Malam kelima, dan sepertinya itu adalah malam terakhir untuk Danu juga Permata untuk mengasah kemampuan berbicara kepada alam, mendengar dengan hati, dan berucap dengan bibir hati, bersama Kosala. Malam itu akan menjadi malam terakhir bagi mereka berdua untuk selanjutnya meneruskan perjalanan. Ini memang sebuah hal yang sangat luar biasa, mereka akan melanjutkan petualangan yang lebih menegangkan lagi. Kosala telah memberikan kode kepada mereka berdua untuk segera meneruskan perjalanan. Mungkin menurut Kosala kemampuan membaca alam mereta sudah lebih dari cukup sebagai kata pemula.
“Aku rasa kalian sudah memahami dasar-dasar tentang bagaimana cara berbicara dan mendengarkan dengan hati,” ujar Kosala, malam ini suasana mendung, mungkin sebentar lagi hujan akan datang, angin sayup-sayup basah menggerakkan dedaunan.
“Maka tidak ada kepentingan lagi dalam diri kalian untuk terus hidup di rumahku. Dengan sopan besok aku mempersilakan kalian untuk meninggal
“Apakah kau lupa dengan janjimu, Kosala?” salah seorang di antara mereka bertanya dengan nada berteriak.Mereka tidak kurang dari lima belas orang. Datang tanpa diundang, mereka langsung marah-marah kepada Kosala tanpa pembukaan. Lingkaran itu sekarang itu berupa lingkaran lagi, terkalahkan oleh jejak manusia yang mengepung Kosala, Danu, juga Permata.“Janji apa yang kau maksud?” Kosala bertanya dengan nada datar.“Aku rasa kau belum terlalu begitu tua, Kosala! Aku harap kau juga tidak hilang ingatan sehingga dengan sengaja melupakan janji-janji yang kau ucapkan. Apakah kau benar-benar lupa? Baiklah, anak buahku akan memberikan kenangan-kenangan yang akan mengingatkanmu!”Satu orang maju lebih dekat kepada Kosala, menginjak garis yang dibuatnya sehingga sepertinya antara Kosala dan orang itu tidak ada jarak.“Dahulu, kau pernah berkata kepada kami bahwa kau akan memberikan perlindungan kepada kami dan membe
Hai, teman-teman, senang sekali malam ini aku bisa update satu episode buat kalian. Semoga bisa menemani malam kalian yang sunyi, yah, hehehe.Kira-kira sejauh ini hikmah apa, sih, yang kalian temukan di dalam perjalanan Danu juga Permata? Komen, dong, hihihi...***Semalaman Danu dan Permata tidak pejamkan mata. Permata bagai ibu yang memangku anaknya, Rumana terbangun ketika hari menjelang pagi.“Maaf, Mbak Permata!” ujar Rumana setelah terjaga dari tidurnya.Belum ada tanda-tanda Kosala akan segera sadarkan diri. Namun syukurlah, wajahnya tidak lagi pucat, pulih seperti sedia kala. Wajahnya memerah, kumisnya tebal, nafasnya teratur. Mungkin ketika matahari benar-benar muncul nanti Kosala akan membangunkan diri. Sekarang tetaplah berdoa yang menjadi satu-satunya usaha mereka.Pagi-pagi benar tabib yang tadi malam mengobati Kosala datang kembali. Di tangannya te
Dua hari dalam perjalanan tidak ada masalah berarti untuk Danu dan Permata. Kuda mereka membuat langkah lebih cepat dan menghemat waktu, lebih baik pula selanjutnya untuk Diana.Mereka kini tengah melewati sebuah desa yang bias-biasa saja. Pedagang-pedagang menjajakkan dagangannya di pasar bersama dengan hingar-bingarnya pembeli. Orang-orang seperti semut yang mengerubuti ikan asin, pagi itu mereka melewati sebuah pasar desa, akses satu-satunya pula untuk sampai pada lokasi tujuan. Mereka sarapan di sebuah warung tengah pasar, teriakan demi teriakan terdengar memekakkan telinga, tawar-menawar terjadi tanpa ada yang mengalah. Pedagang kain menawarkan harga dan kualitas, di sebelahnya pedagang baju jadi tanpa ampun mengolok-olok pedagang di sebelahnya.“Nasi dua, Ibu!” Setelah duduk Danu langsung memesan sarapan untuk pagi ini.Suara gaung lebah terdengar memenuhi warung, itu adalah suara kebisingan antara orang yang bercerita dan sesekali komentar dar
Kuda berlari kencang setelah meninggalkan pasar yang ramai, kini melintasi pedesaan yang tampak sepi. Dalam keadaan seperti itu, Danu dan Permata bebas mengendalikan kuda dan mengendarainya dengan kecepatan tinggi. Tidak akan ada yang merasa tersinggung dengan kecepatan mereka. Beberapa saat berlalu, sepertinya mereka telah memasuki area yang dekat dengan kerajaan.Tampak antrean panjang di jalanan sebelum memasuki perkotaan, lokasi kerajaan. Pedagang-pedagang tidak ada yang luput dari pemeriksaan, tidak ada sama sekali pendatang yang bebas dari pemeriksaan. Ini benar-benar sebuah rencana yang sangat matang untuk melakukan penyerangan, pihak kerajaan tidak memberikan kesempatan kepada penyusup untuk masuk wilayah kerajaan, para penjahat lokal juga begitu.Tujuan utama pihak kerajaan melakukan pemeriksaan sebenarnya sangat bagus, yaitu untuk mengurangi potensi adanya penjahat yang memasuki kerajaan. Tapi tidak semua prajurit yang mendapatkan tugas untuk memeriksa mempun
