Danu terduduk lemas di bawah sebuah pohon yang hening dari keramaian, tempat itu jauh dari kehidupan manusia. Permata mencoba mengobati Danu dengan sebisanya, dia sedikit mempunyai pengalaman tentang pengobatan sebab banyak belajar di desa. Ia mencari dedaunan yang bisa mengeringkan luka juga sejenisnya. Danu kehilangan banyak sekali darah, maka Permata mencari dan membuat sebuah ramuan dari dedaunan untuk mengembalikan darah. Permata sedikit gugup, ini adalah masalah yang sangat pelik baginya.
“Bertahanlah, Danu!” ujar Permata ketika membubuhi bagian perut Danu yang terkena pedang.
Darah sudah berhenti, sekarang yang diperlukan hanya mengeringkan luka dan memulihkan tenaga. Dua kuda mereka ditambatkan pada sebuah pohon yang tidak terlalu jauh, mereka tampak aman-aman saja dan tenang.
Beberapa saat lalu Danu dan Permata berhasil lolos dari kepungan para prajurit dengan menggunakan kekuatan yang terkandung di dalam kendi pemberian dua Oprus. Asap teba
“Di mana kamu, Danu?” teriak Permata, ia telah kembali dan membawa dua bungkus makanan di tangannya.“Danu, apakah kamu akan memberikan kejutan kepadaku?” Permata menebak-nebak. Sebetulnya itu adalah sebuah kata yang ia gunakan untuk menutupi kekhawatirannya. Bagaimana jika ada apa-apa dengan Danu? Pikir Permata.Permata mendengar langkah kaki yang tidak terlalu jauh dari lokasinya sekarang berada. Apakah itu adalah suara langkah kaki Danu? Suara langkah kaki itu terdengar samar, menginjak-injak daun yang kering.“Aku baik-baik saja dan tidak akan memberikan kejutan padamu, Permata!” ujar Danu dari kejauhan, dia berjalan dengan bantuan tongkat kayu kering.Hati Permata tenang seketika, tidak ada yang perlu dikhawatirkan walaupun ia membawa kabar yang tidak mengenakkan dari pemukiman warga.“Aku membawa makanan untuk sarapan, Danu! Aku harap kau akan suka!” kata Permata menyambut kedatangan Danu, ia me
Tengah hari mereka beristirahat di samping sebuah batu besar, Danu kelelahan dan membutuhkan istirahat. Matahari bersinar terik, untunglah ada sebuah pohon kecil namun bisa mereka gunakan untuk berteduh. Permata membuka bungkusan yang ia bawa sejak tadi, sebuah bungkusan yang berisi makanan yang ia beli tadi pagi. Permata juga membeli makanan kering yang bisa untuk bertahan hidup sampai beberapa hari ke depan. Danu sangat bersyukur mendapatkan teman perjalanan seperti Permata, pengertian bagaikan sosok ibu kepada anaknya.“Aku berterima kasih sekali kepadamu, Permata. Entah aku sudah menjadi apa aku ini jika tidak ada Kau!” ujar Danu tulus mengucapkan terima kasih.“Tidak usah berlebihan dalam berterima kasih. Bukankah ini adalah tugas seorang teman dalam sebuah perjalanan?” Tangan Permata cekatan membuka bungkusan, memberikannya satu buah kepada Danu. Itu adalah roti kering namun terasa empuk ketika di makan, dan mengenyangkan. Itu adalah makan
Tengah malam Danu terbangun setelah mendengar suara manusia berbisik-bisik. Lilin mati, mungkin sudah habis. Dari kegelapan tersebut dengan pandangan mata telanjang Danu bisa melihat ada dua manusia yang tengah berbincang-bincang, mungkin tidak mengetahui bahwa ada manusia lain selain mereka.“Kita harus segera kembali dan menyusun strategi untuk menghadapi mereka!” kata salah seorang di antara mereka,Satunya menjawab, “Tapi kita belum sepenuhnya mengetahui strategi penyerangan seperti apa yang akan mereka gunakan!”Beberapa saat diam. Mereka adalah dua pemuda yang bertubuh kecil, tinggi, rambutnya panjang tidak beraturan. Danu belum mengerti apa yang mereka bicarakan, tapi perbincangan mereka terlihat menarik perhatian.“Aku mengerti itu, Karim. Tapi untuk apa kita tahu strategi mereka jika pasukan kita tidak ada persiapan apa pun?”Pemuda yang bernama Karim angkat bicara lagi, “Tapi aku rasa kita m
