Mandala, yang sebelumnya merasa keuntungan berbalik ke arahnya, kini dihadapkan pada tantangan baru. Namun, ia tidak menunjukkan rasa takut. Sebaliknya, Mandala berkonsentrasi dan menyesuaikan diri dengan tingkat tenaga dalam yang tiba-tiba meningkat.
Dalam momen klimaks ini, pertanyaan tentang siapa yang akan menjadi pemenang masih tergantung di udara, menciptakan ketegangan yang sulit dijelaskan. Hanya waktu yang akan menentukan bagaimana nasib pertarungan ini akan berakhir.Mandala dan Kaling saling berhadapan di bawah cahaya bulan yang bersinar redup. Suasana tegang terasa di udara, dan keduanya memancarkan aura keberanian dan ketegasan. Dalam sekali kibasan, pedang mereka bersentuhan, menciptakan sinar kilat dan percikan api yang melingkupi pertarungan mereka.Kaling, dengan gerakan lincah dan serangan yang mematikan, mencoba menyerang setiap celah pertahanan Mandala. Namun, Mandala, dengan kecepatan dan kelincahannya yang luar biasa, mampu menghindari setiap serangan Kaling. Setiap gerakan mereka menampilkan keahlian seni bela diri yang memukau.Entah mengapa Kaling merasa heran dengan kelenturan anak muda itu, hingga akhirnya dia mengetahui asal-usul kecepatan Mandala. Mandala menggunakan tenaga dalam yang diwujudkan sebagai elemen angin, yang mendorong peningkatan kelenturannya.Keliang perampok itu tak percaya dengan kejutan tersebut, secara tak sadar ia mengakui kehebatan anak muda ini.Tarian pedang mereka terus berlanjut, mengisi malam dengan dentingan logam dan sorakan angin. Mandala menunjukkan keahlian dalam menggabungkan berbagai teknik bertarung, sedangkan Kaling menggunakan kekuatan tenaga dalamnya untuk meningkatkan kekuatan serangannya.Ketegangan semakin meningkat ketika Kaling mengeluarkan serangan pamungkasnya. Dia melancarkan serangan api yang melingkari pedangnya, menciptakan pusaran kobaran api yang membara. Mandala merespons dengan cepat, menghindari dan memblokir setiap serangan api dengan gerakan pedang yang presisi.Tiba-tiba, Mandala memanfaatkan kesempatan saat Kaling melongokkan pandangannya sejenak. Dengan gerakan yang sangat cepat, Mandala meluncur maju dan menyusup melalui pertahanan Kaling. Pedang Mandala berkilat di udara, menciptakan sayatan yang mendalam di tubuh Kaling.Kaling terkejut oleh kecepatan dan ketepatan Mandala. Meskipun demikian, dia tidak menyerah begitu saja. Dengan keberanian yang tinggi, Kaling menggunakan tenaga dalamnya dengan maksimal, menciptakan gelombang energi yang memancar dari tubuhnya.Mandala, yang tetap tenang di tengah pusaran tenaga dalam Kaling, menggulung energi itu dan mengalirkannya melalui pedangnya. Ledakan energi menyelimuti sekitarnya, menciptakan cahaya terang yang memancar ke segala arah.Ketika cahaya mereda, terlihat bahwa Mandala dan Kaling kini saling berhadapan, keduanya terengah-engah dan penuh luka. Pertarungan sengit ini meninggalkan jejak yang dalam pada keduanya.Mandala, walaupun lelah, masih berdiri tegar. Sementara Kaling mengakui kehebatan lawannya, dia menunjukkan geram yang membara. Meskipun hasil pertarungan masih tidak pasti, keduanya menunjukkan kekuatan yang seimbang."Hmp! Kali ini kau lolos, nak. Tetapi berhati-hatilah jika kita bertemu lagi, mungkin takkan seberuntung ini," ancam Kaling saraya hendak meninggalkan medan pertempuran.Pemimpin perampok itu berbalik pergi, menarik anak buahnya, dan misi perampokan mereka pun gagal. Beberapa di antara mereka terlihat ditinggalkan, setengahnya kembali dengan rasa kekalahan.Saat gerombolan perampok menghilang di kegelapan malam, Mandala, yang masih terpaku, tiba-tiba jatuh berlutut dengan satu kaki. Pergelangan tangannya bergetar, dan pedang yang digenggamnya segera terlepas."Orang itu sungguh kuat," gumamnya sambil sedikit merintih. Tubuhnya terasa seolah baru saja mengangkat beban berat, dipenuhi rasa sakit dan kelelahan yang mendalam.Beruntung pada saat itu, Keliang perampok tersebut dalam keadaan lelah; jika tidak, mungkin