Baraka yang melihat kelebatan sinar merah itu segera sentakkan napas ke perut, tubuhnya terbang melayang ke atas dan bersalto satu kali melintasi kepala dua gadis itu.
Wuuukkk...!
Begitu tiba di belakang gadis itu secara beradu punggung, Baraka segera lepaskan pukulan 'Cahaya Kilat Biru'-nya yang memancarkan sinar berkelok-kelok bagai lidah petir berwarna kebiru-biruan dari telapaknya itu.
Claaapp...! Blegaarrr...!
Dentuman hebat terjadi. Gelombang panas meng-hentak kuat, membuat tubuh Baraka tersentak ke belakang menabrak tubuh dua gadis itu, dan tubuh dua gadis itu melayang jungkir balik dengan cepatnya.
Jleg, jleg...!
Keduanya mampu kuasai keseimbangan dengan cepat dan berdiri dengan tegak. Sedangkan Pande Bungkus terlempar jauh masuk ke semak-semak dan mengerang di sana.
Baraka terjungkal ke tanah dengan wajah membiru dan darah keluar dari lubang hidungnya. ia mengerang panjang saat berusaha untuk bangkit. Rupanya sinar bergelomba
Konon hanya beberapa orang saja yang mempunyai ilmu 'Racun Ludah Naga'. Kini dalam keadaan seperti gadis kecil berusia sepuluh tahun, Sumbaruni tidak bisa banyak berbuat apa-apa. Bahkan terkadang jika ia lelah berjalan, Baraka terpaksa harus menggendongnya. Sikap itu dilakukan Baraka agar Sumbaruni tidak patah semangat dan masih mempunyai gairah hidup. Betapa pun tabahnya seseorang jika melihat keadaannya makin hari makin menjadi seperti anak kecil, sudah tentu kekecewaannya begitu besar dan mampu mematahkan semangat hidupnya. Namun karena Sumbaruni selalu didampingi Baraka yang gemar mengalihkan kesedihan dengan bercanda, maka semangat mempertahankan hidup masih menyala-nyala di hati sanubari sahabat Setan Bodong itu.Guntur menggelegar di langit. Awan mendung mulai menutupi mentari sore. Angin berhembus secara alami, bukan karena pengaruh kekuatan gaib apa pun. Hari memang menjadi mendung, sebentar lagi hujan akan turun. Saat itu mereka berdua sudah berada tidak seberapa ja
Orang-orang menyangka Syakuntala mati. Tapi nyatanya tidak. Syakuntala hanya menderita luka bakar yang menghanguskan sekujur tubuhnya. Matanya menjadi merah dan sebagian cambangnya rontok. Kulitnya kian hitam bagaikan disambar petir. la sempat berusaha bangkit, tapi jatuh tersungkur kembali bagaikan kehilangan seluruh tenaganya."Angkat sang Panglima! Larikan dia!" seru saiah satu anak buahnya. Kemudian dua anak buahnya bergegas menyambar tubuh Syakuntala dan membawanya lari meninggalkan Bukit Mata Laut. Anak buah yang lain Ikut-ikutan melarikan diri.Yang terkena ilmu 'Anak Rembulan' tadi disambar oleh temannya dan ikut dibawa larl. Baraka hanya tersenyum memandangi pelarian tersebut dan tidak berminat untuk mengejarnya. Karena ia segera melihat Sumbaruni berubah menjadi lebih kecil dari wujud aslinya."Sumbaruni!" sentak Baraka dengan terkejut dan merasa heran.Batuk Maragam berkata, "Dia terkena racun 'Ludah Naga', tubuhnya akan berangsur-angsur menjad
