Share

Bab 6-Perampokan

Mangku Jati melihat ke kegelapan di depan mereka, seolah mencoba membaca petunjuk yang tak terlihat oleh mata biasa. Setelah beberapa saat yang terasa seperti berjam-jam, ia akhirnya menurunkan tangannya dan berbicara dengan suara rendah namun tegas.

"Kita tidak sendirian di sini. Ada kehadiran beberapa orang di depan sana, aku menduga mereka gerombolan perampok. Bersiaplah," ucap Mangku Jati, wajahnya serius dan penuh kewaspadaan.

Pengawal-pengawal yang semula merasa bingung dan penasaran, kini berganti ekspresi menjadi serius. Mereka menarik pedang mereka, siap untuk menghadapi ancaman yang akan datang. Suasana tegang terbentang di malam yang semakin gelap.

Tiba-tiba, dari kegelapan muncul serangkaian suara langkah kaki yang ringan. Figur bayangan mulai muncul di tepi jalan, dan setiap langkahnya diiringi dengan gemerisik dedaunan di tanah. Dalam sekejap, keenam orang tersebut dikelilingi oleh sekelompok orang aneh yang terlihat sedikit jelas di bawah pengaruh sinar obor.

Mangku Jati dengan bijak memandang orang-orang itu dan berkata, "Siapa kalian?" Tukasnya lebih tegas.

Pengawal-pengawal pun lebih menegakkan sikap pertahanan mereka, menyambut dengan waspada dan tetap berjaga tentang kemungkinan yang akan terjadi.

Orang-orang aneh itu tidak memberikan jawaban, malah mereka mulai mengeluarkan senjata-senjata tersembunyi dari balik pakaian mereka. Tiba-tiba, suasana yang sebelumnya tegang menjadi semakin berbahaya. Terlihat bahwa mereka sebenarnya adalah sekelompok perampok yang menyelinap dalam kegelapan malam.

"Perampok! Bersiaplah!" seru Mangku Jati kepada pengawal-pengawalnya. Dalam sekejap, situasi berubah menjadi pertempuran yang sengit di tengah malam yang gelap gulita. Senjata-senjata berdenting, dan jerit pertempuran memecah keheningan malam. Mangku Jati dan pengawalnya menghadapi tantangan untuk menjaga sebuah tanggung jawab di bawah bayang-bayang malam yang semakin gelap.

"Hadapi mereka, jangan biarkan mereka menyentuh gerbong kereta!" tegas Mangku Jati sambil mengancungkan pedang di tangannya.

Gerombolan perampok ini tidak begitu kuat di hadapan Mangku Jati yang merupakan seorang seniman bela diri. Namun, di balik kelemahan para perampok, jumlah mereka terbilang sangat banyak, melebihi tiga kali lipat jumlah pengawal kereta kuda.

Situasi semakin rumit, dan pertempuran di tengah malam semakin intens. Mangku Jati dan pengawalnya berusaha sekuat tenaga untuk melawan gelombang perampok yang terus datang. Suara benturan senjata dan teriakan pertempuran menciptakan simfoni kekacauan di bawah remang malam. Mangku Jati berdiri sebagai pemimpin yang teguh, memandu pengawal-pengawalnya melalui pertarungan yang sengit demi melindungi gerbong kereta mereka dari ancaman perampok yang ganas.

Tapi, jika dibandingkan dengan Mangku Jati, lima pengawal lainnya memiliki kemampuan bela diri yang rendah. Menghadapi dua atau tiga perampok membuat mereka tertekan mundur.

...

Di sisi lain tempat perampokan, Mandala yang tertidur pulas akhirnya membuka mata dengan cepat. Sejak awal, dia merasakan getaran langkah kuda datang tidak jauh dari tempatnya, ia menduga bahwa itu hanya sekelompok karavan yang lewat saja.

Namun, lama-kelamaan bukan hanya suara jejak kaki kuda yang terdengar, melainkan juga dentingan besi yang saling beradu.

Mandala meraba-raba untuk mengambil senjatanya yang terletak di dekatnya. Dengan kewaspadaan yang tinggi, ia melangkah maju untuk mengintip, memastikan apa yang terjadi. Beberapa ratus meter di sepanjang arah suara bising itu, sorot mata tajamnya memperhatikan adegan mengejutkan yang terungkap dari balik semak-semak.

Ternyata, itu benar-benar kelompok karavan biasa yang tengah lewat. Namun, tampaknya kelompok karavan ini sedang mengalami masalah. Mereka diserang oleh sekelompok perampok. Mandala, yang menyaksikan dari kejauhan, sedikit menggeleng-geleng, tidak menyangka bahwa dalam perjalanannya yang pertama, dia langsung menemukan tindak kejahatan.