nasib Mandala akan sama dengan Mangku Jati sebelumnya.Mandala menghirup napas dalam-dalam, berusaha mengumpulkan kekuatan. Dia melihat sekelilingnya yang penuh dengan kerpuk samar, mencoba menilai apakah ada ancaman lebih lanjut.Beberapa waktu kemudian, Mangku Jati yang baru saja menyarungkan pedangnya setelah melihat gerombolan perampok pergi berjalan mendekati Mandala. Dia melangkah pelan sembari menyeka dadanya yang sakit, sepertinya serangan Kaling sebelumnya masih menempel dengan rasa sakit.Mangku Jati melihat keadaan Mandala dengan penuh simpati. "Kau telah menunjukkan keberanian yang luar biasa, Nak. Apakah kau membutuhkan bantuan?"Mandala mengangguk, menghargai tawaran bantuan dari Mangku Jati. Dia lalu meraih tangan itu, dan keduanya kemudian berdiri sejajar. Tak lama kemudian, Mangku Jati mengatupkan kedua tangannya sambil sedikit membungkuk, "Saya Mangku Jati mengucapkan terima kasih atas bantuanmu, anak muda."Mandala sedikit tertegun, cepat-cepat dia menghentikan gerak tubuh Mangku Jati dan memintanya untuk bersikap biasa, tanpa perlu terlalu formal. "Jangan khawatir, tuan. Ini adalah bagian dari tanggung jawab saya," balasnya.Mangku Jati tersenyum ringan, mengapresiasi kehangatan sikap Mandala. "Siapakah gerangan pemuda ini?" tanya sang Mangku sambil memandang Mandala penuh keramahan.Mandala menjelaskan dengan rendah hati, "Saya Mandala, tuan. Saya petualang yang sedang mencari pengalaman dan pelajaran baru di negeri ini."Mangku Jati mengangguk mengerti, matanya bersinar penuh kebijaksanaan.Dalam waktu singkat, Mangku Jati membawa Mandala bertemu dengan anggota pengawal yang lainnya. Terlihat enam orang di antaranya, beberapa tampak babak belur dan terluka parah."Bagaimana keadaan Bais dan Gunaji?" tanya sang Mangku pada salah seorang pengawal."Tidak ada masalah serius, Pemangku. Keduanya mengalami luka sabetan di dada dan bagian punggung, mungkin butuh waktu beberapa hari untuk sembuh," ungkap Galuh kepada Mangku Jati."Syukurlah kalau begitu," balas Mangku Jati dengan sedikit lega. "Mari temukan tempat untuk istirahat. Besok kita akan kembali melanjutkan perjalanan."Mereka pun bergerak mencari tempat yang aman untuk beristirahat, menjauh dari medan perampokan itu, sementara beberapa perampok yang terkapar mereka tinggalkan.Mangku Jati, Mandala, dan anggota pengawalnya duduk bersama di sekitar api unggun, saling berbagi cerita dan mengenal satu sama lain. Di bawah gemerlap bintang, mereka menemukan ketenangan dan kehangatan di tengah gelapnya malam."Jika berkenan, darimana dan kemanakah tujuan kalian?" tanya Mandala dengan rasa penasaran."Sebenarnya kami datang dari perguruan Gangga di Gunung Jangka, wilayah timur kekuasaan Kultus Senanjar. Adapun tujuan kami yaitu menuju perguruan cabang Kultus Senanjar di kota Murmur," balas sang Mangku.Mandala yang baru pertama kali menginjakkan kaki di dunia luar merasa semakin penasaran. Meskipun dia pernah mendengar nama-nama yang Mangku Jati sebutkan dari kakeknya, namun dia tidak pernah sekalipun melihatnya dengan mata kepala sendiri.Hal itu semakin membuat Mandala menjadi penasaran. Dia memandang Mangku Jati dengan ekspresi penuh keingintahuan, ia kemudian dengan polosnya berkata, "Lalu untuk apa kalian pergi ke perguruan cabang Kultus Senanjar di kota Murmur?"Mangku Jati tersenyum bijaksana, "Perguruan kami memiliki tugas dan misi tertentu. Kami harus mengantarkan sesuatu ke perguruan cabang kultus Senanjar."Mendengar jawaban sang Mangku, Mandala mengerti dari pola kata-kata itu. Meskipun tidak tersirat dengan jelas, dia menyadari bahwa misi tersebut adalah rahasia mereka. Mandala memahami bahwa dia tidak memiliki hak untuk mengetahuinya secara mendalam. Dengan penuh rasa hormat, dia mengangguk, menunjukkan bahwa dia mengerti tanpa harus mengetahui setiap rincian dari misi tersebut....Dalam obrolan yang berlangsung lama, malam semakin larut, dan akhirnya, mereka pergi tidur di dekat pohon. Hanya