Syakuntala memainkan jurus rendah. Tangannya berkelebat ke sana-slnl sambil yang kanan pegangi pedang. Gerakan tangan dan tubuhnya yang meliuk-liuk itu menyerupai gerakan seekor naga sedang mende-kati mangsanya. Tapi tiba-tiba Sumbaruni lepaskan jurus 'Anak Rembulan' berupa sinar kuning seperti bintang yang dilemparkan dari tangan kirinya.Ciaaap...!Wuuutt...! Tubuh Syakuntala melentak terbang menghindari sinar kuning itu yang segera menghantam tubuh saiah satu anak buahnya. Tapi dalam gerakan menyentak bagaikan terbang itu, tiba-tiba dari mulut Syakuntala keluar cairan hitam yang diiudahkan.Cuuuih...! Ploook...!Ludah hitam itu kenai leher Sumbaruni walau sudah berusaha untuk dihindari."Ahh...!" Sumbaruni bagaikan mengeluh dan merasa jijik. Namun kejap berikutnya ia jatuh terkulai berlutut karena seperti kehilangan seluruh tulangnya. Tubuh itu segera tertunduk lemas bagaikan tak bisa mengangkat kepala. Lehernya membekas hitam tanpa cairan sedik
Blaaar...! Gelegaaaarrr...!Ledakan dahsyat terjadi dari benturan dua jenis sinar itu. Palupi terpental jauh dari tempatnya, karena jarak pertemuan dua sinar itu lebih dekat dengan dirinya. Sedangkan Syakuntala terpental sekitar tiga tindak ke belakang dalam keadaan jatuh terduduk, tidak seperti Palupi yang terkapar dengan wajah memucat, darah keluar dari mulut dan hidungnya. Ledakan itu timbuikan getaran pada bumi, seakan bukit itu ingin terbelah menjadi dua bagian. Beberapa orang yang ada di situ juga berjatuhan karena guncangan mendadak tersebut.-o0o-Raja Maut memandang dengan tegang, demikian pula yang lain. Ki Argapura berkata kepada Bongkok Sepuh, "Tandu Terbang agaknya telah kehilangan ilmunya cukup banyak sejak menjadi seorang ratu. Berbahaya sekali jika ia nekat bertarung dengan Syakuntala!""Memang. Pertarungan ini tidak seimbang, harus dicegah!"Bongkok Sepuh hendak bergerak maju ke arena, tapi pundaknya segera dicekal ol
"Tengkurapkan dia!" kata Batuk Maragam.Citradani memiringkan tubuh Kirana. Lalu, telapak tangan Batuk Maragam menghantam pundak belakang Kirana dengan satu sentakan mengejutkan.Dddus...!Slaaap...! Logam putih beracun yang terbenam di tubuh Kirana itu melesat keluar. Barulah darah keluar dari luka tersebut. Tapi darah yang keluar sudah bercampur dengan racun ganas sehingga warnanya bukan merah lagi, melainkan hitam bercampur larutan warna hijau tua."Dia terkena 'Racun Getah Mayat. Sulit disembuhkan. Sebentar lagi pasti akan mati," kata Batuk Maragam. "Bawa keluar dari sini, biar kuobati sebisaku! Siapa tahu dia akan uhuk, uhuk, uhuk, ihiiiik.... heoeek...!"Batuk Maragam tak bisa lanjutkan kata-katanya karena sakit batuk menyerang lagi. Citradani membawa Kirana keluar dari lingkaran orang-orang yang membentuk arena pertarungan itu.Sementara Kirana ditangani oleh Batuk Maragam, Syakuntala semula ingin mengejar Kirana dan membunuhnya hingg
Karena tak sabar, Syakuntala berteriak dengan berangnya, "Mana Pendekar Kera Sakti itu! Apakah dia bersembunyi di balik ketiak wanita! Seharusnya kalau dia takut menghadapiku, datang saja dan bersujud di hadapanku, aku pasti akan mengampuni mulut besarnya yang hanya bisa berkoar-koar penuh sampah itu!"Mendengar pendekar idamannya dihina, Kirana menjadi panas hati. Memang sebenarnya bukan hanya Kirana saja yang panas hati mendengar hinaan itu. Palupi, Kelana Cinta dan beberapa wanita pengagum Baraka juga merasa hatinya bagaikan disiram air men-didih. Tapi mereka bisa menahan diri. Hanya Kirana yang kurang bisa menahan diri, sehingga dengan lantang ia berseru dari tempatnya, "Hei, Gundul Kopong...! Bicaralah dengan hati-hati sebelum kepala gundulmu menggelinding ditebas jari kelingking Pendekar Kera Sakti!"Mata Syakuntala tertuju kepada Kirana, memandang dengan tajam. la segera tampil di arena yang terbentuk dengan sendirinya karena dikelilingi para penonton yang hadir