Share

Bab 8-Apakah Seri?

Mandala, yang sebelumnya merasa keuntungan berbalik ke arahnya, kini dihadapkan pada tantangan baru. Namun, ia tidak menunjukkan rasa takut. Sebaliknya, Mandala berkonsentrasi dan menyesuaikan diri dengan tingkat tenaga dalam yang tiba-tiba meningkat.

Dalam momen klimaks ini, pertanyaan tentang siapa yang akan menjadi pemenang masih tergantung di udara, menciptakan ketegangan yang sulit dijelaskan. Hanya waktu yang akan menentukan bagaimana nasib pertarungan ini akan berakhir.

Mandala dan Kaling saling berhadapan di bawah cahaya bulan yang bersinar redup. Suasana tegang terasa di udara, dan keduanya memancarkan aura keberanian dan ketegasan. Dalam sekali kibasan, pedang mereka bersentuhan, menciptakan sinar kilat dan percikan api yang melingkupi pertarungan mereka.

Kaling, dengan gerakan lincah dan serangan yang mematikan, mencoba menyerang setiap celah pertahanan Mandala. Namun, Mandala, dengan kecepatan dan kelincahannya yang luar biasa, mampu menghindari setiap serangan Kaling. Setiap gerakan mereka menampilkan keahlian seni bela diri yang memukau.

Entah mengapa Kaling merasa heran dengan kelenturan anak muda itu, hingga akhirnya dia mengetahui asal-usul kecepatan Mandala. Mandala menggunakan tenaga dalam yang diwujudkan sebagai elemen angin, yang mendorong peningkatan kelenturannya.

Keliang perampok itu tak percaya dengan kejutan tersebut, secara tak sadar ia mengakui kehebatan anak muda ini.

Tarian pedang mereka terus berlanjut, mengisi malam dengan dentingan logam dan sorakan angin. Mandala menunjukkan keahlian dalam menggabungkan berbagai teknik bertarung, sedangkan Kaling menggunakan kekuatan tenaga dalamnya untuk meningkatkan kekuatan serangannya.

Ketegangan semakin meningkat ketika Kaling mengeluarkan serangan pamungkasnya. Dia melancarkan serangan api yang melingkari pedangnya, menciptakan pusaran kobaran api yang membara. Mandala merespons dengan cepat, menghindari dan memblokir setiap serangan api dengan gerakan pedang yang presisi.

Tiba-tiba, Mandala memanfaatkan kesempatan saat Kaling melongokkan pandangannya sejenak. Dengan gerakan yang sangat cepat, Mandala meluncur maju dan menyusup melalui pertahanan Kaling. Pedang Mandala berkilat di udara, menciptakan sayatan yang mendalam di tubuh Kaling.

Kaling terkejut oleh kecepatan dan ketepatan Mandala. Meskipun demikian, dia tidak menyerah begitu saja. Dengan keberanian yang tinggi, Kaling menggunakan tenaga dalamnya dengan maksimal, menciptakan gelombang energi yang memancar dari tubuhnya.

Mandala, yang tetap tenang di tengah pusaran tenaga dalam Kaling, menggulung energi itu dan mengalirkannya melalui pedangnya. Ledakan energi menyelimuti sekitarnya, menciptakan cahaya terang yang memancar ke segala arah.

Ketika cahaya mereda, terlihat bahwa Mandala dan Kaling kini saling berhadapan, keduanya terengah-engah dan penuh luka. Pertarungan sengit ini meninggalkan jejak yang dalam pada keduanya.

Mandala, walaupun lelah, masih berdiri tegar. Sementara Kaling mengakui kehebatan lawannya, dia menunjukkan geram yang membara. Meskipun hasil pertarungan masih tidak pasti, keduanya menunjukkan kekuatan yang seimbang.

"Hmp! Kali ini kau lolos, nak. Tetapi berhati-hatilah jika kita bertemu lagi, mungkin takkan seberuntung ini," ancam Kaling saraya hendak meninggalkan medan pertempuran.

Pemimpin perampok itu berbalik pergi, menarik anak buahnya, dan misi perampokan mereka pun gagal. Beberapa di antara mereka terlihat ditinggalkan, setengahnya kembali dengan rasa kekalahan.

Saat gerombolan perampok menghilang di kegelapan malam, Mandala, yang masih terpaku, tiba-tiba jatuh berlutut dengan satu kaki. Pergelangan tangannya bergetar, dan pedang yang digenggamnya segera terlepas.

"Orang itu sungguh kuat," gumamnya sambil sedikit merintih. Tubuhnya terasa seolah baru saja mengangkat beban berat, dipenuhi rasa sakit dan kelelahan yang mendalam.