beberapa pengawal yang tetap ditugaskan menjaga gerbong kereta.Mandala, sementara itu, tidak pergi jauh dari tempat tersebut dan tertidur di atas alas dedaunan yang dibuat dengan sedikit usaha....Di pagi hari selanjutnya, cahaya matahari perlahan menyapa mereka, membuat bayangan pohon-pohon dan gerbong kereta semakin memudar. Para pengawal yang setia segera bangun dari kewaspadaan malam sebelumnya, sementara yang lainnya terbangun dengan kantuk yang masih menyergap.Dengan semangat yang membara, Mandala melangkah dari tempat tidurnya yang sederhana. Penuh energi, dia bersiap untuk memulai hari baru. Rencananya masih menyelimuti pikirannya. Setelah mendengar sejumlah cerita menarik dari Mangku Jati semalam, Mandala semakin menunjukkan ketertarikan yang mendalam pada berbagai hal.Mandala bersama kelompok Mangku Jati melanjutkan perjalanan menuju kota Murmur. Sebelum itu d
Dengan tekad yang baru tumbuh, Mandala melangkah maju menuju area pendaftaran. Pandangan matanya penuh dengan keteguhan, mencoba menembus kerumunan murid perguruan Manik Putih yang sibuk berbincang."Saya ingin mendaftar," ungkap Mandala, berdiri beberapa langkah di depan sekelompok pemuda berseragam putih-hitam itu.Ketika Mandala tiba di loket pendaftaran, seorang petugas ramah menyambutnya, "Selamat datang. Nama Anda?""Mandala."Petugas itu meneliti daftar peserta dan kemudian memberikan formulir pendaftaran kepadanya. "Isilah data dirimu dengan lengkap, dan lima koin perak sebagai biaya pendaftaran."Dengan hati yang berdegup cepat, Mandala menyelesaikan formulirnya. Dalam benaknya, keraguan dan tekad terus berbenturan, tetapi ia memilih untuk mempercayai keputusannya sendiri. Paling tidak, ini akan menjadi langkah awal perjalanannya di kota Murmur. Apakah dia akan memiliki kesempatan untuk menjadi murid perguruan atau tidak, itu hanya urusan belakang.Setelah menyerahkan formul
Dengan nama baru yang diberikan, Mandala merasa semakin terhubung dengan latihannya. Ia memutuskan membawa energi dan keharmonisan dari latihan "Harmony Angin" ini ke dalam tantangan mendatang. Namun, itu satu-satunya yang bisa dia manfaatkan sekarang, sementara elemen petirnya masih menjadi rahasia, dan Mandala belum menemukan petunjuk untuk melatihnya.Tak lama setelah matahari bersinar terang dari arah timur, Mandala yang selesai dengan latihannya segera pergi keluar, berniat untuk mencari sarapan pagi. Kakinya melangkah melewati pintu kamar penginapan di lantai dua, dan ia pun muncul di lorong menuju tangga ke lantai bawah.Saat itu juga, telinga Mandala berdenyut mendengar kebisingan yang datang dari bawah. Dia tidak tahu apa yang terjadi, namun menurut pengetahuannya, penginapan ini memiliki dua tingkat, dan lantai di bawahnya merupakan restoran. Dengan rasa penasaran yang tumbuh, Mandala melangkah menuju tangga yang mengarah ke lantai bawah. ..."Dasar wanita tua! Mau berapa l
Pada saat ini, rentenir dengan kepalan tangannya melaju melewati sisi kiri kepala Mandala yang tengah menghindar. Percikan api dari tinjunya membawa suhu panas ekstrim, hampir membakar segala yang ada di sekitarnya.Beruntung, Mandala dilengkapi dengan pelindung angin yang dengan cepat menolak api, menjauhkannya dari tubuh Mandala seperti magnet dengan gaya tolak.Rentenir mencoba memukul Mandala dengan serangan tinju berapi, tetapi sia-sia karena tidak mampu menyentuh tubuh Mandala yang gesit dan terlindung. Mandala dengan cepat bergerak ke sisi rentenir, memanfaatkan angin untuk menyeimbangkan kekuatan.Dengan cermat, Mandala merespons serangan berikutnya dari rentenir. Ia melompat mundur, menghindari pukulan berbahaya yang datang dengan kecepatan tinggi. Angin membentuk perisai tak terlihat, menjaga Mandala dari ancaman yang terus berdatangan.Rentenir semakin frustrasi, berusaha menguasai pertarungan dengan kekuatan apinya. Namun, Mandala dengan keahlian mengarahkan hembusan angin
