Dewi Pedang segera berbisik dalam geram, "Biarkan aku melawannya!"“Jangan!” bisik Setan Bodong yang didengar oleh Dewi Pedang dan Sumbaruni. "Dia bukan Baraka. Tak ada tanda merah di dahinya."Dewi Pedang dan Sumbaruni segera berpaling menatap Setan Bodong. Tapi yang ditatap tak mau balas memandang melainkan menatap ke arah panggung.Terdengar suara sang Nyai, "Terpaksa hukuman ini kulaksanakan karena keras kepala dari guru-gurunya...! Pemancung...! Penggai dia!"“Aaaa...!" suara jerit bersahutan ketika kepala tawanan itu dipenggal putus oleh algojo bertubuh besar. Tangis meratap dan jerit kematian membaur membuat gaduh suasana setempat. Para gadis yang simpati dan menaruh hati diam-diam kepada Baraka tak mampu menahan tangis. Bahkan Embun Salju jatuh pingsan, entah karena memendam cinta atau karena kasihan, tak jelas artinya. Kirana jatuh tersimpuh bagai kehilangan tenaga. Delima Gusti terpelanting membentur pohon karena tubuhnya juga
Mata si Tudung Hitam masih menatap ke sana-sini tanpa menghiraukan panasnya matahari yang membuat tubuhnya berkeringat ditutup jubah hitam yang rapat sampai leher itu. Ia masih menyebutkan nama-nama para undangan."Kirana...? Oh, Kirana juga datang bersama Jongos Daki?! Lalu di sana juga ada Ki Darma Paksi dan Arum Kafan, Ki Jangkar Langit, Sumping Rengganis yang dulu dikutuk jadi serigaia itu, juga... Tabib Awan Putih, Ki Medang Wengi, Roro Manis, oh... rombongan Ratu Pekat juga datang? Ya, ampuuun... dia bersama Badai Kelabu, Tengkorak Terbang dan, ah... si Singo Bodong dan Hantu Laut ikut juga. Waaah... seru juga kalau semuanya menyerang Peri Sendang Keramat. Hmmm... dia Batuk Maragam akhirnya datang juga bersama Camar Sembilu dan... Oh, mereka bertemu Bwana Sekarat dan Angin Betina. Apa yang mereka rembuk disana itu? Dan... hai, Dayang Selatan datang juga dan... oh, itu sepertinya Selendang Maut. Ya, Selendang Maut datang juga mendampingi Nyai Betari, ah... tak enak aku j
Bukit Rongga Bumi merupakan anak dari gunung Tonggak Jagat. Ada gugusan tanah membentuk tebing dilereng Gunung Tonggak Jagat. Dari tebing itu terlihat kesibukan orang-orang di Bukit Rongga Bumi. Ditepi tebing itulah berdiri sesosok tubuh berjubah hitam lengan panjang. Kain jubahnya sampai menyentuh tanah. Sosok aneh itu berdiri dengan tudung hitam yang lebar menutupi sebagian wajahnya. Sosok itu diam tak bergerak bagaikan patung.Sementara itu, dikaki bukit Rongga Bumi terjadi pertarungan secara berkelompok, sekitar delapan kelompok pertarungan menghadirkan jerit dan denting dari mulut mereka yang tewas dan senjata mereka yang saling beradu. Pertarungan itu terjadi antara pihak anak buah Nyai Peri Sendang Keramat dengan pihak lain yang menentang hukuman gantung terhadap diri Baraka.Seorang perempuan cantik berjubah kuning emas muncul dari dalam pesanggrahan. Perempuan cantik berjubah kuning emas itu mempunyai rambut panjang meriap, dengan sanggul kecil di tengah kepal
“Kulumpuhkan ilmumu sekarang Pendekar Kera Sakti! Heaaah...!"Nyai Gandrik baru saja mau lepaskan jurus maut dari kesepuluh jari-jarinya yang sudah diarahkan kepada Baraka. Tapi tiba-tiba sesosok bayangan menerjangnya dari belakang.Braaasss...!"Aaahg...!" Nyal Gandrik mengerang sambil tersungkur jatuh mencium tanah.Sesosok bayangan yang menerjang itu segera berdiri didepan Nyai Gandrik dalam jarak tiga langkah. Ketika Nyai Gandrik berusaha bangkit sambil menyentakkan tangannya untuk sebuah pukulan bersinar hijau. Orang tersebut lebih dulu melepaskan selarik sinar merah dari pangkal pergelangan tangan.Claaap...!Jlaaab...! Sinar itu menghantam leher Nyai Gandrik. Leher itu bolong seketika. Akibatnya Nyai Gandrik hanya bisa mengerang seperti ayam disembelih, kejap berikutnya tak mampu bernapas lagi. Nyawa pun segera pergi tinggalkan raganya yang mengeras kaku tak bisa ditekuk lagi.Baraka bangkit pandangi tokoh berpakaian mera
Angin Betina menjadi semakin ingin tahu, sebab ia juga mendengar kabar bahwa nanti siang Baraka akan digantung oleh Peri Sendang Keramat. Karenanya, Angin Betina segera memancing pertanyaan kepada Nyai Gandrik, "Kau hanya membual untuk membanggakan diri didepanku, Nyai Gandrik. Buktinya kenapa Baraka bisa ada di tangan Peri Sendang Keramat?!""Itu karena nasib sialku!" jawab Nyai Gandrik. “Baraka terlepas dari gendonganku. Maklum ia kubawa dalam keadaan tanpa busana. Pada waktu itu aku sedang melintasi pepohonan yang ada dl Pesanggrahan Sendang Keramat di Bukit Rongga Bumi. Baraka jatuh tercebur ke sendang itu. Aku tak berani mengambilnya lagi karena pasti akan berurusan dengan Peri Sendang Keramat. Sedangkan Peri Sendang Keramat kuakui mempunyai ilmu lebih tinggi dariku. Maka kutinggalkan saja Baraka disana. Dan ternyata dugaanku benar. Ia akan dihukum gantung oleh Peri Sendang Keramat siang ini juga. Kekalahan ku tempo hari telah tertebus dengan secara tidak langsung.
BUKIT Rongga Bumi bertentangan arah dengan Bukit Kayangan. Menurut perkiraan Baraka, ia tidak akan mencapai Bukit Rongga Bumi kalau harus ke Bukit Kayangan menemui gurunya lebih dulu. Sekalipun Pendekar Kera Sakti pergunakan jurus 'Gerak Kilat Dewa Kayangan'-nya yang mampu berlari cepat melebihi kecepatan anak panah itu, tetap saja ia akan tiba di Buki Rongga Bumi menjelang matahari tenggelam jika bertolak dari Bukit Kayangan hari sudah siang."Aku akan ketinggalan acara hukuman gantung itu jika harus ke Bukit Kayangan. Waktunya sudah terlalu siang. Sebaiknya aku langsung saja ke Bukit Rongga Bumi biar tidak ketinggalan acara penggantungan pemuda kembaranku itu!" pikir Baraka sambil membelokkan arah pelariannya.Agar tidak terhalang hambatan lagi Baraka berlari melalui pohon demi pohon. Dengan begitu kemungkinan dihadang orang sangat kecil. Tapi siapa orang yang bisa hindari hambatan yang sudah terjadi dalam garis hidupnya? Sekalipun Pendekar Kera Sakti telah