Share

1007. Part 2

last update Last Updated: 2025-01-29 01:02:15

Ketika ia menginjak usia lima belas tahun, Ki Padmanaba menitipkan Kirana untuk belajar ilmu silat kepada seorang kenalannya yang berjuluk Punding Sunyi. Selain Ki Padmanaba tidak ingin menurunkan ilmunya kepada siapa pun kecuali kepada cucunya Ekayana, penitipan Kirana kepada Nyai Punding Sunyi itu juga dilakukan untuk menghindari perselisihan yang sering terjadi antara Kirana dengan Ekayana. Kedua anak itu sering bertengkar dan Ki Padmanaba dibuat kewalahan. Sekalipun demikian, Kirana tetap merasa berhutang budi kepada Ki Padmanaba. Sesekali ia sering berkunjung kekediaman Ki Padmanaba untuk menerima wejangan tentang hidup di permukaan bumi ini. Atau kadang-kadang Ki Padmanaba yang menengok Kirana di Perguruan Mawar Seruni sambil membawa oleh-oleh cerita tentang orang-orang sakti dan pusaka-pusakanya.

Setelah ia berusia dua puluh lima tahun, dendam itu mulai meletup-letup lagi di dalam dadanya. Sepuluh tahun ia menempuh ilmu dan berguru kepada Nyai Punding Sunyi, cukup suda

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Pendekar Kera Sakti   1488. Part 6

    "Apa maunya sebenarnya? Hanya menguji ilmu, atau memang punya unsur dendam pribadi padaku? Tapi aku tak pernah jumpa dengannya dan tak pernah kenal nama Muria Wardani! Jangan-jangan ini sebuah kesalahpahaman?"Karto Dupak memilih tempat di luar batas desa. Di sana ada sebuah bukit yang pantas dikatakan sebagai gundukan tanah tinggi. Karena ketinggiannya dapat dicapai dengan sekitar tiga puluh langkah. Kelihatannya Karto Dupak bersungguhsungguh menghendaki pertarungan tersebut.Repotnya bagi Baraka, ia benar-benar tak bisa menghindari tantangan itu. Sebab Panurata dan beberapa orang lainnya berteriak-teriak mengumumkan pertarungan tersebut. Para penduduk desa keluar dari rumah mereka karena tertarik ingin saksikan pertarungan antara Karto Dupak dengan pendekar terkenal; Baraka"Hoi, hoi... mau nonton pertarungan apa tidak! Pendekar Kera Sakti mau bertarung melawan Karto Dupak!" seru Panurata. Yang lain ikut-ikutan berlari sambil berseru, "Saksikanlah! Banjirilah!

  • Pendekar Kera Sakti   1487. Part 5

    "Bukan.. Itu pemberian guruku yang lain. Dan itu jarang kupakai kalau aku tidak dicobai orang lebih dulu," jawab Baraka dengan tenang sambil memperhatikan perubahan air muka kedua kenalan barunya itu.Kadasiman tampak lebih tenang dari Panurata. Ia ajukan tanya lagi pada Baraka, "Kalau misalnya...!" tapi pertanyaan itu tidak jadi diteruskan. Mata Kadasiman melebar manakala ia melihat ada cairan merah mengalir lamban dari telinga Panurata."Panurata, kenapa telingamu berdarah...!"Panurata berlagak kaget. Memeriksa telinganya, dan ternyata memang berdarah. Panurata bingung menjawab, hanya senyum-senyum kikuk salah tingkah. Tapi ia segera berkata pula dengan wajah terperanjat, "Kadasiman, telingamu juga berdarah!"Kadasiman ikut salah tingkah dan beralasan, "Mungkin aku menderita panas dalam!"Baraka tersenyum lebar, langsung berkata pada pokok masalah sebenarnya."Kurasa kalian tak perlu mencobai diriku. Akibatnya akan buruk bagi kalian sendi