Mandala, yang masih tergeletak di tanah dengan luka-lukanya, menatap dengan keterkejutan dan kelegaan. Kedatangan murid senior tersebut membawa harapan baru dalam pertarungan yang tampaknya sudah tidak mungkin untuk dimenangkan."Sekarang, serahkan senjata kalian dan akui kesalahan kalian. Kami akan memberikan sanksi yang sesuai atas pelanggaran ini," lanjut murid senior yang lain, suaranya penuh otoritas."Cih!"Rentenir yang tadinya sangat yakin dengan kemenangan mereka, sekarang terlihat ragu. Mereka saling pandang, berat hati menyerahkan senjata mereka. Dengan langkah kesal, mereka segera berbalik dan memungut rekannya yang terluka kemudian kabur dengan cepatnya."Kau beruntung kali ini bocah," ucapnya dengan sinis, tampak tatapan dingin yang menusuk dari kedua rentenir.Tiba-tiba kepulan asap putih muncul dari ledakan bom asap yang dengan sengaja para rentenir itu lemparkan. Tentu hal ini sangat berguna untuk mengelabui jika mereka ingin kabur."Hei, mau kemana kalian," seru seor
Selain itu, Mandala juga belajar bahwa kekuatan sejati memerlukan keseimbangan antara kelembutan dan kekuatan. Dengan menggali pemahaman tentang kebijaksanaan, dia dapat membentuk karakternya tidak hanya sebagai pejuang yang tangguh, tetapi juga sebagai individu yang bijaksana dalam menghadapi berbagai situasi kehidupan. Latihan fisiknya bukan hanya sekadar melatih tubuh, tetapi juga menjadi sarana untuk memperdalam pengenalan diri dan nilai-nilai yang dipegang teguh.Malam pun tiba tak lama setelah itu, Mandala tidak menghabiskan kebanyakan waktunya hanya untuk beristirahat dalam pemulihan. Ia juga bergerak untuk mencari beberapa makanan untuk mengganjal perutnya yang kosong."Berapa total bayaran makanan yang saya pesan?" tanya Mandala pada pemilik penginapan sekaligus restoran sebelumnya.Wanita tua itu tersenyum ramah, merasa agak sedikit berat hati untuk berkata, "Totalnya dua puluh lima perak, tuan," ucapnya.Mendengar itu, Mandala agak sedikit bingung. Sebelumnya, dia hanya mem
Mandala telah berlatih dengan penuh tekad, menunjukkan detail-detail teknik yang telah dia kembangkan selama bertahun-tahun. Dia tidak hanya berfokus pada kekuatan fisik, tetapi juga pada harmoni pembentukan tenaga dalamnya. Selain itu, hampir sebagian besar peserta ujian di tempat itu seumuran dengannya, hal ini sedikit membangkitkan tekad dan daya saing Mandala. Dia tidak sabar ingin menunjukkan kekuatan penuh dari hasil latihannya selama ini.Sementara waktu berlalu, atmosfer perguruannya semakin terasa intens. Beberapa saat kemudian, sekelompok tetua yang biasanya bergelar Mangku perguruan Manik Putih datang dan duduk di atas podium penjurian. Mandala, bersama dengan para calon murid lainnya, menyaksikan dengan tegang di lapangan latihan.Suasana hening, dan kemudian terdengarlah pengumuman. "Terima kasih atas kehadiran kalian semua, anak muda," seru salah seorang tokoh Mangku perguruan."Namaku Gumanar, orang yang akan memandu seleksi di ujian kali ini," lanjutnya berlogat penuh
Dukubana melepaskan pusaran angin kuat ke arah Arcamada dengan satu gerakan tangan. Namun, dengan kefasihan yang sama, Arcamada menanggapi dengan membentuk barikade air melingkupi dirinya, menghambat serangan angin tersebut.Pertarungan terus berlanjut, keduanya saling menunjukkan kekuatan dan kelincahan mereka. Tetua Manik Putih di podium penjurian menunjukkan ekspresi serius, memperhatikan setiap gerakan. Mangku Gumanar, meskipun tampak tenang, juga tak kalah fokus dalam menilai setiap aspek pertarungan.Dukubana dan Arcamada saling berhadapan lagi, mata penuh determinasi. Keduanya merasakan intensitas pertarungan ini, dan penonton terhipnotis oleh pertunjukan keahlian bela diri mereka.Mandala, yang berdiri di samping arena, menatap pertarungan dengan seksama. Ia mencoba mempelajari setiap gerakan, terutama Dukubana yang menggunakan unsur angin.Setiap orang memiliki gaya bertarung dan pengendalian afinitas yang berbeda, tergantung pada cara mereka memanfaatkan keahlian yang telah