...

Kembali ke pertempuran, dimana situasi semakin rumit, dan ketidaksetaraan semakin terasa. Meskipun Mangku Jati memimpin dengan keahliannya yang tinggi, pengawal-pengawal lainnya tampak kesulitan menghadapi jumlah perampok yang lebih besar. Beberapa di antara mereka terpaksa harus bertarung secara bertahan, berusaha melindungi gerbong kereta tanpa kehilangan semangat walau kemampuan bertarung mereka terbatas.

Mangku Jati, melihat kesulitan yang dihadapi oleh pengawal-pengawalnya, semakin menguatkan tekadnya. Dengan pukulan dan gerakan yang lincah, ia berusaha memberikan dukungan seoptimal mungkin agar mereka dapat mengatasi gelombang perampok yang terus menghampiri.

"Hiyaa!"

Sekelebat sosok bertelanjang dada melompat dari kegelapan, orang ini tiba-tiba muncul dan segera menuju ke arah Mangku Jati. Kemunculannya yang mengejutkan membuat seniman bela diri paruh baya itu terkejut, sementara sekelompok perampok yang mengelilingi segera membuka jalan, membiarkan sosok bertelanjang dada itu menerjang Mangku Jati.

Mangku Jati segera mengatasi keterkejutannya dan kembali bersiap menghadapi lawan yang kuat. Dalam kegelapan malam, cahaya bulan memperlihatkan sorot mata tajam Mangku Jati yang penuh ketegasan.

"Sialan, kau lebih tangguh dari yang kubayangkan," ucap sosok bertelanjang dada sambil tersenyum mengejek. "Namaku Kaling, dan aku memimpin gerombolan ini. Kau akan merasakan kekuatan kami."

Sang Mangku tidak terkejut, tebakannya ternyata benar, menilai dari kebanyakan perampok di tempat itu, sosok bertelanjang dada ini jelas berbeda.

Pertarungan kembali dimulai, dengan kedua belah pihak saling berhadapan. Mangku Jati menggunakan keahliannya yang teruji, sabetan pedangnya membelah udara kosong, memantulkan kilap cahaya bulan. Mangku Jati berusaha menjebak Kaling dalam serangan-serangan yang gesit. Namun, Kaling terampil menghindari setiap serangan dan membalas dengan pukulan yang mematikan.

Bilah pedang di tangan Kaling seketika mengobarkan sulut api, suhu di sekitar berubah dalam sekejap.

Mangku Jati terkesiap, tidak menyangka keliang perampok ini menguasai tenaga dalam atau energi batin. Dia tidak biasa meremehkan lawan, dan untuk meladeninya, dia menyadari perlu mengerahkan segenap kemampuannya.

Mangku Jati fokus pada pertarungan, mata yang tajam mencoba membaca gerakan Kaling. Dengan gerakan yang lebih hati-hati, Mangku Jati kembali menyerang, menggunakan serangan-serangan yang lebih kompleks dan sulit diprediksi. Sementara itu, Kaling tetap menyambut tebasan pedang sang Mangku.

Aliran tenaga dalam yang dimanifestasikan menjadi kobaran api menyelimuti bilah pedang Kaling. Hal ini memberikan keunggulan baginya dalam hal kekuatan serangan, sehingga setiap benturan yang timbul menjadi masalah bagi Mangku Jati.

Beberapa kali, lelaki paruh baya itu didorong mundur oleh tekanan serangan Kaling. Ketika jarak terbuka lebar, Kaling tiba-tiba mengayunkan pedangnya seolah menusuk udara kosong. Kobaran api yang tersulut di pedangnya segera terkonsentrasi dan melesat seperti proyektil.

Mangku Jati kembali terkesiap; mampu melepas tenaga dalam sampai sedemikian rupa merupakan keterampilan luar biasa, paling tidak sepadan dengan seniman bela diri menengah.

Namun, Mangku Jati tidak hanya diam. Ia kemudian memfokuskan dirinya dan mengeluarkan tenaga dalam yang dimilikinya. Cahaya samar muncul darinya, menciptakan aliran air yang meliuk-liuk, bersiap untuk merespons serangan berikutnya.

Dalam serangan berikutnya, Mangku Jati memanfaatkan aliran air yang diciptakannya untuk melindungi diri. Air itu membentuk barikade yang menghalangi proyektil api yang melesat dari pedang Kaling. Suara bertabrakan antara air dan api menciptakan suasana pertarungan yang dramatis.

...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status