“Dari mana kalian berasal?” tanya seorang prajurit kepada Danu.“Aku dari desa Banjar Rejo!” jarab Danu.Permata tidak paham dengan apa yang ada dalam pikiran Danu. Tadi pagi ketika ada yang bertanya dari mana dia berasal Danu menjawab dari Lereng Gunung Tiga Maut, sekarang dengan pertanyaan yang sama ia menjawab dari Banjar Rejo. Manakah yang benar? Permata bingung sendiri.“Jauh sekali. Untuk keperluan apa kau melintasi wilayah kerajaan?” Seorang prajurit dengan nada mengancam bertanya, dan Danu sangat tidak menyukainya.“Aku mempunyai seorang saudara yang berada di desa Sambijajar, dan aku akan mengunjunginya dengan adikku ini!” Danu menunjuk Permata dengan jari telunjuknya. Permata tersenyum, sebuah senyum yang ia paksakan karena kaget.“Apakah kalian tidak membawa barang-barang yang bisa membahayakan orang lain?” tanya prajurit itu lagi, matanya menjelajah dari ujung kaki sampai rambu
Hutan telah di depan mata, Danu menambah kecepatan kudanya. Langit tampak gelap, matahari samar-samar sembunyi di balik awan hitam, mungkin sebentar lagi hujan akan datang.Sambutan hangat diberikan oleh hutan. Hewan-hewan liar menyambut mereka. Ayam hutan terbang terbirit-birit ketika dua kuda putih menginjakkan kaki dengan gagahnya. Rusa bertanduk panjang berlarian menjauh. Hewan-hewan itu hidup rukun dalam hutan yang sama, meski ada juga beberapa hewan yang saling memangsa. Begitulah seharusnya kehidupan manusia, dengan bekal otak dan hati seharusnya manusia menjadi lebih baik dari hewan, hidup rukun, tidak saling melukai. Begitulah seharusnya manusia, saling menghormati dan saling menghargai hak-hak orang lain.“Kamu yakin akan masuk hutan ini, Danu?” tanya Permata memastikan, mereka telah masuk wilayah hutan tapi belum begitu jauh.“Aku yakin sekali, Permata! Aku sudah mempunyai rencana yang matang untuk menghadapi orang-orang sialan itu!&
Di balik suara pedang itu terdengar pula suara rintih air hujan yang mulai berjatuhan. Terdengar suara air hujan menjatuhi dedaunan, beberapa saat kemudian air benar-benar jatuh ke bumi. Hawa menjadi dingin, sayup-sayup angin bertiup membasuh kulit, dingin terasa.Ting,.. tang...Saling adu sasaran pedang, Danu awas memandang pada setiap arah yang datang. Pertarungan ini hampir mirip dengan pertarungan yang terjadi di halaman rumah Kosala, hanya saja saat ini masih sore sedang pertarungan itu terjadi di malam hari. Sepuluh orang mengepung Danu juga Permata.“Kamu tidak apa-apa, Permata?” tanya Danu memastikan.Permata menjawab, “Aku baik-baik saja!”Slep...Pedang Danu mengenai salah satu tangan prajurit. “Aa...” teriakan kesakitan terdengar memilukan.Darah mengucur bercampur darah, orang itu berteriak kesakitan. Tanpa ampun Danu mendekatinya, mengayunkan pedang, sekejap kepala terpenggal dari tubu
Danu terduduk lemas di bawah sebuah pohon yang hening dari keramaian, tempat itu jauh dari kehidupan manusia. Permata mencoba mengobati Danu dengan sebisanya, dia sedikit mempunyai pengalaman tentang pengobatan sebab banyak belajar di desa. Ia mencari dedaunan yang bisa mengeringkan luka juga sejenisnya. Danu kehilangan banyak sekali darah, maka Permata mencari dan membuat sebuah ramuan dari dedaunan untuk mengembalikan darah. Permata sedikit gugup, ini adalah masalah yang sangat pelik baginya.“Bertahanlah, Danu!” ujar Permata ketika membubuhi bagian perut Danu yang terkena pedang.Darah sudah berhenti, sekarang yang diperlukan hanya mengeringkan luka dan memulihkan tenaga. Dua kuda mereka ditambatkan pada sebuah pohon yang tidak terlalu jauh, mereka tampak aman-aman saja dan tenang.Beberapa saat lalu Danu dan Permata berhasil lolos dari kepungan para prajurit dengan menggunakan kekuatan yang terkandung di dalam kendi pemberian dua Oprus. Asap teba