Beruntung pada saat itu, Keliang perampok tersebut dalam keadaan lelah; jika tidak, mungkin nasib Mandala akan sama dengan Mangku Jati sebelumnya.

Mandala menghirup napas dalam-dalam, berusaha mengumpulkan kekuatan. Dia melihat sekelilingnya yang penuh dengan kerpuk samar, mencoba menilai apakah ada ancaman lebih lanjut.

Beberapa waktu kemudian, Mangku Jati yang baru saja menyarungkan pedangnya setelah melihat gerombolan perampok pergi berjalan mendekati Mandala. Dia melangkah pelan sembari menyeka dadanya yang sakit, sepertinya serangan Kaling sebelumnya masih menempel dengan rasa sakit.

Mangku Jati melihat keadaan Mandala dengan penuh simpati. "Kau telah menunjukkan keberanian yang luar biasa, Nak. Apakah kau membutuhkan bantuan?"

Mandala mengangguk, menghargai tawaran bantuan dari Mangku Jati. Dia lalu meraih tangan itu, dan keduanya kemudian berdiri sejajar. Tak lama kemudian, Mangku Jati mengatupkan kedua tangannya sambil sedikit membungkuk, "Saya Mangku Jati mengucapkan terima kasih atas bantuanmu, anak muda."

Mandala sedikit tertegun, cepat-cepat dia menghentikan gerak tubuh Mangku Jati dan memintanya untuk bersikap biasa, tanpa perlu terlalu formal. "Jangan khawatir, tuan. Ini adalah bagian dari tanggung jawab saya," balasnya.

Mangku Jati tersenyum ringan, mengapresiasi kehangatan sikap Mandala. "Siapakah gerangan pemuda ini?" tanya sang Mangku sambil memandang Mandala penuh keramahan.

Mandala menjelaskan dengan rendah hati, "Saya Mandala, tuan. Saya petualang yang sedang mencari pengalaman dan pelajaran baru di negeri ini."

Mangku Jati mengangguk mengerti, matanya bersinar penuh kebijaksanaan.

Dalam waktu singkat, Mangku Jati membawa Mandala bertemu dengan anggota pengawal yang lainnya. Terlihat enam orang di antaranya, beberapa tampak babak belur dan terluka parah.

"Bagaimana keadaan Bais dan Gunaji?" tanya sang Mangku pada salah seorang pengawal.

"Tidak ada masalah serius, Pemangku. Keduanya mengalami luka sabetan di dada dan bagian punggung, mungkin butuh waktu beberapa hari untuk sembuh," ungkap Galuh kepada Mangku Jati.

"Syukurlah kalau begitu," balas Mangku Jati dengan sedikit lega. "Mari temukan tempat untuk istirahat. Besok kita akan kembali melanjutkan perjalanan."

Mereka pun bergerak mencari tempat yang aman untuk beristirahat, menjauh dari medan perampokan itu, sementara beberapa perampok yang terkapar mereka tinggalkan.

Mangku Jati, Mandala, dan anggota pengawalnya duduk bersama di sekitar api unggun, saling berbagi cerita dan mengenal satu sama lain. Di bawah gemerlap bintang, mereka menemukan ketenangan dan kehangatan di tengah gelapnya malam.

"Jika berkenan, darimana dan kemanakah tujuan kalian?" tanya Mandala dengan rasa penasaran.

"Sebenarnya kami datang dari perguruan Gangga di Gunung Jangka, wilayah timur kekuasaan Kultus Senanjar. Adapun tujuan kami yaitu menuju perguruan cabang Kultus Senanjar di kota Murmur," balas sang Mangku.

Mandala yang baru pertama kali menginjakkan kaki di dunia luar merasa semakin penasaran. Meskipun dia pernah mendengar nama-nama yang Mangku Jati sebutkan dari kakeknya, namun dia tidak pernah sekalipun melihatnya dengan mata kepala sendiri.

Hal itu semakin membuat Mandala menjadi penasaran. Dia memandang Mangku Jati dengan ekspresi penuh keingintahuan, ia kemudian dengan polosnya berkata, "Lalu untuk apa kalian pergi ke perguruan cabang Kultus Senanjar di kota Murmur?"

Mangku Jati tersenyum bijaksana, "Perguruan kami memiliki tugas dan misi tertentu. Kami harus mengantarkan sesuatu ke perguruan cabang kultus Senanjar."

Mendengar jawaban sang Mangku, Mandala mengerti dari pola kata-kata itu. Meskipun tidak tersirat dengan jelas, dia menyadari bahwa misi tersebut adalah rahasia mereka. Mandala memahami bahwa dia tidak memiliki hak untuk mengetahuinya secara mendalam. Dengan penuh rasa hormat, dia mengangguk, menunjukkan bahwa dia mengerti tanpa harus mengetahui setiap rincian dari misi tersebut.

...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status