluka kemudian kabur dengan cepatnya."Kau beruntung kali ini bocah," ucapnya dengan sinis, tampak tatapan dingin yang menusuk dari kedua rentenir.Tiba-tiba kepulan asap putih muncul dari ledakan bom asap yang dengan sengaja para rentenir itu lemparkan. Tentu hal ini sangat berguna untuk mengelabui jika mereka ingin kabur."Hei, mau kemana kalian," seru seor
Selain itu, Mandala juga belajar bahwa kekuatan sejati memerlukan keseimbangan antara kelembutan dan kekuatan. Dengan menggali pemahaman tentang kebijaksanaan, dia dapat membentuk karakternya tidak hanya sebagai pejuang yang tangguh, tetapi juga sebagai individu yang bijaksana dalam menghadapi berbagai situasi kehidupan. Latihan fisiknya bukan hanya sekadar melatih tubuh, tetapi juga menjadi sarana untuk memperdalam pengenalan diri dan nilai-nilai yang dipegang teguh.Malam pun tiba tak lama setelah itu, Mandala tidak menghabiskan kebanyakan waktunya hanya untuk beristirahat dalam pemulihan. Ia juga bergerak untuk mencari beberapa makanan untuk mengganjal perutnya yang kosong."Berapa total bayaran makanan yang saya pesan?" tanya Mandala pada pemilik penginapan sekaligus restoran sebelumnya.Wanita tua itu tersenyum ramah, merasa agak sedikit berat hati untuk berkata, "Totalnya dua puluh lima perak, tuan," ucapnya.Mendengar itu, Mandala agak sedikit bingung. Sebelumnya, dia hanya mem