Tiada penunjuk waktu kecuali sinar matahari yang samar-samar masuk pintu gua. Kendati demikian keadaan dalam gua tetap gelap, hanya beberapa gelintir sinar yang bisa menerobosnya, membangunkan empat sosok manusia yang terlelap dalam bungkusan selimut kedinginan, berbantalkan dingin yang menyengat.“Bangun, Danu! Sudah pagi!” Permata membangunkan Danu.Mata Danu mengerjap-erjap. Tangannya membersihkan sisa-sisa kotoran yang menyelimuti matanya, dia masih mengantuk.“Ke mana mereka?” tanya Danu, yang dia maksud adalah Karim dan Rosan.“Aku juga tidak tahu!” sahut Permata.Dengan segera Danu memeriksa busur panahnya, masih ada. Kendi pemberian Oprus, masih ada. Pusaka Naga? Masih ada. Dalam hati dia bersyukur tidak ada barang-barang berharganya yang hilang dari tempatnya.“Semua baik-baik saja!” ujar Danu.Beberapa saat kemudian ternyata Karim dan Rosan berjalan dari pintu gua membawa kayu-
Terima kasih untuk semua teman-teman yang masih setia membaca dan menunggu lanjutkan ceritaku. Satu komen dan satu vote dari kalian sangatlah berarti untukku, maka jangan sungkan-sungkan untuk berkomentar, iya. Eh, selain novel Pendekar Gunung Tiga Maut ini aku juga punya novel lain, judulnya Terjebak Mantra. Novel tersebut menceritakan tentang manusia bumi yang menemukan buku ajaib dan menjelajah planet lain. Nah, dia telah sampai di planet Kulstar. Apakah kalian pernah mendengar nama planet tersebut? Bahkan, NASA belum pernah dan tidak akan bisa menemukannya. Heheheh... Nah, jangan lupa baca karya aku itu, yah.. hihii Terima kasih.. Salam hangat dari penulis, Azka Taslimi, Author Hoak
Tangan kanan Danu mengirimkan pukulan namun dengan mudah Karim menepisnya. Hampir dua belas kali Danu mengirimkan pukulan, dua belas kali tendangan dengan tenaga penuh, sebanyak itu pula Karim menangkisnya. Permata tidak kalah cekatan, dia telah mengirimkan belasan tendangan dan pukulan kuatnya, nihil, tidak ada yang mengenai sasaran.Karim memasang busur panah itu di pundaknya, tanpa merasa bersalah ia tertawa keras-keras, “Hahaha! Kalian bukan lawanku!”Danu bertambah geram, ini bukanlah soal harga diri, tepi lebih dari itu. Ini adalah tentang amanah yang Danu emban dari Rangkasa, menjaga tempat Serat Agung sekarang tengah berada.Tangan mengepal, rahang mengatup kuat, Danu konsentrasi penuh. Permata tidak pernah melihat Danu seperti itu, matanya terpejam dengan sendirinya menyaksikan kengerian itu. “Hati-hati, Danu!” ujar Permata, Danu bergeming.“Haa....” Pukulan Danu mengarah pada wajah Karim.Bug...
“Baiklah, selamat jalan dan sekali lagi maafkan kami!” kata Rosan sebagai penghantar perpisahan dengan Danu juga Permata.Kali ini Karim dengan hati yang tulus meminta maaf, “Danu, Permata, maafkan aku yang telah membuat kalian marah!”Danu tersenyum, Permata mengangguk beberapa kali. Danu berkata, “Tidak ada yang salah, itu hanya ketidaksengajaan kecil yang terlalu kau besar-besarkan!”“Terima kasih. Kalian berdua adalah ksatria terbaik yang pernah aku kenal dalam perjalananku!” Karim memuji.“Begitu pula dengan kalian!” Permata melihat Karim dan Rosan bergantian. “Kalian adalah dua putra raja yang akan mempersatukan dunia!”Rosan menyambutnya dengan tawa, Karim tersenyum malu dikatakan sebagai putra raja terbaik.“Tidak banyak putra raja yang bersedia untuk melakukan tugas berat seperti kalian!” ujar Danu, kagum dan takjub dengan kepribadian mereka.
“Siap?” tanya Rosan setengah berteriak.“SIAP!” Bertiga serempak membalas sebagai jawaban.Empat batu meluncur sekaligus, batu itu lebih besar dari kepala orang dewasa. Debu mengepul mengiringinya, batu itu meluncur cepat sekali menuruni lereng perbukitan.Bum...Bluk...Suara batu beradu dengan dinding bukit yang sebagian besar permukaannya juga berupa batu. Batu-batu itu adalah bebatuan yang dikirimkan oleh burung ababil pada kisah di kejauhan.Empat batu mengenai kepala para prajurit di bawah sana. Mereka terjatuh dari kuda, jatuh ke bawah, kemudian nasibnya tidak ada yang mengetahui, apakah mati atau masih hidup. Empat batu lagi mereka luncurkan, tanpa mengenal kasihan batu itu mengenai empat orang lagi, jatuh ke bawah dan membawa beberapa temannya karena terbentur. Kuda-kuda mereka ketakutan. Empat batu lagi meluncur dari atas dengan kekuatan penuh.Bum...Blur..Blar...Tapi itu semua