  • Pendekar Kera Sakti   1486. Part 4

    "Memangnya kepalaku ini tungku, kok mau dikepret! Aku cuma mau kenalan sama dia. Soalnya aku sering mendengar cerita kependekarannya dan aku sangat mengagumi tokoh muda itu!"Sebenarnya Baraka mendengar kasak-kusuk orang berbaju kuning itu, tapi Baraka diam saja dan berlagak tidak mendengarnya, ia memesan makanan kesukaannya, ayam geprek sambel setan."O, baiklah kalau begitu. Hmmm... apa Kisanak mau menikmati arak paling enak disini?""Kalau ada... boleh!" jawab Baraka bersemangat.Orang berbaju kuning tadi akhirnya benar-benar mendekati Baraka dan menyapa dengan keramahan dan kesopanan seorang pengagum."Maaf, apakah kau yang bernama Baraka, Pendekar Kera Sakti itu?""Benar," jawab Baraka dengan senyum tipis. "Kau siapa?""Aku pengagummu. Namaku; Panurata."Baraka menyambut uluran tangan si Panurata, mereka bersalaman. Panurata tampak senang sekali menerima sikap ramah Baraka, karena semula ia menyangka Baraka orang yang somb

  • Pendekar Kera Sakti   1485. Part 3

    Zuuubbb...!Sesuatu berkelebat ke arah Raja Kera Putih, membuat ucapan Raja Kera Putih terhenti. Benda yang bergerak cepat dari arah belakangnya itu segera dihindari dengan gerakan kepala membungkuk ke depan sambil berseru, "Awas...!"Dengan membungkuknya Raja Kera Putih, benda yang meluncur cepat itu menjadi mengarah ke dada Pendekar Kera Sakti. Raja Kera Putih bagaikan menyerahkan urusan itu kepada sang murid, sehingga dengan gerak tangkasnya Baraka segera memiringkan badan dan mengelebatkan tangannya ke depan.Teeb...!Sesuatu yang bergerak itu kini terjepit di antara dua jari tangan Baraka. Dengan wajah tegang Baraka memandangi benda tersebut yang ternyata sebatang paku berwarna hitam baja. Panjang paku itu seukuran sekelingking orang dewasa. Ujungnya runcing dan memancarkan sinar hijau kecil mirip kunang-kunang."Baraka, kejar orang yang menyerang kita dari kerimbunan seberang sungai itu! Dia adalah lawan utamamu!""Maksud Guru... dia a

  • Pendekar Kera Sakti   1484. pART 2

    "Mengapa justru pancaran dendam yang kulihat memancar dari dalam batinmu! Mengapa begitu, Baraka!""Tiba-tiba aku terbayang wajah musuhku, Guru!""Rawana Baka, maksudmu?""Benar, Guru. Rawana Baka alias Siluman Selaksa Nyawa membayang terus dalam ingatanku, sehingga batinku memancarkan dendam dan kejengkelan. Aku gemas sekali dan ingin buru-buru mencarinya lagi, Guru!" Raja Kera Putih menarik napas, mencoba memaklumi perasaan muridnya yang sudah lama mengejar-ngejar Siluman Selaksa Nyawa, sang tokoh aliran hitam yang sering dijuluki manusia paling sesat itu.Raja Kera Putih pun berkata kepada muridnya dengan memunggungi sang murid. "Itu memang tugasmu; menghancurkan kelaliman, meleburkan manusia sesat demi menyelamatkan umat manusia di bumi. Tetapi seharusnya kau bisa mengendalikan pikiranmu dan bisa menempatkan kapan saatnya kau berpikir tentang Siluman Selaksa Nyawa, kapan saatnya kau memusatkan pikiranmu dan pelajaran ini! Kelak jika jurus 'Awan Ki

  • Pendekar Kera Sakti   1483. TELUH CAKAR BUNTUNG

    CAHAYA langit senja berwarna tembaga. Seolah-olah atap bumi itu sedang dipanggang api raksasa yang menebarkan panas kemana-mana. Namun nyatanya warna merah tembaga di langit tidak membuat pemuda tampan berbadan kekar itu menjadi hangus. Padahal sudah sejak tadi ia berada di tempat terbuka, ia bertelanjang dada, duduk bersila di atas sebongkah batu datar warna hitam. Kedua tangannya menengadah ke kanan-kiri. Kedua tangan itu masing-masing menyangga dua bongkahan batu yang masing-masing ukurannya sebesar gentong. Otot-ototnya saling bertonjolan, membuat dadanya tampak keras bagaikan baja. Lengannya pun membengkak karena otot yang dikeraskan sejak tadi. Tapi tak setetes keringat pun yang keluar dari pori-pori kulit tubuhnya."Pengerasan otot dan pengerahan tenaga untuk jurus ini tidak boleh menggunakan kekuatan luar. Tetapi kekuatan batinmu yang harus bekerja untuk mengeluarkan tenaga sebesar gunung."Seorang lelaki tua berkata begitu kepada si pemuda tampan tersebut. Lel

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status